Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia bervariasi pada perdagangan awal pekan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menguat tipis begitu juga dengan mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) sementara rupiah melemah tipis.
Pada perdagangan hari ini, Selasa (28/12) pergerakannya akan kompak menguat melihat sentimen pelaku pasar yang cukup bagus, khususnya bursa saham Amerika Serikat (AS) yang melesat menyambut Santa Rally. Tetapi, penyebaran virus corona varian Omicron yang terus "menjajah" Eropa akan menjadi perhatian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3.
Kemarin IHSG menguat 0,19% ke 6.575,444. Meski tipis IHSG mulus mencatat penguatan tanpa pernah mencicipi zona merah. Penguatan tersebut menjadi awal yang bagus menyambut Santa Rally di bursa saham AS (Wall Street). Apalagi, IHSG menguat saat bursa saham utama Asia lainnya melemah kemarin.
Santa Rally merupakan momen spesifik, di aman ada kecenderungan Wall Street akan mengalami kenaikan di 5 hari terakhir perdagangan setiap tahunnya, dan berlanjut di 2 hari pertama tahun yang baru.
Artinya, Santa Rally di Amerika Serikat dimulai Senin (27/12) kemarin, dan berakhir pada 4 Januari 2022.
Penguatan kiblat bursa saham dunia tersebut tentunya memberikan sentimen positif ke bursa saham global lainnya, termasuk IHSG. Kabar baiknya, dalam 20 tahun terakhir Santa Rally membuat IHSG mencatat return positif selama 18 kali, hanya 2 kali saja negatif.
Berikut pergerakan IHSG dalam 20 tahun terakhir selama Santa Rally di Amerika Serikat (AS).
Jika Santa Rally berlangsung selama 7 hari, untuk IHSG jumlahnya lebih sedikit. Sebab di dalam negeri hari libur Natal dan Tahun Baru lebih banyak ketimbang di Amerika Serikat, dimana bursa sahamnya biasanya libur hanya di tanggal 25 Desember dan 1 Januari saja.
Dalam 20 tahun terakhir, rata-rata selama Santa Rally di Amerika Serikat, IHSG mencatat kinerja positif sebesar 1,65%. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2008 ketika IHSG melesat lebih dari 7,5%.
Sementara itu dari pasar obligasi, kemarin hanya SBN tenor 25 dan 30 tahun yang mengalami pelemahan, terlihat dari pergerakan imbal hasilnya (yield) yang mengalami kenaikan.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, saat harga naik maka yield akan turun begitu juga sebaliknya. Ketika harga naik artinya sedang ada aksi beli.
Penguatan IHSG dan mayoritas SNB menegaskan pelemahan rupiah melawan dolar AS kemarin terjadi akibat aksi ambil untung (profit taking). Sebab, rupiah sebelumnya sudah membukukan penguatan 4 hari beruntun dengan total lebih dari 1%, sebelum melemah tipis 0,01% kemarin ke Rp 14.225/US$.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> "Santa Clause" Datang, S&P 500 Cetak Rekor ke 69
Setelah libur Natal, Wall Street langsung melesat pada perdagangan Senin kemarin, indeks S&P 500 lagi-lagi mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Para analis masih memberikan outlook positif bagi sebagian besar ekuitas meski kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) melonjak.
Indeks S&P 500 melesat 1,4% ke 4.791,19. Hingga kemarin, S&P 500 sudah mencetak rekor penutupan sebanyak 69 kali sepanjang tahun ini. Indeks Dow Jones Nasdaq juga melesat 1,4% ke 15.871,26, kemudian Dow Jones naik sekitar 1% ke 36.302,38.
Meski virus corona Omicron terus menyebar dengan cepat, tetapi studi yang menunjukkan tidak lebih berbahaya ketimbang varian lainnya membuat bursa saham terus menanjak.
3 hasil studi yang menunjukkan virus corona varian Omicron menyebabkan pasien yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit lebih rendah ketimbang varian lainnya. Artinya, pasien yang positif Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan ketimbang varian lainnya.
Studi tersebut dilakukan di Afrika Selatan yang merupakan asal Omicron, di Inggris yang saat ini kasusnya sedang meledak, dan di Skotlandia.
Indeks S&P 500 sepanjang tahun ini sudah melesat lebih dari 27%, dan dengan kemungkinan terjadi Santa Rally, kenaikan tersebut tentunya bisa bertambah lagi dan kembali mencetak rekor.
Seperti disebutkan sebelumnya, Santa Rally terjadi di 5 hari perdagangan terakhir tahun ini, dan 2 hari pertama tahun depan.
Mengutip CNBC International, Santa Rally pertama kali diamati oleh Yale Hirsch, pendiri The Stock Trader's Alamac.
Dalam 45 tahun terakhir, Santa Rally menghasilkan return positif sebanyak 34 kali, dengan rata-rata sebesar sebesar 1,4%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Melesatnya Wall Street tentunya memberikan dampak positif ke pasar Asia hari ini, termasuk IHSG. Jika bursa Asia kompak menguat, rupiah dan SBN bisa ikut terangkat.
Wall Street masih terus menanjak meski kasus Covid-19 terus menanjak. Di Amerika Serikat sejauh ini melaporkan lebih dari 52 juta kasus infeksi baru Covid-19 menyusul penyebaran Omicron yang terkonfirmasi tidak memicu gejala parah. Ahli penyakit menular Gedung Putih Anthony Fauci memperkirakan kenaikan masih akan terus terjadi setelah pekan lalu menyentuh angka 150.000.
Meski demikian, kenaikan kasus tersebut dipercaya tidak akan menyebabkan pelambatan ekonomi, malah mempercepat berakhirnya pandemi.
"Kami tidak yakin Omicron akan mempengaruhi outlook pertumbuhan ekonomi secara signifikan, justru sepertinya akan mempercepat akhir pandemi," tutur analis JPMorgan Dubravko Lakos-Bujas , seperti dikutip CNBC International.
Tanda-tanda perekonomian AS tidak terganggu terlihat dari penjualan selama libur Natal tahun ini melompat 8,5% secara tahunan, menjadi laju tercepat dalam 17 tahun, menurut Mastercard. Capaian itu terjadi sekalipun terjadi gangguan rantai pasokan, kenaikan harga, dan penyebaran Omicron.
Sementara itu Eropa masih menjadi perhatian utama penyebaran Omicron. Prancis kini masuk ke daftar negara yang mencatat penambahan kasus Covid-19 sebanyak 100.000 kasus per hari.
Prancis menyusul Inggris dan Amerika Serikat yang mencatat penambahan kasus di atas 100.000 per hari, dan ini menjadi yang pertama sepanjang pandemi bagi Prancis.
Virus corona varian Omicron mendominasi infeksi di Prancis, tingkat keterisian rumah sakit udah bertambah dua kali lipat dalam satu bulan terakhir.
Hal tersebut mengkonfirmasi jika varian Omicron memang cenderung menimbulkan gejala ringan, tetapi dengan penyebaran yang jauh lebih cepat, fasilitas kesehatan tentunya juga akan terbebani. Apalagi Prancis masih bergelut dengan varian delta.
Dalam beberapa hari ke depan, Omicron diperkirakan akan "menguasai" Prancis, setelah sebelumnya menjadi varian yang dominan di Inggris.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron dan jajaran pemerintahannya mengadakan pertemuan darurat untuk menentukan langkah apa yang akan diambil guna meredam penyebaran virus Omicron.
Sementara itu di Inggris, yang sudah lebih dahulu "dijajah" Omicron, Perdana Menteri Borish Johnson mengatakan akan melihat terlebih dahulu data-data terbaru sebelum memutuskan langkah apa yang akan diambil.
Pada hari Jumat lalu, Inggris melaporkan penambahan kasus baru sebanyak lebih dari 120.000 orang, sementara selama periode Natal tidak ada laporan kasus baru. Johnson akan melihat data terbaru hari Senin, termasuk tingkat keterisian rumah sakit, ICU, serta tingkat kematian.
Johnson sebelumnya sudah menegaskan tidak akan ragu untuk mengetatkan pembatasan sosial jika diperlukan setelah Natal.
Eropa bisa memberikan gambaran bagaimana kebijakan pemerintah guna mengatasi penyebaran Omicron. Jika pengetatan pembatasan sosial akhirnya dilakukan bahkan sampai lockdown hal tersebut akan memberikan sentimen negatif ke pasar finansial global.
Sebab, ada kemungkinan jika lonjakan kasus meluas ke berbagai negara, kebijakan yang sama akan diterapkan, yang berisiko membuat perekonomian global kembali melambat.
Alhasil, IHSG, rupiah hingga SNB akan mendapat tekanan.
Di Indonesia sendiri kasus Omicron pertama kali terdeteksi pada 16 Desember lalu. Hingga saat ini dilakukan sudah ada 46 orang yang positif Omicron.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Berikut Rilis Data Ekonomi dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
- Initial public offering (IPO) PT Adhi Commuter Properti Tbk. (ADCP)
- RUPS PT Indosat Tbk
- Data tingkat pengangguran Jepang (pukul 6:30 WIB)
- Data produksi industri Jepang (pukul 6:50 WIB)
- Data inflasi inti bank sentral Jepang (pukul 12:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY) | 3,51% |
Inflasi (November 2021, YoY) | 1,75% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2021) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | 5,82% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q3-2021) | 1,5% PDB |
Cadangan Devisa (November 2021) | US$ 145,9 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA