Newsletter

IMF dan AS Bawa Kabar Buruk, Awas IHSG Nyungsep Lagi

Maesaroh, CNBC Indonesia
12 October 2022 06:00
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, ataupun pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih berkutat di zona merah.

Rontoknya pasar keuangan dalam negeri dipicu oleh terpuruknya bursa Amerika Serikat (AS), ancaman resesi, kembali meningkatnya ketegangan antara Rusia-Ukraina, serta ekspektasi kenaikan suku bunga acuan global.

Pada perdagangan Selasa (11/10/2022), IHSG terkoreksi cukup dalam yakni 0,79% ke 6.939,15. Dengan demikian, IHSG sudah melemah selama tiga hari beruntun sejak Jumat pekan lalu. IHSG sempat menyundul level 7.000 tetapi harus berbalik arah.

Sebanyak 340 saham mengalami penurunan, 190 saham menguat dan 164 saham stagnan. Nilaiperdagangan tercatat Rp 11,8 triliun dengan melibatkan lebih dari 26,5 miliar sahamInvestor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 26,5 miliar di seluruh pasar.


Sejak perdagangan dibuka, IHSG sudah berada di zona merah. Selang 8 menit saja, indeks terpantau jatuh 0,29% ke 6.974,06. Pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB, IHSG ditutup di zona merah dengan koreksi 0,2% ke 6.980,16.

Saham dengan kenaikan tertinggi di antaranya PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) yang melonjak 28,45%, PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) yang melesat 25,00%, PT Ulima Nitra Tbk (UNIQ) yang naik 16,39%, serta PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS) yang menanjak 10,8%.

Saham dengan penurunan terbesar adalah PT Agung Menjangan Mas (AMMS) yang anjlok 9,26% dan PT Sari Kreasi Boga Tbk (RAFI) yang ambruk 7%.

Dari deretan LQ45, saham yang paling banyak ditransaksikan di antaranya adalah PT Bumi Resources Tbk BUMI) dengan nilai Rp 1,6 triliun dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebanyak Rp 590,3 miliar.

Kembali rontoknya IHSG salah satunya dipicu oleh meningkatnya ancaman resesi. CEO JPMorgan, Jamie Dimon pada Senin (10/10/2022) memperkirakan AS akan jatuh ke jurang resesi dalam 6-9 bulan ke depan atau pada 2023. AS tidak hanya mengalami perlambatan ekonomi ringan tetapi mengarah ke kondisi yang serius.

Kekhawatiran memburuknya ekonomi juga disampaikan Presiden Joko Widodo, atau Jokowi. Berbicara dalam sebuah forum investor, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menyebut ada 28 negara yang tengah meminita bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) karena ekonomi mereka yang tidak stabil.

"Saya dapat informasi dari pertemuan di Washington D.C, 28 negara sudah antre di markasnya IMF. Dengan situasi yang ada sekarang ini negara manapun dapat terlempar cepat keluar jalur dengan mudah apabila tidak hati-hati dan tidak waspada baik dalam pengelolaan moneter maupun pengelolaan fiskal," tutur Jokowi, Selasa (11/10).


Jokowi mengingatkan dunia saat ini diselimuti sejumlah persoalan pelik mulai dari ketidakpastian global, perubahan iklim, serta konfrontasi geopolitik.  Eskalasi perang Rusia-Ukraina kembali meningkat setelah pada Senin (10/10/2022)  Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan serangan baru ke Ukraina.

Rusia menembakkan total 80 rudal ke kota-kota di seluruh Ukraina, termasuk ibu kota Kyiv, Senin waktu setempat. Sedikitnya ada 19 warga sipil tewas dan 96 lainnya terluka.

Dari dalam negeri, survei Bank Indonesia juga memperkirakan penjualan eceran akan melandai pada September. Indeks Penjualan Riil pada Oktober diperkirakan ada di angka 200, terendah sejak Oktober 2021 atau dalam setahun.
BI juga memperkirakan penjualan eceran pada Oktober 2022 akan menurun sementara tekanan inflasi akan meningkat.

Mayoritas bursa Asia-Pasifik juga kembali berjatuhan. Hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni naik 0,19% ke posisi 2.979,79

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup ambruk 2,64%, Hang Seng Hong Kong ambrol 2,23%, Straits Times Singapura turun tipis 0,08%, ASX 200 Australia melemah 0,34% dan KOSPI Korea Selatan ambles 1,83%. 

Di pasar currency, rupiah belum mampu keluar dari tekanan. Pada perdagangan kemarin, rupiah ditutup melemah 0,29% ke posisi Rp 15.355/US$. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak April 2020.

Nilai tukar rupiah juga sudah melemah sejak Jumat pekan lalu. Secara keseluruhan, dalam sepekan rupiah ambruk 0,72% sepekan. Rupiah tertekan karena perkasanya dolar AS. Indeks dolar menguat 0,11% ke posisi 113,28 pada penutupan perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 27 September 2022.

Dolar AS menguat karena kencangnya ekspektasi pasar mengenai kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Pasar berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis points (bps) pada November mendatang.

Ketegangan perang Rusia-Ukraina juga membuat dolar AS sebagai aset aman makin dicari sehingga nilainya terus menguat.

Di pasar SBN, yield mayoritas SBN melonjak kemarin. Kenaikan yield yang tajam ini mencerminkan jika investor memilih menjual SBN sehingga harga nya melemah.   

Hanya SBN tenor 30 tahun yang turun 2,5 basis poin (bps) ke posisi 7,295%. Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara melonjak 10,2 bp menjadi 7,400%. Yield Seri FR0090 tenor 5 tahun juga melonjak 13,8 bp menjadi 6,962%.

Kurang menariknya SBN juga tercermin dari hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) Selasa kemarin.  Jumlah penawaran yang masuk pada lelang hanya menyentuh Rp 15 triliun. Jumlah tersebut menyamai catatan pada 21 November 2018. Jika dilihat lebih jauh, jumlah penawaran yang masuk pada lelang SUN hari ini adalah yang terendah sejak 8 Mei 2018 atau empat tahun dan lima bulan.

Dari jumlah penawaran yang masuk, pemerintah hanya menyerap sebesar Rp 8,22 triliun atau terendah dalam 11 lelang terakhir. Jumlah tersebut juga jauh di bawah target indikatifnya yakni Rp 10-15 triliun.

"Investor cenderung berhati-hati karena masih tingginya ekspektasi inflasi ke depan, dan adanya kekhawatiran terkait potensi terjadinya resesi global. Investor masih menunggu rilis data inflasi AS pada hari Kamis pekan ini. Selain itu, The Fed masih bersikap hawkish," tutur Direktur SUN Kementerian Keuangan Deni Ridwan dalam keterangannya.


 

Beralih ke bursa saham Negeri Paman Sam, mayoritas Wall Street masih berkutat di zona merah dan hanya Indeks Dow Jones yang berakhir di zona hijau. Amblesnya Wall Street kemarin semakin memperpanjang tren negatifnya selama lima harri beruntun.

Pada perdagangan Selasa (11/10/2022), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 36,31 poin atau 0,12% ke 29.239,19.  Penguatan sekaligus mengakhiri tren pelemahan yang sudah berlangsung sejak Rabu pekan lalu hingga Senin pekan ini.

Sementara itu, indeks S&P 500 turun 23,55 poin atau 0,65% ke 3.588,84 dan indeks Nasdaq Composite ambruk 115,91 poin atau 1,1% ke 10.426,19.
Saham Meta  dan Microsoft jatuh ke titik terendah selama 52 minggu sebagai dampak lanjutan dari pembatasan ekspor chip AS ke China.

Harga obligasi pemerintah AS juga jatuh kemarin, di tandai dengan lonjakan yield. Yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun melonjak ke 3,947% pada penutupan perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 27 September 2022.

Terpuruknya saham utamanya dipicu oleh isu resesi serta keputusan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) yang akan mengakhiri pembelian obligasi pemerintah Inggris. 

Sebelumnya, BoE mengatakan akan melakukan pembelian obligasi hingga 65 miliar pound (US$71 miliar) sampai dengan 14 Oktober mendatang untuk menstabilkan pasar. BoE bahkan bilang akan memborong berapapun gilt di pasar yang diperlukan untk menenangkan pasar yang panik karena kebijakan stimulus PM Liz Truss.

Pelaku pasar Wall Street kini menunggu data inflasi AS untuk September yang akan keluar pada Kamis pekan ini.  Hari ini, mereka akan menunggu data indeks harga produsen sementara pada Jumat akan ada pengumuman indeks kepercayaan konsumen.

Semua data tersebut akan menjadi pegangan pasar untuk membaca arah kebijakan The Fed yang akan menggelar rapat pada 1-12 November mendatang.

"Kondisi pasar saat ini sangat menyedihkan di tengah perlambatan ekonomi, ketidakpastian laporan keuangan, serta berapa lama kebijakan ketat The Fed. Sentimen penghindaran risiko (risk averson) juga meningkat tajam," tutur chief investment officer The Bahnsen Group David Bahnsen, kepada CNBC Internasional.

Isu resesi juga semakin kencang menggoyang Wall Street. CEO JPMorgan, Jamie Dimon pada Senin (10/10/2022) memperkirakan AS akan jatuh ke jurang resesi dalam 6-9 bulan ke depan atau pada 2023. AS tidak hanya mengalami perlambatan ekonomi ringan tetapi mengarah ke kondisi yang serius.

Nomura juga memperkirakan ekonomi AS akan segera memasuki resesi pada kuartal IV-2022. Resesi diproyeksi akan berlangsung selama lima kuartal. akan berlanjut sepanjang 2023.

Nomura juga memperkirakan The Fed akan mengerek suku bunga secara agresif hingga 5,25-5,5%.

Pekan ini merupakan awal dari musim pengumuman laporan keuangan kuartal III untuk perusahaan di bursa AS. Brad McMillan, chief investment officer Commonwealth Financial Network, memperkirakan pendapatan perusahaan yang terdaftar di bursa S&P akan tumbuh 6-7%. Perkiraan tersebut lebih rendah dari proyeksi awal yakni 9,9%.

"Kinerja keuangan perusahaan akan sangat menentukan pergerakan ke depan. Kendati tidak sebagus proyeksi awal, setidaknya pendapatan perusahaan masih bisa tumbuh dan kita menang di sini,"  tutur McMillan, kepada CNBC International.

Di perdagangan tengah pekan ini, investor patut mencermati banyaknya sentimen negatif yang menyelimuti IHSG.  Salah satunya adalah masih terperosoknya kinerja bursa saham AS.

Indeks Dow Jones memang sudah kembali menghijau. Namun, ambruknya Nasdaq dan S&P mesti dipertimbangkan sebagai cerminan masih belum kembalinya kepercayaan pelaku pasar di AS.

Peringatan ancaman resesi yang dikeluarkan JPMorgan dan Nomura juga menjadi cerminan bagaimana ketidakpastian global masih akan membayang ke depan.

Faktor lain yang bisa menjadi sentimen negatif IHSG hari ini adalah kembali tegangnya perang Rusia-Ukraina serta langkah Dana Moneter Internasional (IMF) yang memangkas pertumbuhan global dan Indonesia untuk tahun depan.

Seperti diketahui, pada Senin (10/10.2022), Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan serangan baru ke Ukraina. Rusia menembakkan total 80 rudal ke kota-kota di seluruh Ukraina, termasuk ibu kota Kyiv. Sedikitnya ada 19 warga sipil tewas dan 96 lainnya terluka.

Kembali memanasnya perang Ruusia-Ukraina menjadi kekhawatiran jika perang masih akan lama dan ketidakpastian masih besar.

Sementara itu, IMF memangkas pertumbuhan global pada 2023 menjadi 2,7% dari proyeksi di Juli sebesar 2,9%. Namun, IMF masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan global untuk 2022 di angka 3,2%.  Pertumbuhan global sudah direvisi sebanyak tiga kali yakni pada April, Juli, dan Oktober.

Pemangkasan proyeksi dilakukan menyusul masih panasnya perang Rusia-Ukraina, perlambatan ekonomi China, lonjakan harga energi dan pangan, melambungnya inflasi serta tren kenaikan suku bunga acuan global.  IMF juga mengingatkan jika sepertiga perekonomian dunia akan mengalami kontraksi pada tahun depan.

"Tiga kawasan dengan perekonomian terbesar yaitu AS, China, dan Eropa akan terus melambat. Yang terburuk belumlah terjadi sekarang ini karena banyak dari warga dunia yang akan merasakan resesi pada 2023," tutur kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas, dalam konferensi pers, Selasa malam waktu AS.

IMF juga mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, lembaga moneter internasional ini ternyata kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.

Proyeksi IMF ini lebih rendah dari asumsi makro yang ditetapkan dari APBN 2023, yakni 5,3%.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto optimis ekonomi Indonesia masih tumbuh tinggi pada kuartal III-2022. Dia memperkirakan ekonomi domestik bisa tumbuh di atas 5% pada periode Juli-September.

"Pertumbuhan ekonomi dalam 3 kuartal terakhir sudah di atas 5%, hampir sama atau sedikit di atas 5,4%. Kemarin (kuartal II-2022) 5,44%," kata Airlangga saat membuka Rapat Kerja Nasional Kebijakan Satu Peta di Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Hari ini, data penjualan sepeda motor dan mobil Indonesia untuk September akan keluar.  Menarik ditunggu apakah penjualan kendaraan sudah terdampak oleh kenaikan harga BBM Subsidi serta berakirnya insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah atau PPnBM DTP pada bulan lalu.

Penjualan sepeda motor pada Agustus tercatat 524.821 atau naik 61% dibandingkan bulan sebelumnya. Secara bulanan, penjualan motor juga selalu meningkat sejak Juni.

Penjualan kendaraan merupakan indikator penting bagi pergerakan konsumsi masyarakat Indonesia. Konsumsi mayarakat sendiri berperan 56% lebih terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Dari AS, Negara Paman Sam akan mengeluarkan data indeks harga produsen untuk September. Indeks akan menjadi sinyal bagi pergerakan inflasi AS ke depan.

CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas William Surya Wijaya memperkirakan IHSG berpotensi melemah. IHSG diproyeksi bergerak di kisaran 6872 - 7137.

"Pergerakan IHSG hari ini terlihat masih akan dibayangi oleh pola tekanan minor. Peluang ini dapat dimanfaatkan investor untuk melakukan akumulasi pembelian mengingat kinerja emiten yang terlihat di kuartal II membaik dan memiliki potensi akan lebih baik di kuartal III," tutur William dalam analisanya.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

* Penjualan mobil dan motor September

* Indeks harga produsen Amerika Serikat September (pukul 19:30 WIB)

Berikut beberapa agenda korporasi:

 

  •          Tanggal ex Dividen Tunai Interim Astra Agro Lestari Tbk (AALII)
  •          Tanggal ex Dividen Tunai Interim Astra International Tbk (ASII)
  •          Tanggal ex Dividen Tunai Interim Indo Kordsa Tbk (BRAM)
  •          RUPS Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) Pukul 10: 00 WIB
  •          RUPPS City Retail Developments Tbk (NIRO) Pukul 14: 00 WIB
  •          RUPS PT OBM Drilchem Tbk (OBMD) Pukul 14:00 WIB
  •          Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS)

 Di bawah ini adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

 

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q II-2022 YoY)

5,44%

Inflasi (September 2022 YoY)

5,95%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2022)

4,25%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

(3,92% PDB)

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q II-2022)

(1,1%) PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q II-2022)

US$ 2,4 miliar

Cadangan Devisa (September 2022)

US$ 130,8 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular