Terima Kasih China, Harga Batu Bara Melesat 3%!

Maesaroh, CNBC Indonesia
06 January 2023 06:50
Tambang batubara Maules Creek Whitehaven Coal di New South Wales, Australia (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)
Foto: Tambang batubara Maules Creek Whitehaven Coal di New South Wales, Australia (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu terus menguat. Pada perdagangan Kamis (5/1/2023), harga batu kontrak Februari di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 372 per ton. Harganya menguat 2,28% dibandingkan hari sebelumnya.

Penguatan ini memperpanjang tren positif pasir hitam yang sudah menguat pada Rabu pekan ini. Dalam dua hari terakhir, harga batu bara sudah menguat 3,15%.

Dalam sepekan, harga batu bara masih melemah 2,2% secara point to point. Dalam sebulan, harga batu bara juga jeblok 5,2% sementara dalam setahun melesat 130,2%.



Kenaikan harga batu bara lebih ditopang penguatan harga batu bara jenis metalurgi/kokas yang memiliki kalori tinggi. Pasokan batu bara jenis tersebut diperkirakan akan semakin ketat setelah China sepakat untuk kembali mengimpor batu bara dari Australia.

"Batu bara kokas premium adalah jenis batu bara yang paling dicari di China. Tanpa permintaan dari China, pasokan batu bara tersebut sudah sangat ketat dan nyaris nol," tutur salah satu trader Australia kepada Fastmarkets.

Menurutnya, permintaan pengiriman batu bara metalurgi berkalori tinggi dari Australia sudah penuh hingga kuartal I-2023. Masuknya China akan semakin memperketat persaingan.

"Hanya ada sedikit alternatif bagi jenis batu bara rendah sulfur seperti yang dimiliki Australia," tambah trader tersebut.

Sebaliknya, harga batu bara thermal yang berkalori rendah diperkirakan akan turun karena pasokan dari Indonesia dan Rusia berlimpah.

Seorang trader memperkirakan selisih harga antara batu bara berkalori rendah dan sedang akan melebar hingga US$ 5 per ton begitu China kembali mengimpor batu bara Australia.

China banyak menggunakan batu bara berkalori tinggi sebagai campuran batu bara berkalori rendah yang mengandung sulfur tinggi untuk pabrik-pabrik  mereka. Batu bara metalurgi  juga alzim digunakan sebagai salah satu material pembuatan baja.

Australia merupakan eksportir terbesar untuk batu bara metalurgi. Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) memperkirakan ekspor batu bata metalurgi Australia mencapai 166 juta ton pada 2022, Jumlah tersebut setara dengan 54% pasokan global.

Pemerintah Australia mempekirakan pengiriman batu bara metalurgi pada 2021-2022 akan meningkat menjadi 163 juta ton. Dengan ekspor sebesar itu, pendapatan ekspor Australia dari batu bara jenis tersebut akan naik tiga kali lipat menjadi US$ 68 miliar pada 2021-2022.

Tiongkok merupakan produsen terbesar untuk batu bara metalurgi yakni mencapai 676 juta ton pada 2022. Namun, konsumsinya juga sangat tinggi yakni sekitar 708 juta ton sehingga harus mengimpor.
Pada 2020, China mengimpor batu bara metalurgi sebesar 34,97 juta ton dari Australia atau 48% dari total.

Dilansir dari Reuters, China sudah mengizinkan tiga BUMN mereka dan perusahaan baja  mereka untuk kembali mengimpor batu bara dari Australia. Jika terlaksana maka ini akan menjadi impor perdana dalam jumlah besar sejak 2020.

Sebagai catatan, pada Oktober 2020, China mengumumkan larangan impor batu bara dari Australia. Larangan impor akan dilakukan secara bertahap.

Kebijakan itu dikeluarkan setelah Australia melarang Huawei membangun jaringan 5G di negara tersebut serta sikap Melbourne yang mendukung seruan untuk penyelidikan internasional tentang penanganan virus corona (Covid-19) di China.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular