RI Kudu Siap! Permintaan Batu Bara Dari Eropa Bisa Membludak
Jakarta, CNBC Indonesia - Batu bara adalah komoditas energi yang "benci tapi cinta". Dibenci karena berpolusi dan harga angkutnya yang akan makin mahal. Namun dicinta karena krisis gas yang membuatnya diincar sebagai alternatif sumber energi oleh banyak negara.
Konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina membentuk kembali sistem perdagangan batu bara dunia. Aliansi negara-negara Barat sepakat memboikot produk energi dari Rusia, termasuk batu bara. Tujuannya adalah untuk membatasi pendapatan negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin tersebut dari energi.
Aliansi yang paling getol menyuarakan mogok beli batu bara Rusia adalah Uni Eropa. Komitmen terbaru mereka adalah larangan impor batu bara dari Rusia mulai 22 Agustus. Larangan ini tidak serta memutus keseluruhan perdagangan batu bara kedua pihak, mengingat beberapa pembeli dari UE memiliki kontrak jangka panjang.
Tapi hal ini memaksa Eropa mencari pemasok alternatif batu bara untuk menutup pasokan Rusia yang hilang. Posisi Rusia bagi Eropa untuk memasok batu bara sangat strategis. Menurut data yang dirilis oleh BP Energy, Eropa memenuhi 48% kebutuhan impor batu baranya dari Rusia pada 2021.
Tantangan memenuhi pasokan makin besar bagi Eropa jika tidak masuk ke dalam krisis energi. Selain karena transfer energi yang mampet karena konflik dan semakin dekat dengan musim dingin, Eropa harus berpetualang ke negeri yang jauh untuk mendapatkan batu bara. Diperkirakan Eropa pada akhirnya akan membeli lebih banyak batu bara dari Amerika Serikat (AS), Amerika Selatan, dan Afrika Selatan.
Salah satu negara yang juga digandeng Benua Biru adalah Indonesia. Secara geografi jarak Indonesia dan Eropa mencapai belasan ribu kilometer. Efeknya adalah biaya pengiriman yang makin besar yang membuat kocek untuk mendapatkan batu bara akan semakin tinggi dan waktu perjalanan yang lebih lama.
"Tak perlu dikatakan bahwa mengangkut batu bara lebih jauh dan lebih jauh memerlukan biaya karbon yang lebih besar, yang berarti bahwa apa yang sudah menjadi sumber energi yang sangat intensif karbon menjadi lebih parah lagi," kata Daniel Read, juru kampanye iklim dan energi di Greenpeace Jepang.
Perubahan arus perdagangan baru pun terjadi dan makin mahal. Batu bara yang sudah kotor akan menjadi lebih dibenci, tapi juga semakin dibutuhkan.
(ras)