
ECB dan BOE Agresif, Rupiah Ambrol!

Jakarta, CNBC Indonesia- Kurs rupiah terkoreksi terhadap euro, poundsterling, dan dolar franc swiss pada perdagangan hari ini, Selasa (17/5/2022). Bank sentral wilayah Eropa dan Inggris diprediksikan akan mengetatkan kebijakan moneternya, sehingga mendorong penguatan pada mata uangnya.
Melansir Refinitiv, pukul 12:00 WIB, rupiah terkoreksi cukup tajam terhadap euro sebanyak 0,53% ke Rp 15.273,09/EUR dan rupiah melemah terhadap poundsterling 0,56% di Rp 18.096,3/GBP.
Hal serupa terjadi pada dolar franc swiss menguat terhadap Mata Uang Tanah Air sebesar 0,35% ke Rp 14.629,28/CHF.
Tren inflasi di wilayah Eropa dan Inggris masih menjadi sorotan utama bagi bank sentral wilayahnya. Kemarin, Gubernur Bank of England (BOE) Andrew Bailey mengatakan bahwa lonjakan inflasi saat ini merupakan tantangan terbesar bank sentral sejak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1997.
Bailey dikritik karena gagal bertindak cepat terhadap inflasi oleh beberapa anggota parlemen dari Partai Konservatif. Padahal, pada bulan Desember lalu, BOE menjadi bank sentral besar pertama yang menaikkan suku bunga acuan sejak awal pandemi dan belum dapat menghentikan lonjakan infasi. Inflasi Inggris di bulan Maret 2022 berada di 7% yang merupakan level tertinggi sejak 30 tahun.
Pada awal Mei, BOE telah memperingatkan bahwa Inggris berisiko mengalami inflasi ganda di atas 10% di akhir tahun ini dan potensi resesi. BOE pun akhirnya memberikan pernyataan bahwa sebagian besar pembuat kebijakan percaya untuk mengetatkan kebijakan moneter dalam beberapa bulan mendatang.
Hal serupa, bank sentral Eropa (ECB) juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade pada bulan Juli dan September, meskipun kemungkinan resesi sebanyak 30%, jika mengacu pada jajak pendapat analis Reuters.
Di zona Eropa, inflasi mencapai rekor tertinggi 7,5% di bulan April, naik dari 7,4% di bulan Maret.
Sebanyak 46 analis dari total 48 analis memperkirakan suku bunga acuan akan naik pada kuartal ketiga, dan sebanyak 26 analis memproyeksi kenaikan sebanyak 50 basis poin pada pertemuan Juli dan September. Namun, 18 analis memperkirakan kenaikan hanya 25 basis poin di kuartal ketiga dan sisanya menilai hanya kenaikan 10 basis poin.
Lantas, bagaimana dengan Bank Indonesia?
Pada awal pekan di bulan Mei, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka inflasi Indonesia bulan April yang melesat ke level 3,47% secara tahunan dan menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2019. Inflasi tahunan tersebut semakin mendekati target BI yang berada di kisaran 2-4%.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo memastikan reaksi kebijakan BI akan sangat bergantung pada penyebab inflasi, serta BI akan melakukan sejumlah upaya untuk meredam inflasi, termasuk dengan memperkuat kerja sama dengan pemerintah.
"BI terus memonitor resiko inflasi ke depan, besaran dan timing dari respons kebijakan moneter akan tergantung pada faktor-faktor penyebab inflasi. Jika tekanan inflasi, khususnya inflasi inti, dipandang permanen dan akan melampaui sasaran, BI siap mengambil langkah-langkah berikutnya termasuk penyesuaian suku bunga," tutur Dody, kepada CNBC Indonesia.
Well, jika BI menaikkan suku bunga acuannya yang sejalan dengan tren bank sentral dunia lainnya, akan menjaga daya tarik dan stabilitas rupiah. Sehingga, keperkasaan mata uang di Benua Biru, akan dapat terminimalisir dampaknya pada nilai tukar rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Eropa Diprediksi Melambat, Tapi Euro Cs Masih Menguat