
Rubel Mata Uang Terbaik di Dunia, Rusia Malah Jadi Merana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang rubel Rusia memberikan kejutan di pasar keuangan global. Awal Maret lalu, rubel jeblok melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga menyentuh level terlemah sepanjang sejarah. Tetapi, kini malah jadi mata uang terbaik di dunia. Penguatannya yang paling besar, padahal dolar AS sedang kuat-kuatnya.
![]() |
Perang Rusia dengan Ukraina membuat negara pimpinan Vladimir Putin ini diberikan banyak sanksi oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Mulai dari sektor keuangan hingga energi, mulai dari korporasi hingga individu.
Dari sektor keuangan, setidaknya 7 bank dan institusi Rusia dikeluarkan dari jejaring informasi perbankan internasional yang dikenal sebagai SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication), yakni semacam platform jejaring sosial bagi bank.
Selain akan memutus SWIFT dari Rusia, Amerika Serikat dan Sekutu juga membekukan cadangan devisa bank sentral Rusia yang ditempatkan di luar negeri.
Cadangan devisa Rusia saat ini sebesar US$ 643 miliar, yang sebagian besar ditempatkan di bank sentral AS, Eropa dan China dengan estimasi sekitar US$ 492 miliar, melansir Forbes.
Pembekuan aset tersebut membuat bank sentral Rusia tidak bisa menggunakan cadangan devisanya, guna menstabilkan nilai tukar rubel.Alhasil, nilai tukar rubel jeblok hingga menyentuh RUB 150/US$ pada 7 Maret lalu, yang merupakan rekor terlemah sepanjang sejarah. Dibandingkan posisi akhir 2021 hingga ke rekor tersebut, rubel jeblok lebih dari 101%.
Bank sentral Rusia (Central Bank of Russia/CBR) bergerak cepat melihat jebloknya rubel dengan mengerek suku bunga menjadi 20% dari sebelumnya 9,5%. Selain itu, pemerintah Rusia juga menerapkan kebijakan capital control yang pada akhirnya membuat rubel terus menguat.
Kebijakan capital control memberikan dampak yang besar terhadap penguatan rubel. Kebijakan tersebut mewajibkan perusahaan Rusia mengkonversi 80% valuta asingnya menjadi rubel. Rusia juga meminta gas dan minyak yang diimpor oleh negara-negara Eropa dibayar menggunakan rubel.
Selain itu, warga Rusia sebelumnya juga dilarang mengirim uang ke luar negeri, kebijakan tersebut kemudian dilonggarkan dengan memperbolehkan transfer maksimal US$ 10.000/bulan per individu.
Alhasil, rubel berbalik menguat tajam melawan dolar AS.
Sayangnya, penguatan tersebut justru bisa berdampak buruk bagi Rusia. CBR pun memangkas suku bunga 2 bulan beruntun hingga menjadi 14%, sebab rubel menguat tajam dan inflasi diperkirakan akan melandai.
Namun, rubel masih terus menguat, kebijakan capital control menjadi kunci penguatan tersebut.
Rubel yang terlalu kuat justru membuat eksportir akan kesulitan menjual produknya, begitu juga pendapatan Rusia akan terancam seret.
"Semakin kuat nilai tukar maka defisit anggaran akan semakin besar. Penguatan itu akan mempersulit para eksportir, menaikkan biaya dan mengurangi pendapatan," kata Evgeny Kogan, profesor di Higher School of Economic di Moskow, sebagaimana dilansir Bloomberg, Senin (23/5/2022).
Menurut Kogan, nilai tukar rubel yang mendukung perekonomian berada di kisaran RUB 78 - 80/US$.
Risiko yang dihadapi Rusia tersebut membuat pemerintah Rusia dikatakan berencana melonggarkan kebijakan capital control.
Eksportir yang sebelumnya diwajibkan mengkonversi 80% valuta asingnya diperkirakan akan diturunkan menjadi 50%, menurut sumber yang dikutip Bloomberg. Kebijakan tersebut dikatakan paling cepat akan berlaku di pekan ini, dan rubel diperkirakan akan melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article URAAAA!! Rubel Rusia Mata Uang Terbaik Dunia, Ini Penyebabnya