Urusan Default Rusia Belum Kelar, Apa Dampaknya ke Indonesia?

Maesaroh, CNBC Indonesia
17 March 2022 20:41
Russia Ukraine War Russia Economy
Foto: AP/Dmitri Lovetsky

Ancaman defaultnya Rusia membayangi perekonomian global dalam dua pekan terakhir. Bila Rusia gagal maka dikhawatirkan berdampak buruk kepada pasar keuangan dunia.

Lalu, bagaimana dampaknya kepada Indonesia jika proses pembayaran bunga surat utang Rusia gagal dan Rusia dinyatakan default?

Direktur Surat Utang Negara pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) Deni Ridwan mengatakan dampak default Rusia ke Indonesia tidak terlalu signifikan.

"Hubungan antara financial sector Rusia dengan Indonesia relatif terbatas, jadi dampak secara langsung ke Indonesia tidak terlalu signifikan," tutur Deni, kepada CNBC Indonesia.

Hal senada disampaikan Reny Eka Putri, Senior Quantitative Analyst (Senior Analis) Bank Mandiri. Renny mengatakan masih ada risiko default karena sanksi yang dijatuhkan sejumlah negara kepada Rusia.

"Untuk risiko default Rusia tampaknya memang akan terjadi karena sanksi yang dijatuhkan sebagai dampak invasi Rusia ke Ukraina. Namun, apakah dampaknya seperti Yunani kita harus menelusuri faktor-faktor risiko tambahan yang akan terjadi selanjutnya," tutur Renny, kepada CNBC Indonesia.

Permasalahan default pernah dialami Yunani pada 2015 lalu setelah negara tersebut gagal membayar utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Utang Yunani pada saat itu mencapai 323 miliar euro, atau hampir 180% dari produk domestik bruto (PDB).

Renny menjelaskan risiko dari krisis yang dialami Rusia tidak hanya default tetapi lebih kepada dampak ikutannya.
"Kekhawatiran terhadap Rusia tidak hanya potensi default, namun juga ancaman resesi ekonomi, pemutusan akses dana bantuan IMF, pelemahan nilai tukar, dan bank runs. Jika kondisi ini semakin parah tentu akan membuat perekonomian Rusia semakin terpuruk," ujarnya.

Bila krisis Rusia memburuk maka bisa berdampak pada meningkatnya inflasi global. Pasalnya, Rusia merupakan produsen utama dunia untuk beberapa komoditas seperti palladium.
"(Dampak) yang paling utama potensi inflasi global meningkat karena beberapa pasokan komoditas impor yang berasal dari Rusia dan Ukraina dapat terhambat," tambahnya.

Sebagai catatan, krisis keuangan Yunani dimulai sejak 2008 dan menyeret negara-negara Eropa lain seperti Portugal dan Italia.
Krisis Yunani membuat pasar keuangan global bergejolak dan menimbulkan sentimen risk aversion aset negara-negara emerging markets, termasuk Indonesia.

Investor asing di Indonesia mengalihkan investasinya ke negara lain dengan instrumen yang relatif lebih aman, seperti surat utang pemerintah Amerika Serikat (AS. Kondisi tersebut membuat capital outflow mengalir deras, menaikkan yield surat utang pemerintah, hingga menggoyang stabilitas rupiah.

William Jackson, kepala ekonom di Capital Economics untuk emerging market mengatakan eksposur perbankan global ke Rusia tidaklah terlalu besar. Rusia tidak masuk dalam penyebab sistemik keuangan dan tidak masuk kategori pemain utama dalam sistem keuangan global.

"Default lebih kepada kepada simbolis tetapi bagi pasar keuangan global tidak terlalu signifikan," tuturnya, seperti dikutip New York Post.
Meskipun sanksi membatasi Rusia dalam menggunakan cadangan mata uang asing mereka tetapi keuangan negara tersebut dalam kondisi bagus. Terlebih, kebanyakan kreditor adalah bank lokal bukan investor asing.

Dengan fakta tersebut, Jeffrey Roach, kepala ekonom LPL Financial, mengatakan default utang Rusia tidak akan memberikan dampak sedramatis default Yunani.

(mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular