IHSG Lemah, Bursa Asia Merah, Wall Street Parah, Ada Apa Ini?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 December 2021 09:00
Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak melemah sepanjang pekan ini. Laju IHSG searah dengan indekS saham utama Asia.

Kemarin, IHSG ditutup di 6.601,93. Naik 0,11% dari hari sebelumnya.

Dengan begitu, IHSG membukukan koreksi 0,77% pada pekan ini secara point-to-point. Pada pekan sebelumnya, IHSG berhasil naik 1,75%.

Total volume transaksi saham pekan ini adalah 117,01 juta unit. Lebih sepi ketimbang minggu lalu yang 128,29 juta unit.

Sementara volume transaksi juga turun menjadi 6,55 juta kali dari 6,61 juta kali. Otomatis nilai transaksi ikut berkurang menjadi Rp 62,62 triliun dari Rp 75,15 triliun.

Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 2,12 triliun. Padahal minggu lalu terjadi beli bersih Rp 4,12 triliun.

Halaman Selanjutnya --> Suku Bunga dan Corona Merahkan Bursa

IHSG bergerak searah dengan indeks utama Asia lainnya. Secara mingguan, indeks Shanghai Composite melemah 0,93%, Sensex ambles 3,02%, Straits Times minus 0,76%, dan Hang Seng anjlok 3,35%.

Pasar saham dunia memang sedang mengalami tekanan. Tidak cuma di Asia, indeks saham Amerika Serikat (AS) pun melemah. Secara mingguan, indeks Dow Jones Industrial Avarage (DJIA) turun 1,78%, S&P 500 berkurang 1,97%, dan Nasdaq 100 ambrol 3,07%.

Ada beberapa faktor yang membuat pasar saham tertekan. Pertama adalah bank sentral di sejumlah negara yang semakin 'galak'.

Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) mempercepat pengurangan pembelian aset dari US$ 15 miliar per bulan menjadi US$ 30 miliar per bulan. Dengan demikian, program pembelian aset akan berakhir dalam tiga bulan dan setelah itu kemungkinan besar terjadi kenaikan suku bunga acuan.

Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) malah sudah ahead of the curve. Bank sentral pimpinan Gubernur Andrew Bailey itu sudah menaikkan suku bunga acuan dari 0,1% menjadi 0,25%. BoE menjadi bank sentral negara maju pertama yang menaikkkan suku bunga sejak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Arah kebijakan moneter dunia yang cenderung ketat membuat aset berisiko seperti saham kurang diminati. Kini investor memilih berburu obligasi, yang menawarkan cuan lebih tinggi seiring tren kenaikan suku bunga.

Kedua adalah kekhawatiran terhadap pandemi virus corona yang kembali mengganas. Virus corona varian omicron menjadi kekhawatiran baru karena sudah menyebar ke lebih dari 70 negara, termasuk Indonesia.

DI Inggris, varian omicron membuat kasus positif harian melonjak ke 92.503 orang kemarin. Ini adalah rekor kasus harian tertinggi sepanjang pandemi Covid-19.

Perkembangan ini membuat pelaku pasar khawatir akan masa depan pemulihan ekonomi dunia. Bukan tidak mungkin dunia akan kembali 'dikunci' untuk meredam penyebaran varian omicron.

"Bank sentral memberikan sinyal hawkish. Investor juga mencermati varian omicron yang bisa menyebabkan pembatasan atau penundaan hidup bisa kembali normal," kata Ian Lyngen, Head of US Rates Strategy di BMO Capital Market, seperti dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular