Amerika Sudah Resesi & Rakyatnya Makin Miskin, Beneran?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 14/07/2022 08:05 WIB
Foto: Ilustrasi Amerika Serikat (REUTERS/Carlo Allegri)

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi tinggi yang melanda Amerika Serikat (AS) membuatnya terancam mengalami resesi. Bursa saham AS (Wall Street) sudah jeblok dua digit persentase akibat kecemasan akan resesi tersebut.

Warga Amerika Serikat juga merasa resesi sudah terjadi saat ini. Bloomberg mengutip hasil survei yang dilakukan CivicScience pada bulan lalu menunjukkan sepertiga warga Amerika Serikat percaya perekonomian sudah mengalami resesi saat ini.

Selain itu warga negeri Paman Sam saat ini merasa kondisi ekonomi saat ini lebih susah.


Hal tersebut terlihat dari Indeks Kesengsaraan (Misery Index) yang mengukur tingkat kesulitan ekonomi yang dirasakan masyarakat juga mulai menanjak. Data ini dipublikasikan oleh Federal Reserve Economic Data (FRED), mencapai 12% pada Mei lalu.

Level yang sama terjadi pada awal pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) dan awal krisis finansial 2008.

Artinya, tingkat kesulitan ekonomi yang dirasakan sama seperti sebelum krisis finansial global dan awal pandemi Covid-19, dan keduanya berujung pada resesi Amerika Serikat.

Inflasi yang tinggi menjadi penyebab utamanya. Inflasi berdasarkan consumer prince index (CPI) di AS yang mencapai 9,1% year-on-year (yoy) di Juni, tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir yang membuat daya beli masyarakatnya tergerus.

Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian AS, porsinya terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar 70%. Apalagi dengan rata-rata upah yang kenaikannya jauh lebih rendah dari inflasi. Di bulan Juni, rata-rata upah per jam tumbuh 5,2% (yoy), selain daya beli menurun, warga AS juga merasa semakin miskin.

"Masyarakat semakin miskin. Jadi ini bukan resesi, tetapi benar-benar terasa seperti resesi," kata Ludovic Subran, kepala ekonom di Allianz SE, sebagaimana dilansir Bloomberg, Rabu (6/7/2022).

Hal tersebut berdampak pada jebloknya tingkat keyakinan konsumen, dan kini tidak pede menatap perekonomian.

Conference Board kemarin melaporkan tingkat keyakinan konsumen Juni merosot menjadi 98,7, dari bulan sebelumnya 103,3. Penurunan tersebut membawa tingkat keyakinan konsumen ke titik terendah dalam 16 bulan terakhir.

Angka di bawah 100 menunjukkan konsumen pesimistis, sementara di atasnya optimistis.

"Prospek konsumen semakin suram akibat kekhawatiran akan inflasi, khususnya kenaikan harga gas dan makanan. Ekspektasi kini turun ke bawah 80, mengindikasikan pertumbuhan yang lebih lemah di semester II-2022, begitu juga adanya peningkatan risiko resesi di akhir tahun," kata Lyyn Franco, direktur ekonomi Conference Board.
Guna meredam kenaikan inflasi, bank sentral AS (The Fed) agresif menaikkan suku bunga. Hingga Juni lalu, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.

Bulan ini, bank sentral paling powerful di dunia ini akan kembali menaikkan sebesar 50 - 75 basis poin, dan di akhirnya tahun suku bunga diproyeksikan berada di kisaran 3,25% - 3,5%

Masalah muncul di sini, suku bunga yang dianggap pro pertumbuhan berada di bawah 2,5%, sementara di atasnya akan memicu kontraksi ekonomi.

Maklum saja, dengan suku bunga tinggi, kredit akan seret, ekspansi dunia usaha juga akan melambat, begitu juga dengan belanja konsumen yang akan semakin tertekan.
Alhasil, cuma masalah waktu Amerika Serikat akan mengalami mengalami resesi.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sinyal-Sinyal Resesi di Amerika Serikat


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran Vs Israel Membara, Kemana Dana Investor Kakap Lari?

Pages