Suku Bunga Fed Bisa Naik Cepat, Investor kok Buang Dolar AS?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks dolar Amerika Serikat (AS) sedang kuat-kuatnya di bulan ini setelah The Fed (bank sentral AS) resmi mengumumkan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) . Tetapi yang menarik, posisi beli bersih (net long) kontrak dolar AS justru terus menunjukkan penurunan.
Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang dirilis Jumat lalu menunjukkan posisi net long pada pekan yang berakhir 16 November turun menjadi US$ 18,3 miliar, dari pekan sebelumnya US$ 18,75 miliar.
Posisi net long tersebut merupakan dolar AS melawan yen, euro, poundsterling, franc, dolar Kanada, dan dolar Australia.
Sementara untuk posisi dolar AS melawan mata uang yang lebih luas posisi net long turun menjadi US$ 17,98 miliar dari sebelumnya US$ 18,58 miliar, dan sudah turun dalam 5 pekan beruntun.
![]() |
Jika dilihat posisi kontrak dolar AS sebenarnya terus menanjak sejak pertengahan Januari lalu. Pelaku pasar mengantisipasi terjadinya taper tantrum seperti di tahun 2013. Saat itu, dolar AS sangat perkasa. Artinya ketika berinvestasi di dolar AS akan menghasilkan cuan jumbo.
Pada pekan yang berakhir 18 Januari lalu, posisi kontrak dolar AS bahkan masih jual bersih (net sell) sebesar US$ 35,315 miliar.
Setelahnya net sell terus berkurang hingga akhirnya menjadi net buy pada pekan yang berakhir 19 Juli. Setelahnya net buy terus menanjak mencapai US$ 22,535 miliar pada pekan yang berakhir 4 Oktober. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak Juni 2019.
Setelahnya justru antiklimaks, net buy menurun dalam 5 pekan beruntun, bahkan saat The Fed resmi mengumumkan tapering 4 November lalu. Tidak ada taper tantrum, pasar justru kalem menghadapi tapering The Fed, bahkan dengan spekulasi kenaikan suku bunga dua hingga 3 kali di semester II tahun depan. Alhasil, pelaku pasar mulai melepas kontrak dolar AS mereka.
Jika terus berlanjut, penurunan net long tersebut tentunya bisa menguntungkan bagi rupiah. Apalagi, sentimen terhadap rupiah juga semakin membaik terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters yang menunjukkan pelaku pasar menambah posisi beli (long) rupiah.
Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.
Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.
![]() |
Survei terbaru yang dirilis hari ini, Kamis (18/11/2021) menunjukkan angka untuk rupiah di -0,72, naik dari 2 pekan lalu -0,41.
Rupiah juga menjadi mata uang terbaik kedua, dari 9 mata uang Asia lainnya, hanya kalah dari yuan China -87.
Semakin besar posisi long, maka nilai tukar mata uang biasanya cenderung menguat. Sehingga, menjadi kabar baik bagi rupiah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pejabat The Fed Dorong Kenaikan Suku Bunga Lebih Cepat