Cadangan Devisa Anjlok Buat Bayar Utang, IKN Layak Lanjut?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 April 2022 11:58
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) pada Kamis (7/4/2022) melaporkan cadangan devisa di bulan Maret turun cukup besar, mencapai US$ 2,3 miliar menjadi US$ 131,9 miliar. Posisi cadangan devisa tersebut merupakan yang terendah sejak Juli 2021.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau tujuh bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tulis BI dalam keterangan resminya.

Menurut BI salah satu penyebab penurunan cadangan devisa yakni pembayaran utang pemerintah. Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, yang pemerintah memang terus meningkat.

Berdasarkan laporan APBN KiTa edisi Maret 2022, utang pemerintah tercatat Rp 7.014,58 triliun atau setara 40,17% dari produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrument obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,88% dari seluruh komposisi utang per akhir Februari 2022. Atau sebesar Rp 6.164,2 triliun. Berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh rupiah yakni 70,07%.

Di balik menggunungnya utang Indonesia, ada sedikit kabar baiknya. Kepemilikan asing atas SBN mengalami penurunan tajam. Pada tahun 2019, asing tercatat memiliki 38,57% dari total SBN. Persentase tersebut menurun drastis menjadi 19,05% di akhir 2021, dan kini turun lagi menjadi sekitar 18%.

Dengan berkurangnya kepemilikan asing tersebut, maka jika terjadi capital outflow dari pasar obligasi akibat kenaikan suku bunga The Fed (bank sentral Amerika Serikat), tentunya tidak akan besar. Sehingga, intervensi yang akan dilakukan BI juga tidak akan besar yang bisa menghemat cadangan devisa.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Subsidi Bengkak, Pemerintah Tambah Utang atau Tunda Proyek?

Kenaikan harga komoditas memberikan efek ganda bagi Indonesia. Di satu sisi pendapatan negara melonjak, di sisi lain subsidi menjadi membengkak utamanya akibat kenaikan harga minyak mentah.

Tingginya harga komoditas membuat APBN di bulan Februari mengalami surplus Rp 19,71 triliun atau 0,11%. Dalam 5 tahun terakhir, baru kali ini APBN mampu surplus di bulan Februari.

Pendapatan negara hingga tercatat Rp 302,42 triliun atau meningkat 37,73% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, belanja negara baru menyentuh Rp 282,71 triliun atau 10,42% terhadap alokasi.

Namun, masih terlalu dini untuk happy. Ke depannya APBN bisa jebol akibat subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berisiko membengkak.

Seperti diketahui, pemerintah sudah menaikkan harga BBM jenis Pertamax (RON 92) pada 1 April lalu, tetapi untuk Pertalite (RON 90) masih dipertahankan. Padahal, konsumsi Pertalite menjadi yang tertinggi dibandingkan BBM lainnya.

Dengan harga minyak mentah yang menjulang tinggi, subsidi BBM untuk mempertahan harga Pertalite tentunya akan membengkak. Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan dengan asumsi harga minyak brent rata-rata $100 per barrel serta mengasumsikan rata-rata nilai tukar rupiah di kisaran Rp 14.350 per dollar, maka total subsidi untuk Pertalite mencapai Rp 116,1 triliun.

Untuk subsidi Elpiji, dengan asumsi konsumsi tetap 8 juta ton (sesuai APBN 2022) dan dengan asumsi nilai tukar Rp 14.350/US$1, pembengkakan subsidi diperkirakan menjadi sekitar Rp 100 triliun.

Untuk diketahui, subsidi energi dalam APBN 2022 dipatok sebesar Rp 134,02 triliun. Anggaran subsidi energi terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG Tabung 3 kilogram (kg) sebesar Rp 77,54 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 56,47 triliun. Artinya, dengan kondisi saat ini subsidi BBM dan LPG 3 kg bisa membengkak lebih dari dua kali lipat, APBN berisiko defisit lagi.

Penerbitan obligasi untuk membiayai APBN dalam kondisi saat ini akan kurang menguntungkan. Dengan The Fed yang akan agresif menaikkan suku bunga di tahun ini, yield Treasury tentunya akan semakin menanjak dan selisihnya (spread) dengan SBN menyempit.

Agar bisa menarik investor, mau tidak mau yield SBN juga harus lebih tinggi dari saat ini. Jika tidak, maka SBN akan kurang laku, lihat saja bagaimana lelang SBN dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang dilakukan pemerintah belakangan ini, peminatnya tidak seperti tahun lalu. Di sisi lain, jika yield SBN dikerek lebih tinggi, maka beban pembayaran utang ke depannya akan semakin membengkak.

Ekonom Senior Faisal Basri menyebut pemerintah terlalu memaksakan sederet proyek yang sebenarnya bisa ditunda dan lebih fokus pemulihan ekonomi. Salah satu proyek yang dimaksud yakni pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan yang akan memakan dana sebesar Rp 466 triliun.

Pembangunan IKN mayoritas akan menggunakan dana dari investor. Akan tetapi dalam tahap awal menggunakan APBN untuk pembangunan infrastruktur dasar.
"IKN kan bisa ditunda, tapi justru malah dikebut dan anggaran makin ketat," ujarnya pekan lalu, dikutip Selasa (5/4/2022).

Faisal juga mengkritisi belanja pemerintah yang tidak penting, seperti pembelian senjata. Menurutnya hal tersebut juga tidak mendesak, sehingga dana ratusan triliun yang dianggarkan setiap tahun bisa diarahkan untuk pemulihan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular