Newsletter

Kelakuan Rusia Bikin Batu Bara Rekor Lagi, IHSG Dkk Happy!

Tri Putra, CNBC Indonesia
06 September 2022 06:00
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada saat harga obligasi negara (SBN) dan nilai tukar rupiah melemah, pasar saham masih menikmati bagian dari reli panjang sejak pertengahan Juli 2022.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat cukup signifikan sebesar 0,76% dan ditutup di 7.231,88 pada perdagangan kemarin (5/9/2022).

Sejatinya, IHSG sempat dibuka melemah saat awal perdagangan. Namun, indeks sukses rebound dan tembus level psikologis 7.200 dan bertahan hingga akhir perdagangan.

Asing terus masuk ke pasar saham domestik dengan net buy sebesar Rp 1,39 triliun di pasar reguler kemarin.

Nilai tersebut terbilang jumbo dan turut memberikan dorongan tenaga untuk IHSG terbang ke atas 7.200. Dengan kinerja tersebut, IHSG resmi menduduki peringkat 1 di kawasan Asia Pasifik dari sisi return harian.

Berbeda nasib dengan IHSG, nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS. Di pasar spot, rupiah melemah tipis 0,03% dan kembali tembus Rp 14.900/US$.

Posisi rupiah kemarin merupakan posisi terendahnya dalam kurun waktu satu bulan terakhir yang kala itu berada di Rp 14.930/US$.

Beralih ke pasar SBN, harga obligasi negara seri acuan mengalami pelemahan. Hal ini tercermin dari kenaikan imbal hasil (yield).

Untuk yield SBN 10 tahun mengalami kenaikan sebesar 2 basis poin (bps) menjadi 7,16% di awal pekan ini.

Kenaikan harga BBM subsidi yang ditetapkan oleh pemerintah akhir pekan lalu tidak serta merta membuat IHSG terkoreksi.

Harga Pertalite resmi naik menjadi Rp 10.000/liter dari sebelumnya Rp 7.650/liter. Sementara itu, harga solar subsidi naik dari Rp 5.150/liter menjadi Rp 6.800/liter.

Riset BRIDanareksa Sekuritas melakukan asesmen terhadap dampak dari kenaikan harga BBM subsidi ini. Dampak paling nyata dari kenaikan harga BBM subsidi tentu adalah inflasi.

Dalam risetnya, BRIDanareksa Sekuritas memperkirakan inflasi bisa naik ke 6,73% year-on-year di bulan Oktober 2022.

Kenaikan inflasi tersebut akan memicu kebijakan moneter yang lebih ketat dengan ekspektasi kenaikan suku bunga di kisaran 75-100 basis poin (bps) tahun ini.

Awal pekan ini, pasar keuangan AS libur memperingati Hari Buruh (Labor Day) yang jatuh pada 5 September 2022.

Namun di Eropa, indeks saham acuannya mengalami pelemahan yang cukup dalam. Indeks Pan Eropa Stoxx600 melemah lebih dari 1%.

Indeks saham Jerman GDAX ambrol dalam dengan koreksi 2,22% dan indeks di Perancis CAC ambrol 1,2%. Meskipun demikian FTSE berhasil menanjak naik setelah seharian diperdagangkan terkoreksi dan akhirnya ditutup hijau tipis 0,09% di akhir perdagangan, Jatuhnya pasar saham Eropa menyusul pengumuman dari Rusia terkait penyaluran gas ke Benua Biru.

CNBC International melaporkan BUMN energi Rusia Gazprom mengumumkan bahwa aliran gas ke Eropa melalui pipa Nord Stream 1 akan dihentikan tanpa batas waktu tertentu.

Gazprom menyampaikan bahwa pihaknya membutuhkan maintenance tambahan. Gangguan pasokan ini kembali membuat harga gas melambung tinggi.

Tidak hanya harga gas saja yang melambung, kabar tersebut juga membuat mata uang Eropa yakni Euro mengalami pelemahan terhadap dolar AS.

Di pasar spot, Euro melemah 0,27% ke US$ 0,9925. Euro kembali melemah dan diperdagangkan di bawah US$ 1 sejak bulan September ini.

Pasar juga mengantisipasi kebijakan moneter AS yang masih akan hawkish. Bos besar AS Jerome Powell menyampaikan bahwa bank sentral AS bersiap mengambil kebijakan restriktif untuk membawa inflasi kembali ke target 2%.

Dengan komentar tersebut pelaku pasar masih memperkirakan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) pada pertemuan September ini.

Namun di tengah ancaman resesi ekonomi AS, beberapa pelaku pasar juga mulai mengantisipasi akan adanya pemangkasan suku bunga acuan pada 2023 nanti.

Namun terlepas dari itu semua, pasar saham AS kembali tertekan. Banyak yang memperkirakan jika S&P 500 gagal bertahan di 3.900, maka bahaya kembali mengintai pasar saham AS, apalagi bulan September secara historis merupakan bulan yang buruk untuk pasar saham.

Gangguan pasokan gas ke Eropa yang membuat harganya melambung juga turut mengerek naik harga batu bara acuan.

Tercatat harga kontrak batu bara acuan ICE Newcastle sempat melesat 5,47% dan tembus US$ 465/ton.

Asal tahu saja, harga tersebut merupakan harga tertingginya sepanjang sejarah dan telah melampaui harga tertinggi tahun ini di US$ 446/ton.

Kenaikan harga batu bara akan cenderung menguntungkan bagi IHSG. Sepanjang tahun ini, IHSG mencatatkan kenaikan sebesar 9,88% dan menduduki peringkat 1 di Asia Pasifik.

Pendorong kenaikan IHSG sepanjang tahun ini adalah indeks sektoral energi yang diisi oleh saham-saham emiten tambang batu bara yang melesat 76,68% year to date.

Kemarin, indeks sektoral energi terpantau mengalami kenaikan yang signifikan sampai 3,83%. Dari enam emiten tambang batu hitam terbesar dan populer di kalangan investor, harga sahamnya naik 4-11%.

Kinerja keuangan emiten batu bara memang sedang bagus-bagusnya. Di tengah sentimen negatif global dan domestik, kinerja keuangan emiten tambang batu bara tetap kinclong.

Pada paruh pertama tahun 2022, laba bersih perusahaan tambang batu bara tersebut naik ratusan hingga ribuan persen. Berikut adalah rinciannya :

Saham

Perubahan Harga

Pertumbuhan Laba 1H22 (YoY)

BUMI

10.67%

2286%

HRUM

7.42%

1325%

ADRO

6.61%

613%

ITMG

5.13%

296%

PTBA

4.46%

246%

INDY

4.42%

1590%

 

Di sisi lain, harga batu bara juga tetap tinggi dan terus mencetak rekor baru. Tingginya harga batu bara sampai dengan kuartal III-2022 berpotensi membuat laba bersih perusahaan tambang yang satu ini tetap cemerlang sehingga siklus pembagian dividen jumbo saham batu bara paling tidak akan terjadi  sekali lagi.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Rilis data Pengeluaran Rumah Tangga Jepang bulan Juli 2022 (06:30 WIB).
  • Rilis data Inflasi Filipina bulan Agustus 2022 (08:00 WIB).
  • Rilis data Transaksi Berjalan Australia Kuartal II-2022 (08:30 WIB).
  • Pengumuman Kebijakan Suku Bunga Acuan Australia  (12:00 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2022 YoY)

5,44 %

Inflasi (Agustus 2022, YoY)

4,69%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2022)

3,75%

Surplus/Defisit Anggaran Sementara (APBN 2022)

-3,92% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2022)

1,1% PDB

Cadangan Devisa (Juli 2022)

US$ 132,2 miliar

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular