
Di Eropa: Rupiah Cuma Kalah Dengan Euro!

Jakarta, CNBC Indonesia- Kurs rupiah berhasil menguat terhadap poundsterling dan dolar franc swiss pada perdagangan Senin (11/7). Namun, rupiah terkoreksi terhadap euro.
Melansir Refinitiv, pukul 11:40 WIB, euro menguat terhadap rupiah 0,38% ke 15.178,08/EUR. Namun, poundsterling terkoreksi terhadap rupiah sebanyak 0,42% ke Rp 17.935,54/GBP dan dolar franc swiss melemah 0,29% ke Rp 15.288,71/CHF.
Rilis data ekonomi dari dalam negeri tampaknya berhasil menopang penguatan rupiah hari ini. Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Survei Penjualan Eceran per Mei 2022 yang diukur dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) berada di 234,1.
Secara bulanan (month-to-month/mtm), penjualan ritel memang terkontraksi atau tumbuh negatif 2,1% karena berakhirnya musim Ramadan-Idul Fitri. Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), tumbuh positif 2,9%.
Untuk Juni, BI memperkirakan IPR di 229,1. Masih turun 2,1% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tetapi melesat 15,4% secara tahunan.
Artinya, kegiatan ekonomi Indonesia kian berangsur pulih ditandai dengan potensi meningkatnya konsumsi masyarakat. Konsumsi rumah tangga memegang peranan penting terhadap perekonomian, ketika tingkat konsumsi rumah tangga meningkat maka ekonomi pun akan tumbuh.
Sementara itu, Inggris sedang mengalami gejolak politik setelah puluhan Menteri dan pembantunya di kabinet mengundurkan diri.
Buntut aksi mundur berjamaah itu, membuat Perdana Menteri (PM) Boris Johnson pun mengundurkan diri pada pekan lalu. Hal tersebut tentunya menjadi katalis negatif untuk pergerakan mata uangnya, tidak heran jika rupiah pun berhasil menguat.
Pada Minggu (10/7), sebanyak sembilan kandidat telah menyatakan niatnya untuk mencalonkan diri, termasuk Menteri Perdagangan Penny Mordaunt, Menteri Transportasi Grant Shapps, Menteri Keuangan Nadhim Zahawi dan mantan Menteri Jeremy Hunt dan Sajid Javid.
Memasuki persaingan, Shapps, Zahawi, Hunt dan Javid semuanya menjanjikan pemotongan pajak, menempatkan mereka terhadap favorit saat ini.
Tidak jauh berbeda, kawasan Eropa sedang terancam karena pipa tunggal terbesar yang membawa gas Rusia ke Jerman pada hari ini mulai pemeliharaannya dan diperkirakan akan berhenti selama sepuluh hari hingga 21 Juli.
Eropa khawatir Rusia dapat memperpanjang pemeliharaan terjadwal untuk membatasi pasokan gas Eropa lebih lanjut, mengacaukan rencana untuk mengisi penyimpanan untuk musim dingin dan meningkatkan krisis gas yang telah mendorong tindakan darurat dari pemerintah dan tagihan yang sangat tinggi bagi konsumen.
Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan negara itu harus menghadapi kemungkinan bahwa Rusia akan menangguhkan aliran gas melalui Nord Stream 1 di luar periode pemeliharaan yang dijadwalkan.
"Berdasarkan pola yang telah kita lihat, tidak akan terlalu mengejutkan sekarang jika beberapa detail teknis kecil ditemukan dan kemudian mereka bisa mengatakan 'sekarang kita tidak bisa menyalakannya lagi'," katanya dikutip dari Reuters.
Meskipun, euro berhasil menguat terhadap rupiah hari ini, tapi sentimen negatif masih membayangi. Eropa diketahui masih bergantung pada gas Rusia sebanyak 40%.
Zongqiang Luo, analis gas di konsultan Rystad Energy memprediksikan adanya potensi resesi jika aliran gas Rusia dihentikan.
Selain itu, Goldman Sachs juga memprediksikan bahwa jika pemeliharaan diperpanjang maka akan mengakibatkan penurunan sebanyak 9% dalam produksi gas yang dilaporkan sejauh ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Eropa Diprediksi Melambat, Tapi Euro Cs Masih Menguat