Utang Rusia Rp 8,6 T Mau Jatuh Tempo! Bisa Bayar, Mr Putin?

Aulia MH Putri, CNBC Indonesia
08 April 2022 11:41
Vladimir Putin
Foto: REUTERS/Yuri Kadobnov/Pool

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca diberikannya sanksi besar-besaran oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya terhadap ekonomi Rusia, kini Negeri Beruang Merah dituntut untuk membayar utang perusahaan dan investor asing. Sebab, perusahaan dan investor ini tidak mau lagi berurusan dengan Rusia karena takut bakal ikut terseret kena sanksi.

Sanksi yang diterima Rusia menyebabkan ekonomi Rusia penuh tekanan. Tuntutan untuk membayar utang bagaikan hukuman tambahan yang membuat negara ini nyaris berada dalam kondisi gagal bayar (default).

Kondisi perang pada akhirnya menyebabkan investor di obligasi valas Rusia menghadapi ketidakpastian. Rusia akan menghadapi isolasi keuangan sehingga menyulitkan investor untuk kembali percaya.

Berbagai sanksi telah dijatuhkan terhadap Moskow. Cadangan emas Rusia di luar negeri, yang bernilai US$ 640 miliar (Rp 9.189,760 triliun), setengahnya sudah dibekukan. Rusia juga sudah ditendang dari sistem pembayaran global SWIFT.

Kini, Rusia dihadapkan kepada masalah baru. Dalam waktu dekat, kupon obligasi valas senilai lebih dari US$ 600 juta (Rp 8,61 triliun) akan jatuh tempo. Apakah investor bisa menerima haknya?

"Saat ini, pemegang obligasi sedang melakukan perencanaan skenario. Saya pikir ini menjadi jalan panjang dan berliku bagi pemegang obligasi untuk mendapatkan pengembalian," kata Kenneth Rivlin, Partner di Allen & Overy yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Rivlin mengatakan proses mendapatkan uang yang ditransfer dari Rusia ke pemegang obligasi juga rumit. Sebab, ada kemungkinan tidak ada lembaga keuangan yang mau memproses, karena lagi-lagi ogah dikaitkan dengan Rusia.

Sampai saat ini, pemegang obligasi telah mengikuti proses lewat bank koresponden JPMorgan atau Citi. "Bulan lalu, asing memiliki sekitar US$ 79 miliar surat utang Rusia, termasuk obligasi mata uang lokal, obligasi euro, dan sebagainya," sebut seorang sumber yang membisikkan kepada Reuters.

Rusia memiliki masa tenggang 30 hari untuk melakukan pembayaran kupon obligasi valas. Jika sampai batas waktu itu investor tidak menerima pembayaran, maka negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin itu akan mendapatkan status gagal bayar alias default.

"Saya membayangkan pemegang obligasi dapat menuntut Rusia karena tidak membayar, dan mungkin mereka akan mencoba meminta pengadilan untuk melampirkan aset Rusia yang dibekukan sebagai pembayaran," kata Benjamin Coates, Profesor Universitas Wake Forest, sperti diwartakan Reuters.

Seiring dengan diberlakukannya sanksi terhadap Rusia, cadangan mata uang asing yang dipegang oleh bank sentral Rusia di lembaga keuangan AS dibekukan. Namun Departemen Keuangan AS telah mengizinkan pemerintah Rusia menggunakan dana tersebut untuk melakukan pembayaran kupon obligasi valas.

"Pembayaran telah diizinkan untuk mencegah gangguan pada pasar keuangan AS dan Eropa, Beberapa pembayaran obligasi pertama juga relatif kecil, karena pembayarannya akan semakin besar, ini adalah kesempatan yang tepat untuk memaksa Rusia mengambil keputusan yang lebih sulit" kata juru bicara Departemen Keuangan AS, seperti diberitakan Reuters.

Ini adalah perihal yang serius bagi Rusia, Memulihkan diri dari default bisa menjadi proses yang lambat dan rumit karena Rusia sedang diisolasi dari sistem keuangan global. Terlebih lagi, jika Moskow juga terus berupaya membayar utang dalam rubel, hal ini semakin mendevaluasi mata uang, serta memikul beban inflasi bagi konsumen Rusia.


Jika tekanan dan sanksi terus berlanjut, maka reputasi Rusia di pasar keuangan akan ternoda hal ini akan menekan peringkat kredit Rusia dan mendorong tingkat pinjaman yang dibayarkan pemerintah dan perusahaan Rusia. Rusia diprediksi akan menemukan bunga yang terbatas saat berikutnya mencoba meminjam dana dari pasar internasional

Sekalipun perang berakhir dan sanksi dicabut sejauh mana perusahaan dan investor asing bersedia terlibat kembali dengan ekonomi Rusia?

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular