Reses, Resesi, Resesi... Bursa Eropa Merah Lagi!

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Kamis, 13/10/2022 17:25 WIB
Foto: Seorang pedagang bekerja sebagai layar menunjukkan data pasar di pasar CMC di London, Inggris, 11 Desember 2018. REUTERS / Simon Dawson

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Eropa cenderung melemah pada sesi awal perdagangan Kamis (13/10/2022), di mana investor global bersiap untuk rilis data inflasi Amerika Serikat (AS). Rilis data tersebut bisa menjadi sinyal seberapa parah resesi yang bisa terjadi di negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut.

Indeks Stoxx 600 di awal sesi turun 0,45% ke 384,08. Saham telekomunikasi menjadi pemberat laju indeks acuan Eropa tersebut, melemah 0,9%. Sementara saham perjalanan dan hiburan naik tajam 1,1%.

Hal serupa terjadi pada indeks FTSE Inggris terkoreksi 0,48% ke 6.793,52 dan indeks CAC Prancis melemah 0,24% ke posisi 5.803,22. Namun, indeks DAX Jerman menguat 0,21% ke 12.198,52.


Pergerakan negatif tersebut terjadi setelah bursa global bergerak di zona negatif, di mana bursa Wall Street dan mayoritas bursa Asia bergerak melemah.

Investor global masih menantikan rilis data inflasi AS. Konsensus analis Dow Jones memprediksikan Indeks Harga Konsumen (IHK) per September 2022 naik 0,3% secara bulanan. Naik dari bulan sebelumnya di 0,1%. Namun, angka inflasi secara tahunan akan melandai ke 8,1% dari Agustus 2022 di 8,3%.

Kenaikan pada IHK diprediksikan terdampak dari kenaikan Indeks Harga Produsen (IHP) per September 2022 yang naik 0,4% secara bulanan. Posisi tersebut berada di atas prediksi analis Dow Jones di 0,2%.

Maka dari itu, angka IHP AS per September yang naik secara bulanan, kembali meningkatkan potensi bahwa angka inflasi AS masih akan tinggi.

"Momentum inflasi di ekonomi AS akan bertahan dalam waktu dekat, membuat The Fed agresif," tutur Kepala Ekonom Comerica Bank Bill Adams dikutip CNBC International.

Sementara investor masih mencerna rilis risalah FOMC pada 21-22 September 2022 yang menunjukkan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan tetap menaikkan suku bunga acuannya dan menahannya dalam jangka waktu yang lama untuk menurunkan angka inflasi yang meninggi.

Inflasi tinggi akan menurunkan daya beli, sementara suku bunga tinggi akan menghambat ekspansi dunia usaha hingga belanja rumah tangga, sehingga perekonomian terancam mengalami resesi.

Dengan suku bunga ditahan di level tinggi, ada risiko resesi bisa semakin panjang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sinyal Lesunya Ekonomi RI, Kredit Perbankan Melambat Lagi