Di Eropa, Rupiah Kurang Gairah

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Kamis, 27/01/2022 14:52 WIB
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah di hadapan mata uang negara-negara Eropa pada perdagangan hari ini, Kamis (27/1/2022). Pembukaan kembali 'keran' aktivitas masyarakat menjadi sentimen positif di Eropa.

Pada pukul 13:15 WIB, tercatat rupiah melemah tipis 4 poin (-0,04%) di hadapan euro ke Rp 16.133,41/EUR. Rupiah juga harus terkoreksi 4,49 poin (-0,02%) terhadap poundsterling Inggris ke Rp 19.313,49/GBP.

Sisi fundamental di zona Eropa, penyebaran virus Covid-19 di Inggris telah melandai. Inggris akan kembali ke rencana awal untuk belajar hidup berdampingan dengan Covid-19 yang mungkin akan tetap ada.


Kebijakan work from home dan belajar dari rumah sudah berakhir pada pekan lalu. Anggota parlemen konservatif Andrew Bridgen mengatakan kepada Reuters bahwa pembatasan Covid-19 lebih lanjut tidak diperlukan.

Selain itu, sentimen positif lainnya datang dari Jerman. Deutsche Bank telah merilis kinerja keuangan yang melampaui ekspektasi pasar dengan keuntungan sebanyak 145 juta euro (US$162,7 juta) pada kuartal IV-2021.

Neraca keuangan dari Deutsche Bank membukukan keuntungan selama tahun 2021 menjadi EUR 1,94 miliar. Keuntungan tersebut lebih banyak EUR 113 juta dibandingkan 2020 dan melampaui prediksi pasar sebanyak EUR 1,79 miliar.

Menurut Direktur Utama Deutsche Bank Christian Sewing, neraca keuangan kuartal IV-2021 dapat menjadi langkah baik untuk mencapai Return On Equity (ROE) sebanyak 8% pada 2022. ROE merupakan salah satu variabel yang terpenting untuk dilihat investor sebelum mereka berinvestasi terhadap perusahaan. Artinya, jika neraca keuangan mereka baik, maka semakin besar kemampuan perusahaan dalam memberikan return kepada investor.

Sentimen positif yang banyak terjadi di zona Eropa membuat nilai tukar mata uang euro dan poundsterling menjadi menguat terhadap rupiah hari ini.

Sementara itu, Indonesia terus melakukan pemulihan ekonomi guna menstabilkan rupiah. Dilansir dari Reuters, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan tanda-tanda awal inflasi mungkin terlihat pada akhir tahun 2021 dan akan menjadi dasar bagi BI untuk mulai mempertimbangkan menaikkan suku bunga kebijakannya.

Perry mengatakan BI akan lebih mengandalkan fleksibilitas perbedaan imbal hasil (yield) obligasi untuk mengurangi sentimen negatif dari pengetatan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/the Fed). BI juga memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan tumbuh sekitar 4,7 5,5% karena tingginya harga minyak sawit mentah dan batu bara.

"Suku bunga rendah 3,5% kami tetap pertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi. Kami perkirakan kemungkinan paling awal awal triwulan III atau kemungkinan besar pada akhir tahun ini," kata Perry dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI.

Kemudian, Kementerian Investasi melaporkan investasi asing langsung (FDI) di Indonesia naik 10,1% secara tahunan pada kuartal IV-2021 mencapai Rp 122,3 triliun (US$ 8,5 miliar). Data tersebut belum termasuk investasi di sektor perbankan dan migas.

Pemerintah juga telah mengizinkan 171 perusahaan penambang untuk memulai kembali ekspor batu bara karena sudah memenuhi kewajiban pasar domestik.

Sentimen-sentimen tersebut diharapkan dapat mendorong performa rupiah di mata dunia dan dapat menstabilkan rupiah di tengah banyaknya sentimen negatif pada pekan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Syarat" Suku Bunga BI Bisa Turun Lebih Cepat Dari The Fed