Elon Musk Bilang Harga Nikel Mahal, Pantasnya Berapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Elon Musk menyebut harga nikel sudah kemahalan. Ucapan bos Tesla tersebut lantas tidak baik bagi Indonesia yang notabene merupakan produsen tambang dan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia.
"Banyak pabrikan mobil dan perusahaan baterai melakukan shifting yang tadinya pakai nikel menjadi teknologi yang lebih murah, termasuk Tesla," jelas Septian Hario Seto, Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/5/2022).
Indonesia memang merupakan produsen nikel terbesar di dunia dengan hasil produksi mencapai 1 juta ton pada tahun 2021 dengan cadangan sebesar 21 juta ton.
![]() |
Akan tetapi, hasil produk nikel Indonesia mayoritas masih merupakan kelas 2 yang belum cukup syarat menjadi bahan utama baterai listrik. Sementara nikel yang dibutuhkan adalah kelas 1 dengan tingkat kemurnian 99,96%.
Menurut booklet nikel yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2019 produksi nikel Indonesia didominasi oleh Ferronickel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI) yang merupakan kelas 2. Sementara produksi Nikel MHP yang merupakan cikal bakal nickel sulphate atau cobalt sulphate, bahan baku komponen baterai, masih nihil.
Artinya, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk membangun smelter yang pantas digunakan sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Pastinya ini memerlukan modal besar dan waktu. Akan tetapi, Indonesia sudah berkomitmen mewujudkan langkah tersebut.
![]() |
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan saat ini terdapat lima smelter dengan teknologi HPAL tengah dibangun. Kelima smelter tersebut ditargetkan bisa operasi pada 2022 atau paling lambat pada 2023.
Asal tahu saja, High Pressure Acid Leach (HPAL) adalah metode yang digunakan di smelter untuk menghasilkan produk MHP. Adapun total belanja modal atau investasi dari keenam smelter HPAL tersebut diperkirakan mencapai US$ 5,13 miliar atau sekitar Rp 75,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.800/US$), ujar Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif.
"Proyek smelter HPAL merupakan proyek yang sensitif disebabkan nilai capex (belanja modal) yang besar, bahkan lebih besar daripada RKEF (Rotary Kiln-Electric Furnace)," ujarnya dalam sebuah diskusi tentang nikel secara virtual.
Menurutnya, investasi untuk smelter HPAL bisa mencapai US$ 65.000/ton nikel, sementara RKEF hanya US$ 13.000/ton nikel. Selain itu, lanjutnya, Indonesia belum menguasai teknologi ini karena mayoritas dunia didominasi oleh penyedia teknologi dari Jepang seperti yang dimiliki Sumitomo dan Mitsubishi.
Dengan produksi tambang dan cadangan nikel yang melimpah, tak salah jika Indonesia kelak jadi 'tumpuan' pasokan bahan baku baterai EV di tengah pasokan yang menipis. Namun memang perlu banyak modal untuk mengkonversi menjadi nikel layak baterai EV.