Ini Saham Untung & Buntung saat Omicron 'Hantui' Bursa RI

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
22 December 2021 08:12
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG, Senin (22/11/2021)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sentimen negatif soal galur virus Covid-19 baru Omicron yang masih menghantui pasar turut membuat investor was-was terhadap prospek pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Ini lantaran penyebaran Omicron dikhawatirkan kembali membuat pemerintah membatasi pergerakan masyarakat.

Di tengah kekhawatiran soal efek penyebaran Omicron di Tanah Air terhadap bursa saham Tanah Air, lantas saham sektor mana saja yang berpotensi untung dalam situasi seperti ini? Dan sektor mana yang buntung?

Tim Riset CNBC Indonesia menilai, saham sektor kesehatan, termasuk farmasi dan pengelola rumah sakit (RS), cenderung diuntungkan ketika adanya perkembangan negatif soal pandemi.

Ini lantaran, adanya persepsi investor bahwa sektor ini akan memiliki kinerja ciamik ke depan lantaran emiten-emitennya 'terjun' langsung dalam proses pengendalian pagebluk.

Contohnya, pada 29 November lalu, saham farmasi dan RS ramai-ramai diborong investor seiring kabar kemunculan varian anyar Covid-19 bernama Omicron. Dua saham BUMN, misalnya, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) masing-masing melonjak 6,64% dan 5,38% pada hari itu.

Kemudian, ketika Omicron dikonfirmasi telah masuk ke Indonesia pada 16 Desember 2021, saham-saham farmasi utama kembali diborong investor. Saham PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) melesat 5,03% di tengah perdagangan hari itu.

Kabar teranyar, pada 6 Desember lalu, IRRA mengumumkan bahwa perusahaan kembali mendapatkan kontrak 88 juta jarum suntik Auto Disable Syringe (ADS) sebesar 88,7 juta unit.

Dengan perolehan tersebut, Perseroan telah membukukan kontrak penyediaan jarum suntik untuk program vaksinasi pemerintah, total sebanyak 141 juta jarum suntik ADS (Auto Disable Syringe).

Perolehan kontrak 141 juta jarum suntik ADS tersebut membuat realisasi penjualan jarum suntik ADS perseroan menjadi 169 juta sampai awal Desember 2021.

Kemudian, duo KAEF dan INAF juga terkerek 4,74% dan 4,44%. Lalu, saham RS PT Royal Prima Tbk (PRIM) naik 4,64%, PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME) mencuat 2,40%, dan sejumlah saham RS lainnya.

Saham-saham RS juga memiliki kinerja sejak awal tahun (ytd) yang ciamik. Saham PRIM sudah melonjak 103,45% secara ytd. Kemudian, saham PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) melambung 99,02% sejak awal 2021 dan PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE) melejit 56,83% secara ytd.Adapun kenaikan secara year to date (ytd) tertinggi untuk saham farmasi dicetak oleh saham IRRA sebesar 33,13%.

Berbeda nasib dengan saham sektor kesehatan di atas, saham-saham sektor ritel, pengelola mal dan properti, leisure (restoran, hotel), hingga otomotif bisa tertekan apabila perkembangan kasus Covid-19 Omicron atau pandemi secara keseluruhan semakin memburuk.

Ini lantaran saham-saham sektor tersebut bergantung pada daya beli masyarakat. Ketika aktivitas ekonomi melemah di tengah adanya kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat akibat pandemi yang juga membuat masyarakat menunda konsumsi, kinerja keuangan emiten-emiten tersebut berpotensi ikut lesu.

Pada gilirannya, saham-saham emitennya turut tertekan lantaran investor akan mencoba beralih ke sektor yang lebih menguntungkan dalam situasi tersebut.

Dalam sepekan hingga sebulan terakhir, saham ritel, misalnya, masih tertekan. Saham pengelola Hypermart PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) merosot 4,08% dalam sepekan dan turun 4,47% dalam sebulan.

Kemudian, saham pengelola Matahari PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) merosot 15,24% dalam sebulan belakangan. Saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) juga ambles 11,84% dalam 30 hari terakhir.

Contoh lainnya, saham pengelola mal Gandaria City (Gancit) dan Kota Kasablanka (Kokas) PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) juga minus 3,25% dalam sepekan dan merosot 9,33% dalam sebulan.

Saham pengelola Mal Ciputra PT Ciputra Development Tbk (CTRA) juga sudah turun 12,72% dalam sebulan dan saham pemilik Mal Summarecon PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) juga sudah tergerus 7,98% dalam sebulan belakangan.

Sebenarnya, saat ini, ada sejumlah sentimen positif mengenai sektor tersebut, mulai dari pelonggaran Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sejumlah insentif dan relaksasi dari pemerintah, hingga prediksi bakal membaiknya ekonomi nasional pada tahun depan di tengah makin terkendalinya pagebluk.

Window Dressing Bakal Datang?

Adapun melihat gambaran yang lebih luas, pasar saham Tanah Air biasanya mengalami anomali di penghujung tahun.

Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia sebelumnya, setidaknya dalam satu dekade terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja positif dengan return bulanan lebih dari 3% di bulan Desember.

Pelaku pasar mengenal fenomena tersebut dengan istilah window dressing. Secara sederhana window dressing diartikan sebagai sebuah aksi yang dilakukan oleh manajer investasi untuk mempercantik laporan keuangan atau laporan investasi dengan melakukan pembelian terhadap beberapa saham yang menjadi komponen investasi terbesar para Manajer Investasi (MI) tersebut.

Salah satu ciri paling kentara dari saham-saham window dressing ini adalah saham tersebut memiliki bobot yang besar terhadap dana kelolaan suatu MI. Dalam hal ini, saham-saham dengan kategori ini biasanya merupakan saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang jumbo dan perdagangan yang likuid.

Tim Riset CNBC Indonesia menilai setidaknya ada 10% dari total saham outstanding tersebut dimiliki oleh manajer investasi. Jika mengacu pada dua kriteria di atas maka didapatlah ada 7 saham yang prospektif.

Lima dari 7 saham tersebut berasal dari sektor perbankan, satu dari sektor telekomunikasi dan satu lagi merupakan emiten konglomerasi. Ketujuh saham tersebut adalah saham PT Bank Central Asia Tbk (ASII), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Astra International Tbk (ASII), PT Bank Jago Tbk (ARTO) hingga PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).

Dari ketujuh saham tersebut yang mampu mencatatkan kinerja positif sepanjang bulan Desember ini baru ada 3 yaitu BBCA, TLKM dan BMRI. Harga saham ketiganya naik lebih dari 1%. Sementara keempat saham lain cenderung terkoreksi.

Saham TLKM menjadi jawara saham big cap di bulan Desember ini dengan kenaikan 4,26% setelah lama cenderung stagnan.

Namun, seiring bulan Desember tinggal sebentar lagi dan juga Covid-19 Omicron masih menjadi momok bagi pasar, fenomena Window Dressing belum tentu terjadi tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular