
The Fed Masih Bakal Dongkrak Bunga Acuan, Harga Nikel Layu

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga nikel dunia melemah pada perdagangan hari ini tertekan oleh proyeksi kenaikan suku bunga dunia yang agresif akan terus berlanjut meningkatkan risiko resesi global.
Pada Kamis (18/8/2022) pukul 15:15 WIB tercatat US$21.810 per ton, turun 0,34% dibandingkan harga penutupan kemarin.
Investor mulai mengurangi porsi di pasar berisiko seperti ekuitas, pun dengan harga logam industri. "Logam dasar baru saja bergerak dengan ekuitas AS sepanjang waktu ini. Jadi sekarang ada retracement setelah reli spektakuler sejak pertengahan Juli, logam dasar juga mundur," kata seorang pedagang.
Harga logam industri mengikuti penurunan Wall Street karena Federal Reserve AS tampaknya akan mempertahankan jalur kenaikan suku bunganya. Pada perdagangan kemarin,indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 171,69 poin atau 0,5% ke posisi 33.980,32.
Indeks S&P 500 turun 31,16 poin atau 0,72% ke 4.274,04 sementara itu indeks Nasdaq Composite amblas 164,43 poin atau 1,25% ke posisi 12.938,12.
Pasar bereaksi negatif karena risalah FOMC memberi sinyal bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) tidak akan menurunkan kebijakan agresifnya.
Risalah tersebut juga menunjukkan jika pejabat The Fed belum melihat sinyal kuat dari pelemahan inflasi meskipun inflasi sudah melandai ke 8,5% (year on year/yoy)pada Juli, dari 9,1% (Juni).
"Partisipan (FOMC) sepakat hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan jika tekanan inflasi mereda. Inflasi harus direspon dengan pengetatan moneter. Partisipan berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke target sasaran di kisaran 2%," tulis risalah FOMC.
Dalam risalah yang keluar pada Kamis dini hari waktu Indonesia, the Fed tidak memberi petunjuk khusus berapa mereka akan menaikkan suku bunga dalam pertemuan September mendatang. The Fed hanya mengatakan jika mereka akan tetapmemonitor dengan dekat data-data ekonomi sebelum membuat kebijakan.
Pelaku pasar pun kemudian berekspektasi jika The Fed akan membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk menekan inflasi, Artinya, kenaikan suku bunga agresif masih sangat mungkin terjadi.
Menurut perangkat FedWatch milik CME group, para pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 57% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bp menjadi 2,75% - 3,0%. Sementara ekspektasi kenaikan suku bunga mencapai 75 bp sebesar 43%.
Kebijakan moneter yang ketat saat ini merupakan langkah besar karena meningkatkan kemungkinan resesi selama tahun depan. Hal ini dapat mempengaruhi permintaan logam dasar industri seperti nikel. Saat permintaan turun, harga pun mengikuti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Baik dari China, Harga Nikel Melonjak 2% Lebih