Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dengan Ukraina sedang berkecamuk, sentimen pelaku pasar global pun memburuk. Dalam kondisi tersebut, investor biasanya menjauhi aset-aset berisko. Lihat saja bursa saham Amerika Serikat (AS) yang rontok, indeks S&P 500 sempat jeblok hingga lebih dari 13% di tahun ini.
Tetapi yang menarik, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) malah terus menajak dan beberapa kali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, terakhir pada Selasa (2/3) ketika nyaris menembus level 7.000.
Di balik penguatan tersebut, investor asing sangat getol memborong saham di dalam negeri. Hal ini tentunya berkebalikan dengan kondisi global saat ini yang dipenuhi ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina. Indonesia seolah menjadi "surga" investasi, investor asing tak takut menanamkan modalnya di pasar saham Indonesia.
Lihat saja, sejak Rusia memulai serangan ke Ukraina pada Kamis (24/2) hingga hari ini Jumat (4/3) investor asing tidak pernah absen melakukan aksi beli bersih (net buy). Data pasar menunjukkan, sepanjang pekan lalu, investor asing net buy lebih dari 4 triliun, dan pada bulan Februari lebih dari Rp 17 triliun.
Sepanjang tahun ini, net buy asing di pasar saham Indonesia tercatat lebih sebesar Rp 27 triliun terutama terjadi di pasar reguler.
Dari pasar obligasi pun menunjukkan hal yang sama, khususnya di bulan Februari. Data dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan sepanjang Februari aliran modal asing masuk ke pasar sekunder sebesar Rp 9,35 triliun.
Capital inflow tersebut sekaligus membalikkan outflow sekitar Rp 4 triliun yang terjadi pada bulan Januari lalu. Dengan demikian sepanjang tahun ini hingga akhir Februari lalu terjadi inflow lebih dari Rp 5 triliun di pasar obligasi.
Jika ditotal, capital inflow di pasar saham dan obligasi sepanjang tahun ini lebih dari Rp 33 triliun. Nilai tersebut terbilang besar jika melihat kondisi eksternal, perang antara Rusia dan Ukraina, kemudian rencana bank sentral AS (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga dengan agresif, yang tentunya bisa memicu capital outflow.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Fundamental RI Kuat, Asing Pede Investasi
Fundamental perekonomian Indonesia yang semakin membaik bisa jadi membuat investor asing terus mengalirkan modalnya ke Indonesia. Tidak seperti negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) begitu juga negara-negara di Eropa, inflasi di Indonesia masih rendah.
Di bulan Februari, inflasi di Indonesia dilaporkan tumbuh 2,06% year-on-year (yoy), bandingkan dengan Amerika Serikat yang sebesar 7,5% (yoy).
Selain itu, ditopang kenaikan harga komoditas neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus 21 bulan beruntun, dan membantu transaksi berjalan Indonesia membukukan surplus sebesar US$ 1,4 miliar atau 0,4% dari produk domestik bruto (PDB) di kuartal IV-2021, lebih rendah dari kuartal sebelumnya US$ 5 miliar (1,7% dari PDB) di tiga bulan sebelumnya.
Sepanjang 2021, surplus transaksi berjalan tercatat sebesar US$ 3,3 miliar (0,3% dari PDB). Kali terakhir transaksi berjalan mencatat surplus secara tahunan yakni pada 2011 lalu.
Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial bagi pergerakan rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.
Dengan surplus tersebut, stabilitas nilai tukar rupiah akan lebih terjaga yang bisa memberikan kenyamanan investor asing berinvestasi di dalam negeri. Kerugian akibat fluktuasi kurs bisa diminimalisir, begitu juga rendahnya inflasi.
Di tahun ini, transaksi berjalan memang diperkirakan akan kembali defisit, tetapi tidak akan sebesar sebelumnya. Apalagi dengan harga batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang terus menanjak mencetak rekor tertinggi, bukan tidak mungkin surplus transaksi berjalan bisa dipertahankan.
Kemudian, pemerintah juga sudah menegaskan tidak akan lagi melakukan pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bahkan akan didorong agar pandemi menjadi endemi, sehingga roda perekonomian bisa berjalan lebih kencang.
Ekonom MNC Sekuritas Tirta Citradi juga memberikan komentarnya terkait aliran modal yang masuk ke dalam negeri.
"Ini menunjukkan bahwa confidence asing terhadap Indonesia masih baik," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia.
Tirta juga menambahkan bahwa salah satu pemicu mengapa asing mau memborong saham domestik karena persoalan valuasi yang menarik dan outlook ekonomi Indonesia yang masih solid di tahun ini.
"Kita harus lihat ya, kita gunakan saja AS sebagai proxy, di tahun 2021 harga saham-saham AS sudah naik kencang. Valuasinya jadi premium, beda dengan Indonesia. Walaupun memberikan return 10% di tahun 2021, tetapi valuasinya masih oke dan fair," lanjutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA