Kabar Buruk Semua! Awas IHSG Nyungsep Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia kembali tertekan di pekan ini, dan kemungkinan besar akan berlanjut pada pekan depan. Sebabnya, ada beberapa sentimen negatif baik dari dalam maupun luar negeri.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pada pekan lalu sebenarnya sempat menguat lebih dari 1%. Sayangnya, pada Jumat lalu IHSG jeblok hingga 1,34% yang membuatnya mencatat pelemahan dengan persentase yang sama dalam sepekan.
Rupiah juga bernasib sama. Sepanjang pekan ini pelemahannya melawan dolar Amerika Serikat (AS) tercatat sebesar 0,8% ke Rp 14.550/US$.
Hal yang sama juga dialami pasar obligasi, Mayoritas yield Surat Berharga Negara (SBN) mengalami kenaikan.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika yield naik artinya harga turun. Ketika harga turun, artinya ada kasi jual.
Hanya yield SBN tenor 15 tahun, 25 dan 30 tahun yang mengalami penurunan, sementara yang lainnya naik.
Baik IHSG, Rupiah dan SBN berisiko langsung tertekan pada perdagangan Senin besok. Sebab, sentimen pelaku pasar sedang memburuk pasca rilis data inflasi Amerika Serikat Jumat lalu.
Data terbaru menunjukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada Mei 2022 melesat 8,6% year-on-year (yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981. Kemudian inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan naik 6% (yoy). Secara bulanan (month-to-month/mtm) inflasi naik 1% dan inflasi inti 0,6% (mtm).
Harga energi berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi. Sepanjang Mei harga energi naik 3,9% dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Mei 2021, harga energi melonjak hingga lebih dari 34%.
Dengan harga minyak mentah yang masih tinggi saat ini, ada kekhawatiran inflasi masih akan terus meninggi.
Ketika inflasi akan terus menanjak, maka konsumsi rumah tangga, salah satu tulang punggung perekonomian, berisiko terpukul.
Guna meredam inflasi, bank sentral menaikkan suku bunga dengan agresif, hal ini bisa menghambat ekspansi dunia usaha, begitu juga konsumsi rumah tangga. Alhasil. pelambatan ekonomi tak bisa dihindari. Risiko resesi semakin meninggi.
Tidak hanya di Amerika Serikat, beberapa negara juga mengalami nasib yang sama. Meski Indonesia diperkirakan kebal terhadap resesi, tetapi pelambatan ekonomi global juga bisa menyeret pertumbuhan ekonomi Indonesia.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Jadi Fokus, Kasus Covid-19 Dalam Negeri Menanjak
(pap/pap)