Rupiah Jeblok 3 Hari Beruntun, Dua Hal Ini Biang Keroknya!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 August 2022 15:05
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (18/8/2022). Mendapat sentimen negatif dari dalam dan luar negeri, rupiah pun melemah 3 hari beruntun.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,07%. Tetapi sepanjang perdagangan depresiasi terus bertambah hingga 0,53% ke Rp 14.843/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.830/US$, melemah 0,44%.

Tekanan dari dalam negeri datang dari isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite.

Jika harga Pertalite dinaikkan, maka inflasi di Indonesia kemungkinan akan melesat. Saat inflasi semakin meninggi, maka nilai tukar mata uang semakin tergerus. Rupiah pun tertekan.

Pada tahun 2014 lalu misalnya, saat harga BBM dinaikkan pada bulan November rupiah terus mengalami pelemahan. Pemerintah saat itu menaikkan harga BBM sebesar 30% yang memicu kenaikan inflasi sebesar 8,36% (yoy).

Di akhir Oktober 2014, rupiah berada di kisaran Rp 12.080/US$ kemudian terus melemah hingga menyentuh Rp 12.930/US$ pada pertengahan Agustus. Pelemahannya tercatat lebih dari 7% dalam satu setengah bulan.

Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% (yoy). Rupiah pun terus mengalami pelemahan hingga menembus ke atas Rp 10.000/US$. Pelemahan rupiah diperparah dengan isu tapering oleh bank sentral AS (The Fed).

Dari eksternal, The Fed memberikan tekanan. Dalam rilis notula rapat kebijakan moneter dini hari tadi, bank sentral AS (The Fed) menegaskan tidak akan mengendurkan kenaikan suku bunga sampai inflasi melandai secara substansial.

Meski demikian, The Fed tidak memberikan panduan berapa basis poin suku bunga akan dinaikkan September nanti, dan masih melihat rilis data ekonomi sebelum mengambil keputusan.

Pasar sebelumnya melihat sikap The Fed akan sedikit mengendur setelah inflasi mulai melandai. Tetapi, nyatanya The Fed masih tetap akan agresif.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada bulan Juli tumbuh 8,5% (year-on-year/yoy), menurun dari bulan sebelumnya 9,1% (yoy).

"Partisipan (Federal Open Market Committee/FOMC) sepakat hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan jika tekanan inflasi mereda. Inflasi harus direspon dengan pengetatan moneter. Partisipan berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke target sasaran di kisaran 2%," tulis risalah FOMC.

Pasar melihat bank sentral paling powerful di dunia ini akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 2,75% - 3%. Tetapi ada juga yang melihat kenaikan sebesar 75 basis poin.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular