Newsletter

Wall Street Sudah Ijo Royo-royo, Kabar Baik Buat IHSG?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
30 June 2022 06:20
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Rabu (29/6/2022) kemarin kembali berkinerja kurang baik, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan harga harga obligasi pemerintah RI ditutup melemah.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup merosot 0,77% ke posisi 6.942,35 dan menjadikan perdagangan kemarin terkoreksi selama tiga hari beruntun.

Sejak pembukaan perdagangan kemarin, IHSG sudah berada di zona merah. Selang 5 menit perdagangan, IHSG terpantau berbalik arah ke zona hijau dan terapresasi tipis.

Setelah sempat kembali ke level psikologis 7.000 sekitar 10 menit kemudian, IHSG terpantau kembali longsor dan bertahan di zona merah hingga penutupan perdagangan.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 12 triliun dengan melibatkan 19 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 189 saham terapresiasi, 356 saham terdepresiasi, dan 141 saham mendatar.

Investor asing terus melakukan aksi jual bersih (net sell) hingga kemarin, di mana asing membukukan net sell hingga mencapai Rp 1,01 triliun di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.

Secara terperinci, di pasar reguler, asing net sell sebesar Rp 1,03 triliun. Tetapi di pasar tunai dan negosiasi, asing justru melakukan net buy sebanyak Rp 28,57 miliar.

Di Asia-Pasifik, seluruh bursa utama mengalami koreksi, tidak ada yang ditutup menguat. Koreksi yang paling parah dibukukan oleh indeks Hang Seng Hong Kong yang ditutup ambruk 1,82%, disusul oleh KOSPI Korea Selatan dan Shanghai Composite China.

Sedangkan untuk IHSG berada di posisi keenam dari bursa Asia-Pasifik yang koreksinya cenderung lebih rendah. Indeks Straits Times Singapura menjadi yang paling kecil koreksinya kemarin yakni hanya turun 0,17%.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Rabu kemarin kembali ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sentimen pelaku pasar yang memburuk serta spekulan yang memborong dolar AS membuat rupiah kurang diutungkan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan kemarin dengan melemah 0,03% ke Rp 14.840/US$. Setelahnya rupiah sempat menguat 0,24% ke Rp 14.800/US$, tetapi setelahnya berbalik melemah.

Di penutupan perdagangan kemarin, rupiah berada di Rp 14.849/US$, melemah 0,09% di pasar spot. Dengan demikian, rupiah melemah dua hari beruntun, setelah menguat cukup tajam di awal pekan.

Sementara untuk mata uang Asia-Pasifik lainnya, secara mayoritas juga mengalami pelemahan. Hanya yuan China dan baht Thailand yang menguat dihadapan sang greenback kemarin.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Rabu kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin secara mayoritas mengalami pelemahan harga dan kenaikan imbal hasil (yield), menandakan bahwa investor cenderung melepasnya kemarin.

Hanya SBN tenor 5, 10, dan 25 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan penurunan yield dan penguatan harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 5 tahun menurun signifikan sebesar 23,8 basis poin (bp) ke posisi 6,323%, sedangkan yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara turun 0,4 bp ke 7,288%, dan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun melemah 2,2 bp ke 7,556%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Rabu kemarin.

Sentimen pasar kembali memburuk setelah dirilisnya indeks keyakinan konsumen (IKK) AS versi Conference Board (CB) pada Selasa lalu waktu AS.

IKK AS versi CB pada Juni tahun ini merosot menjadi 98,7, dari bulan sebelumnya di angka 103,3. Penurunan tersebut membawa tingkat keyakinan konsumen ke titik terendah dalam 16 bulan terakhir.

Indeks ini menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Bila di bawah 100, maka tandanya konsumen sedang tidak percaya diri melihat kondisi perekonomian saat ini hingga beberapa bulan mendatang.

"Prospek konsumen semakin suram akibat kekhawatiran akan inflasi, khususnya kenaikan harga gas dan makanan. Ekspektasi kini turun ke bawah 80, mengindikasikan pertumbuhan yang lebih lemah di semester II-2022, begitu juga adanya peningkatan risiko resesi di akhir tahun," kata Lyyn Franco, direktur ekonomi Conference Board, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (28/6/2022) lalu.

Saat tingkat keyakinan konsumen merosot, ekspektasi inflasi justru meroket. Conference Board menunjukkan ekspektasi inflasi dalam 12 bulan ke depan mencapai 8%, tertinggi sejak data mulai dikumpulkan pada Agustus 1987.

Tingginya ekspektasi inflasi tersebut membuat pasar melihat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bisa semakin agresif dalam menaikkan suku bunga acuannya.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street sedikit berkinerja baik pada perdagangan Rabu kemarin, setelah ketiga indeks utama di Wall Street gagal mempertahankan relinya pada Senin dan Selasa lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,27% ke posisi 31.029,31. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masih ditutup di zona merah, meski cenderung tipis-tipis. S&P 500 terkoreksi tipis 0,07% ke 3.818,83, dan Nasdaq turun tipis 0,03% ke 11.177,89.

Ketika kuartal II-2022 akan berakhir pada Kamis, hari ini, kekhawatiran akan resesi meningkat kembali.

Kekhawatiran atas ekonomi yang melambat dan kenaikan suku bunga yang agresif menghabiskan sebagian besar paruh pertama tahun ini karena investor terus mencari titik terendah dari aksi jual pasar yang ganas.

"Kami memperkirakan volatilitas yang signifikan pada musim panas ini dengan reli mencengangkan jangka pendek diikuti koreksi yang dipicu oleh kabar ekonomi," tutur analis senior Wells Fargo, Christopher Harvey dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.

Indeks S&P 500 yang telah terkoreksi sekitar 20% sepanjang tahun ini dan berada di jalurnya sebagai paruh pertama terburuk sejak 1970, ketika indeks kehilangan 21,01%.

Sementara itu, secara triwulanan, baik indeks Dow Jones dan S&P 500, berada di jalur untuk kinerja terburuk mereka sejak 2020. Nasdaq menuju periode tiga bulan terburuk sejak 2008.

Sementara itu kemarin, Presiden bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Cleveland, Loretta Mester mengatakan dia akan mengadvokasi kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp) pada pertemuan bank sentral Juli jika kondisi ekonomi tetap sama pada saat itu.

"Saya belum melihat angka-angka di sisi inflasi yang perlu saya lihat untuk berpikir bahwa kita dapat kembali ke kenaikan 50 bp," katanya kepada CNBC International.

Perdagangan Rabu kemarin di Wall Street cenderung mengikuti pergerakan perdagangan sehari sebelumnya, di mana ketiga indeks utama memulai sesi dengan kenaikan yang kuat.

Namun, data kepercayaan konsumen yang mengecewakan menghentikan kenaikan tersebut dan membuat saham kembali jatuh, meski pada perdagangan kemarin koreksi di S&P 500 dan Nasdaq sudah jauh berkurang, bahkan di Dow Jones pun berhasil menghijau.

Sementara itu, Ketua The Fed, Jerome Powell dalam pidatonya di forum bank sentral eropa (Europe Central Bank/ECB) kemarin berjanji bahwa pembuat kebijakan tidak akan membiarkan inflasi menguasai ekonomi AS dalam jangka panjang.

"Risikonya adalah karena banyaknya guncangan, anda mulai beralih ke rezim inflasi yang lebih tinggi. Tugas kami secara harfiah adalah mencegah hal itu terjadi, dan kami akan berusaha agar hal itu tidak terjadi hingga jangka panjang," kata Powell.

Berbicara bersama dengan tiga rekan globalnya, Powell melanjutkan pembicaraan kerasnya tentang inflasi di AS yang saat ini berjalan pada level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

Dalam waktu dekat, The Fed telah melembagakan beberapa kenaikan suku bunga untuk mencoba menahan kenaikan harga yang cepat. Tetapi Powell mengatakan bahwa penting juga untuk menahan ekspektasi inflasi dalam jangka panjang, sehingga tidak mengakar dan menciptakan siklus yang terpenuhi dengan sendirinya.

"Waktu terus berjalan, di mana kita mengalami inflasi yang tinggi selama lebih dari setahun. Akan menjadi manajemen risiko yang buruk bila hanya mengasumsikan ekspektasi inflasi jangka panjang itu akan tetap berlabuh tanpa batas dalam menghadapi inflasi tinggi yang terus-menerus. Jadi kami sejatinya tidak mau melakukan itu," kata Powell.

Dari kabar korporasi, kemarin, saham General Mills melonjak 6,4% setelah perusahaan berhasil melampaui proyeksi laba dan pendapatan untuk kuartal terakhir.

Sedangkan saham Bed Bath & Beyond anjlok hingga 23,6%, setelah perusahaan membukukan kerugian besar pada pendapatan kuartal I-2022 dan ekspektasi pendapatan serta mengumumkan CEO-nya mengundurkan diri.

Sedangkan saham Goldman Sachs melesat 1,3% setelah Bank of America meningkatkan pembeliannya dan mengatakan bahwa perusahaan perbankan akan berkembang bahkan dalam perlambatan ekonomi.

Saham Amazon juga melesat 1,4%, setelah JPMorgan mengulangi peringkat kelebihan beratnya pada saham dan Redburn memulainya dengan membeli. Meta Platforms naik 2%, sementara Apple dan Microsoft masing-masing naik lebih dari 1%.

Namun, beberapa saham produsen chip ambles setelah Bank of America menurunkan peringkat (rating) beberapa perusahaan produsen chip karena meningkatnya persaingan.

Saham Teradyne ambles 5,2%, sedangkan saham Advanced Micro Devices dan Micron masing-masing merosot lebih dari 3%.

Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang mulai membaik, meski kedua indeks yakni S&P 500 dan Nasdaq masih terkoreksi tetapi sudah mulai terpangkas koreksinya.

Wall Street yang masih cenderung kurang bergairah terjadi karena investor masih khawatir akan potensi resesi yang meningkat kembali.

Kekhawatiran atas ekonomi yang melambat dan kenaikan suku bunga yang agresif menghabiskan sebagian besar paruh pertama tahun ini karena investor terus mencari titik terendah dari aksi jual pasar yang ganas.

Di sisa perdagangan kuartal kedua tahun 2022 atau semester I-2022, investor masih cenderung berhati-hati sembari memantau apakah pasar saham sudah mencapai titik bottom-nya atau justru masih terkoreksi.

Selain itu, investor akan mengevaluasi pernyataan Ketua The Fed, Powell di forum ECB kemarin. Powell berjanji bahwa pembuat kebijakan tidak akan membiarkan inflasi menguasai ekonomi AS dalam jangka panjang.

"Risikonya adalah karena banyaknya guncangan, anda mulai beralih ke rezim inflasi yang lebih tinggi. Tugas kami secara harfiah adalah mencegah hal itu terjadi, dan kami akan berusaha agar hal itu tidak terjadi hingga jangka panjang," kata Powell.

Berbicara bersama dengan tiga rekan globalnya, Powell melanjutkan pembicaraan kerasnya tentang inflasi di AS yang saat ini berjalan pada level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

Dalam waktu dekat, The Fed telah melembagakan beberapa kenaikan suku bunga untuk mencoba menahan kenaikan harga yang cepat. Tetapi Powell mengatakan bahwa penting juga untuk menahan ekspektasi inflasi dalam jangka panjang, sehingga tidak mengakar dan menciptakan siklus yang terpenuhi dengan sendirinya.

"Waktu terus berjalan, di mana kita mengalami inflasi yang tinggi selama lebih dari setahun. Akan menjadi manajemen risiko yang buruk bila hanya mengasumsikan ekspektasi inflasi jangka panjang itu akan tetap berlabuh tanpa batas dalam menghadapi inflasi tinggi yang terus-menerus. Jadi kami sejatinya tidak mau melakukan itu," kata Powell.

Di lain sisi, menurut Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester mengatakan dia akan mengadvokasi kenaikan suku bunga sebesar 75 bp pada pertemuan bank sentral Juli jika kondisi ekonomi tetap sama pada saat itu.

"Saya belum melihat angka-angka di sisi inflasi yang perlu saya lihat untuk berpikir bahwa kita dapat kembali ke kenaikan 50 bp," katanya kepada CNBC International.

Masih dari AS, Ekonomi Negeri Paman Sam berkontraksi sedikit lebih banyak dari perkiraan awalnya pada kuartal I-2022 karena defisit perdagangan melebar ke rekor tertinggi dan kebangkitan pandemi Covid-19 yang membatasi pengeluaran untuk layanan seperti rekreasi.

Produk Domestik Bruto (PDB) final pada kuartal I-2022 turun menjadi 1,6%, direvisi turun dari laju penurunan 1,5% yang dilaporkan bulan lalu.

Itu adalah penurunan pertama dalam PDB sejak resesi pandemi yang singkat dan tajam hampir dua tahun lalu. Perdagangan mengurangi 3,23 poin persentase yang belum direvisi dari PDB.

Ekonom dalam polling Reuters memperkirakan bahwa laju kontraksi tidak akan direvisi pada tingkat 1,5%. PDB AS pada awalnya diperkirakan mengalami kontraksi pada tingkat 1,4%. Itu tumbuh pada kecepatan 6,9% yang kuat di kuartal keempat tahun lalu. PDB AS berada 2,7% di atas levelnya pada kuartal keempat 2019.

Pada hari ini, pelaku pasar perlu mencermati beberapa rilis data ekonomi. Di kawasan Asia-Pasifik, pelaku pasar bakal memantau rilis data aktivitas manufaktur resmi China yang tergambarkan pada Purchasing Manager Index (PMI).

PMI manufaktur China versi NBS diperkirakan masih terkontraksi dari 49,6 pada bulan sebelumnya menjadi 48,3 pada bulan Juni.

Kemudian, data final dari pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal I-2022 juga akan dirilis pada hari ini, di mana data final PDB Inggris diprediksi tumbuh 0,8% secara bulanan, melambat dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 1,3%. Pertumbuhan ekonomi tahunan diprediksi sebesar 8,7% dari sebelumnya 6,6%.

Kembali ke AS, data indeks belanja perorangan (personal consumption expenditure/PCE) per Mei juga akan dirilis pada hari ini, di mana secara tahunan diprediksi sebesar 6,7% dan secara bulanan sebesar 0,9%, menurut konsensus Tradingeconomics. Keduanya meningkat dari bulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 6,3% dan 0,2%.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data indeks keyakinan bisnis Korea Selatan periode Juni 2022 (04:00 WIB),
  2. Rilis data produksi industri Korea Selatan periode Mei 2022 (06:00 WIB).
  3. Rilis data penjutalan ritel Korea Selatan periode Mei 2022 (06:00 WIB),
  4. Rilis data awal produksi industri Jepang periode Mei 2022 (06:50 WIB),
  5. Rilis data PMI manufaktur China versi NBS periode Juni 2022 (08:30 WIB),
  6. Rilis data final pertumbuhan ekonomi Inggris periode kuartal I-2022 (13:00 WIB),
  7. Rilis data transaksi berjalan Inggris periode kuartal I-2022 (13:00 WIB),
  8. Rilis data tingkat pengangguran Uni Eropa periode Mei 2022 (16:00 WIB),
  9. Rilis data indeks harga konsumen PCE Amerika Serikat periode Mei 2022 (19:30 WIB),
  10. Rilis data klaim pengangguran mingguan periode pekan yang berakhir 26 Juni 2022 (19:30 WIB),
  11. Pidato Presiden bank sentral Eropa, Christine Lagarde (20:30 WIB).

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. RUPS Tahunan PT Paninvest Tbk (08:30 WIB),
  2. RUPS-LB & Tahunan PT Transkon Jaya Tbk (09:00 WIB),
  3. RUPS Tahunan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (09:00 WIB),
  4. RUPS-LB & Tahunan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (09:00 WIB),
  5. RUPS Tahunan PT Gudang Garam Tbk (09:00 WIB),
  6. RUPS Tahunan PT Suryamas Dutamakmur Tbk (10:00 WIB),
  7. RUPS Tahunan PT Pudjiadi & Sons Estate Tbk (10:00 WIB),
  8. RUPS Tahunan PT Panin Financial Tbk (10:00 WIB),
  9. RUPS-LB & Tahunan PT Pradiksi Gunatama Tbk (10:00 WIB),
  10. RUPS Tahunan PT Megapower Makmur Tbk (10:00 WIB),
  11. RUPS-LB & Tahunan PT Lippo General Insurance Tbk (10:00 WIB),
  12. RUPS Tahunan PT Indonesia Paradise Property Tbk (10:00 WIB),
  13. RUPS Tahunan PT Graha Layar Prima Tbk (10:00 WIB),
  14. RUPS-LB & Tahunan PT Budi Starch & Sweetener Tbk (10:30 WIB),
  15. RUPS Tahunan PT Resource Alam Indonesia Tbk (11:00 WIB),
  16. RUPS Tahunan PT Fast Food Indonesia Tbk (11:00 WIB),
  17. RUPS Tahunan PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (13:00 WIB),
  18. RUPS-LB & Tahunan PT Gema Grahasarana Tbk (13:00 WIB),
  19. RUPS Tahunan PT Soho Global Health Tbk (13:30 WIB),
  20. RUPS-LB & Tahunan PT Tunas Baru Lampung Tbk (14:00 WIB),
  21. RUPS Tahunan PT Sigma Energy Compressindo Tbk (14:00 WIB),
  22. RUPS Tahunan PT Putra Mandiri Jembar Tbk (14:00 WIB),
  23. RUPS Tahunan PT Lima Dua Lima Tiga Tbk (14:00 WIB),
  24. RUPS Tahunan PT Champ Resto Indonesia Tbk (14:00 WIB),
  25. RUPS-LB & Tahunan PT Darma Henwa Tbk (14:00 WIB),
  26. RUPS Tahunan PT Cita Mineral Investindo Tbk (14:00 WIB),
  27. RUPS Tahunan PT Bumi Resources Minerals Tbk (14:00 WIB),
  28. RUPS Tahunan PT Perma Plasindo Tbk (14:00 WIB),
  29. Pembayaran dividen tunai PT Rukun Raharja Tbk,
  30. Pembayaran dividen tunai PT Bank Pan Indonesia Tbk,
  31. Pembayaran dividen tunai PT Multifiling Mitra Indonesia Tbk,
  32. Pembayaran dividen tunai PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk,
  33. Pembayaran dividen tunai PT Hartadinata Abadi Tbk,
  34. Pembayaran dividen tunai PT Catur Sentosa Adiprana Tbk.

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2021 YoY)

5,01%

Inflasi (Mei 2022 YoY)

3,55%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2022)

3,5%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

4,85% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2022 YoY)

0,07% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2022 YoY)

US$ 1,82 miliar

Cadangan Devisa (Mei 2022)

US$ 135,6 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular