
Buset! 21 Saham Bank Mini Anjlok Berjamaah, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten bank mini (dengan modal inti di bawah Rp 6 triliun) ramai-ramai ambles ke zona merah pada lanjutan sesi II perdagangan hari ini, Selasa (23/11/2021), melanjutkan pelemahan setidaknya sejak perdagangan Senin kemarin (22/11).
Berikut pelemahan saham bank mini berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 14.04 WIB.
Allo Bank Indonesia (BBHI), saham -6,98%, ke Rp 7.325/saham
Bank Jtrust Indonesia (BCIC), -6,87%, ke Rp 244/saham
Bank Bumi Arta (BNBA), -6,14%, ke Rp 3.210/saham
Bank Oke Indonesia (DNAR), -5,84%, ke Rp 258/saham
Bank Jago (ARTO), -4,84%, ke Rp 14.750/saham
Bank Ganesha (BGTG), -4,55%, ke Rp 210/saham
Bank Raya Indonesia (AGRO), -4,29%, ke Rp 2.010/saham
Bank Neo Commerce (BBYB), -3,72%, ke Rp 2.070/saham
Bank Artha Graha Internasional (INPC), -3,55%, ke Rp 136/saham
BPD Banten (BEKS), -2,99%, ke Rp 65/saham
Bank Ina Perdana (BINA), -2,81%, ke Rp 3.460/saham
Bank Maspion Indonesia (BMAS), -2,73%, ke Rp 1.425/saham
Bank Victoria International (BVIC), -2,20%, ke Rp 178/saham
Bank Aladin Syariah (BANK), -2,19%, ke Rp 2.680/saham
Bank QNB Indonesia (BKSW), -2,12%, ke Rp 185/saham
Bank MNC Internasional (BABP), -1,85%, ke Rp 212/saham
Bank Amar Indonesia (AMAR), -1,31%, ke Rp 302/saham
Bank Bisnis Internasional (BBSI), -1,30%, ke Rp 5.700/saham
Bank Capital Indonesia (BACA), -0,67%, ke Rp 298/saham
Bank IBK Indonesia (AGRS), -0,53%, ke Rp 187/saham
Bank Mestika Dharma (BBMD), -0,49%, ke Rp 2.050/saham
Mengacu pada data di atas, saham BBHI menjadi yang paling ambles, yakni hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) 6,98% ke Rp 7.325/saham, melanjutkan penurunan 1,87% pada Senin kemarin.
Dalam seminggu saham BBHI tercatat melorot 6,98%, sedangkan dalam sebulan melejit 20,58%.
Sebelumnya, dalam penjelasan kepada BEI pada 22 Oktober 2021--yang kembali ditegaskan pada Senin (8/11)--manajemen Allo Bank saat ini menyatakan pihaknya masih menunggu pernyataan efektif OJK untuk aksi korporasi penerbitan saham baru dengan Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue.
Allo Bank juga akan mengumumkan perubahan dan atau tambahan mengenai informasi rights issue nantinya.
Aksi korporasi tersebut telah direstui oleh Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perusahaan yang digelar Jumat (15/10/2021).
Berdasarkan prospektus yang dipublikasikan di situs resmi perusahaan, Allo Bank akan menerbitkan saham baru sebanyak 10.047.322.871 (10,04 miliar) saham biasa atas nama atau sebesar 46,24% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah PMHMETD III dengan nilai nominal Rp100.
Harga pelaksanaan ditetapkan sebesar Rp 478/saham sehingga sehingga jumlah dana yang akan diterima dalam PMHMETD III ini sebesar Rp 4.802.620.332.338 (Rp 4,8 triliun).
Di bawah saham BBHI, ada saham BCIC yang juga anjlok hingga ARB 6,87% ke Rp 244/saham, melanjutkan pelemahan dalam 2 hari terakhir. Dalam sepekan saham ini merosot 14,58%, sedangkan dalam sebulan masih melesat 32,97%.
Sebelumnya eks Bank Century dan Bank Mutiara ini, sudah menetapkan harga pelaksanaan aksi korporasi Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue yakni Rp 330/saham.
Perseroan akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 4.545.504.522 saham Seri C dengan nilai nominal Rp100 per saham yang akan ditawarkan melalui PMHMETD atau 45,40% dari jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan.
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) akan dibagikan kepada para pemegang saham perseroan yang tercatat pada tanggal 19 November 2021 di mana setiap pemilik 500 saham perseroan akan memperoleh 227 HMETD.
Tidak hanya saham BBHI dan BCIC, saham BNBA dan DNAR juga terjungkal hingga masih-masing minus 6,14% dan 5,84%.
Asal tahu saja, OJK menyebutkan seluruh pemilik bank mini alias bank dengan modal inti (tier 1) di bawah Rp 2 triliun telah berkomitmen untuk memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan otoritas untuk memenuhi modal minimum Rp 2 triliun hingga akhir tahun ini.
Akhir 2021 ini memang OJK mengharuskan bank untuk memiliki modal minimal Rp 2 triliun jika tak mau turun kasta menjadi BPR alias Bank Perkreditan Rakyat.
Untuk tahun depan, modal minimal mencapai Rp 3 triliun sebagaimana termaktub dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan hingga saat ini OJK masih menunggu realisasi dari perbankan ini untuk memenuhi ketentuan modalnya ini.
"Semua komitmen bisa penuhi modal Rp 2 triliun, tinggal nunggu realisasinya," kata Slamet dalam pesannya kepada CNBC Indonesia, Jumat (5/11/2021).
Sesuai ketentuan POJK Nomor 12 itu, maka apabila modal inti minimum tersebut tak dapat dicapai oleh bank, maka bank tersebut berpotensi didegradasi oleh OJK menjadi BPR yang tentunya bisnisnya lebih terbatas dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Menurut catatan CNBC Indonesia, setidaknya masih terdapat 13 bank yang saat ini belum memenuhi ketentuan permodalan minimal ini. Untuk menyebut beberapa, ada Bank Ina, Bank Ganesha, Bank Capital Indonesia, Bank MNC Internasional, dan Bank Aladin Syariah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awal Tahun, Saham Bank Mini Ngacir Berjamaah