Mayday Mayday! Suku Bunga AS Bisa Naik 7 Kali
Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi yang sangat tinggi di Amerika Serikat (AS) membuat peluang suku bunga dinaikkan dengan agresif semakin kuat. Bank sentral AS (The Fed) sebelumnya sudah mengindikasikan bisa menaikkan suku bunga tiga kali di tahun ini.
Tetapi dengan inflasi yang mencapai 7,5% year-on-year (yoy), tertinggi sejak Februari 1982, banyak analis dari bank investasi melihat The Fed akan bertindak lebih agresif, salah satunya dengan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Maret.
Citigroup, Deutche Bank, HSBC dan Nomura menjadi beberapa yang memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,5% hingga 0,75% Maret nanti.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat probabilitas sebesar 93,8% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan depan. Dan probabilitas kenaikan 25 basis poin hanya 6% saja.
Artinya, pasar melihat The Fed pasti menaikkan suku bunga bulan depan, dan kemungkinan sebesar 50 basis poin menjadi 0,5% - 0,75%.
Sementara itu, ekonom dari Goldman Sachs sejak awal bulan lalu sudah memperingatkan kemungkinan The Fed akan sangat agresif.
"Prediksi dasar kami The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di bulan Maret, Juni, September dan Desember. Tetapi Kami melihat risiko The Fed ingin menaikkan suku bunga di setiap pertemuan sampai proyeksi inflasi berubah," kata David Mericle, ekonom di Goldman Sachs kepada nasabahnya yang dikutip CNBC International, Minggu (23/1).
Kini dengan inflasi yang melesat lagi ekonom tersebut melihat peluang kenaikan suku bunga hingga 7 kali di tahun ini semakin besar.
Melihat jumlah pertemuan The Fed sebanyak 8 kali di tahun ini, dan seandainya suku bunga mulai dinaikkan bulan Maret, artinya setiap pertemuan The Fed akan menaikkan suku bunga.
Jika setiap kenaikan sebesar 25 basis poin, maka total The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 175 basis poin menjadi 1,75% - 2%.
Dari internal The Fed, James Bullard yang merupakan salah satu anggota voting pengambilan keputusan menyatakan ia ingin melihat suku bunga sudah naik 1% pada 1 Juli. Artinya, Bullard akan memberikan suara untuk kenaikan suku bunga pada Maret, Mei, dan Juni sesuai jadwal pertemuan The Fed.
Agar bisa menjadi 1%, artinya suku bunga kemungkinan akan dinaikkan 50 basis poin sekali, dan dua kali lagi masing-masing 25 basis poin.
Dengan agresivitas yang diinginkan Bullard, tentunya tidak menutup kemungkinan prediksi Goldman Sachs benar, apalagi jika inflasi tidak juga melandai. Maka pasar finansial global yang saat ini bisa dikatakan masih kalem bakal terguncang. Indonesia juga akan terkena dampak buruknya, baik dari pasar sisi pasar finansial maupun sektor riil.
Pasar saat ini sebenarnya sudah menakar kenaikan suku bunga The Fed sebanyak 4 kali.
Hal tersebut terlihat dari survei yang dilakukan Reuters pada periode 31 Januari - 2 Februari terhadap analis mata uang. Bahkan pasar juga sudah menakar kenaikan sebesar 125 basis poin, dengan kemungkinan kenaikan 50 basis poin di bulan Maret dan masing-masing 25 basis poin di tiga kenaikan selanjutnya.
Dengan kenaikan tersebut, dolar AS diprediksi masih akan mendominasi hingga 6 bulan ke depan, tetapi kenaikannya tidak akan jauh dari level saat ini.
Selain itu, median dari 24 analis menunjukkan agar dolar AS menguat tajam perlu ada tambahan kenaikan sebesar 62,5 basis poin.
Artinya total The Fed perlu menaikkan suku bunga sebesar 187,5 basis poin agar dolar AS bisa menguat tajam. Jika The Fed benar menaikkan suku bunga hingga 7 kali dengan total 175 basis poin, tentunya akan mendekati median survei tersebut dan dolar AS pun berisiko mengamuk.
Selain penguatan dolar AS, kenaikan suku bunga yang sangat agresif berisiko memicu capital outflow dari pasar finansial Indonesia, sehingga rupiah akan mendapat tekanan hebat.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Mengingat Kembali Dampak Buruk Normalisasi Kebijakan The Fed Bagi RI
(pap/pap)