Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan Ole Gunnar Solksjaer sebagai manajer klub sepakbola asal Inggris, Manchester United, tamat sudah. Akhir pekan lalu, manajemen Setan Merah resmi memutuskan pisah jalan dengan laki-laki berkebangsaan Norwegia tersebut.
Biang keladinya adalah kekalahan Harry Maguire dan kolega di kandang Watford dalam laga pekan ke-12 Liga Primer Inggris musim 2021/2022. Di tangan anak asuh Manajer Claudio Ranieri, United menyerah dengan skor yang lumayan mencolok, 4-1.
Kekalahan ini menciptakan sejumlah catatan buruk. Ini adalah kekalahan terbesar United terhadap tim promosi sejak 1989.
Dalam 12 pertandingan Liga Primer musim ini, gawang kiper David De Gea sudah kebobolan 21 gol, hanya Norwich City dan Newcastle United yang kemasukan lebih banyak gol dari itu. Sebagai pengingat, Norwich dan Newcastle menduduki peringkat ke 19 dan 20 di klasemen sementara.
Kekalahan di Vicarage Road bak last straw that broke the camel's back, final nail in the coffin. Sudah tidak bisa ditahan lagi, United harus berubah. Perubahan itu rasanya tidak bisa berjalan dengan Solskjaer sebagai komandan.
Usai kekalahan tersebut, manajemen United langsung bertindak. Berbagai media mengabarkan para petinggi klub mengadakan rapat darurat untuk memutuskan nasib Solskjaer. Berita soal pemecatan The Baby Faced Assassin pun menyeruak.
Akhirnya gosip itu menjadi nyata. Minggu sore waktu Indonesia, klub mengumumkan bahwa manajemen dan Solskjaer resmi bercerai.
"Manchester United dapat memberi konfirmasi bahwa Ole Gunnar Solksjaer meninggalkan jabatannya sebagai manajer. Terima kasih atas segalanya, Ole" cuit akun Twitter resmi Manchester United.
 Sumber: Akun Twitter resmi Manchester United (@ManUtd) |
Halaman Selanjutnya --> MU Masih Kompetitif, Tapi Tiada Trofi
Di tangan Solksjaer, secara umum performa United tidak terlalu buruk. Selama 168 pertandingan memimpin United di seluruh kompetisi, Solksjaer mempersembahkan 91 kemenangan.
Artinya, rasio kemenangan yang dihadirkan Solkjaer adalah 54,2%. Di antara manajer United selepas Sir Alex Ferguson, pencapaian Solksjaer adalah yang terbaik kedua, hanya kalah dari Jose Mourinho.
 Sumber: BBC |
Pada musim 2019/2020, United finis di peringkat tiga klasemen akhir Liga Primer. Semusim sesudahnya, posisi United membaik menjadi runner-up.
Musim lalu, Solksjaer juga United ke final Liga Europa. Namun United harus mengakui keunggulan Villarreal (Spanyol) dalam babak adu penalti.
Melihat pencapaian-pencapain tersebut, dapat dibilang bahwa United di bawah asuhan Solskjaer sebenarnya masih kompetitif. Masih bisa bicara banyak di kompetisi domestik mampun antar-klub Eropa.
Namun buat klub raksasa sekelas United, menjadi kompetitif saja tidak cukup. United harus mampu membuat penampilan kompetitif itu berbuah trofi. Ingat, United adalah klub terbesar di Tanah Britania pada masa kepemimpinan Sir Alex.
Musim ini, United masih bisa memperoleh trofi. Akan tetapi peluangnya memang tidak besar. Di Liga Primer, sepertinya akan terjadi three horses race untuk memperebutkan titel antara Chelsea, Manchester City, dan Liverpool. Nama United kemungkinan besar tidak ada di peta persaingan, saat ini tercecer di rangking delapan.
Di Liga Champions Eropa, United memang masih memimpin Grup F dengan poin tujuh. Namun perolehan itu sama seperti Villarreal di peringkat kedua dan hanya berjarak dua angka dengan Atalanta (Italia) di posisi tiga. Dengan dua laga tersisa, semua masih bisa terjadi.
Di Piala Liga Inggris, perjalanan United sudah kandas diganjal West Ham United. Di Piala FA, United belum bermain karena kompetisi sepakbola tertua di dunia tersebut masih menjalani babak-babak awal.
Halaman Selanjutnya --> Trofi Tak Hanya Gengsi, Tapi Juga Materi
Trofi adalah gengsi dan kebanggaan yang harganya tidak ternilai. Namun bagaimanapun, memenangkan trofi juga mendatangkan uang yang tidak sedikit.
Ambil contoh, City yang menjadi juara Liga Primer musim lalu mendapatkan total hadiah GBP 153,9 juta (Rp 2,95 triliun) dengan asumsi GBP 1 setara dengan Rp 19.138,82 seperti kurs tengah Bank Indonesia 22 November 2021). United di peringkat kedua mendapat GBP 400.000 (Rp 7,66 miliar) lebih sedikit dari itu.
Di tangan Solksjaer, rasanya sulit bagi United untuk bersaing memperbutkan titel juara Inggris. Untuk menjadi yang terbaik dalam urusan bal-balan di Negeri Big Ben, dibutuhkan manajer dengan tactical and managerial prowess seperti yang dimiliki Josep 'Pep' Guardiola, Juergen Klopp, atau Thomas Tuchel. Mohon maaf, tetapi jujur saja kelas Solskjaer masih jauh dari tiga nama itu.
United bukan cuma entitas olahraga, tetapi juga badan usaha. Entitas binis. Kalau ada risiko pendapatan tidak maksimal, maka akan mempengaruhi kinerja United dari sisi ekonomi.
Kebetulan United juga menjadi satu-satunya klub sepakbola Inggris yang menjual sahamnya di bursa New York. Di Wall Street, saham United berkode MANU dan punya kapitalisasi pasar US$ 2,57 miliar (Rp 36,64 triliun).
Kepergian Solskjaer sepertinya tidak diterima dengan baik oleh investor. Dini hari ini waktu Indonesia, harga saham United ditutup di US$ 15,52, turun 0,51% dari posisi akhir pekan lalu.
Well, siapapun yang nanti menggantikan Solskjaer (posisi sementara dipegang oleh Michael Carrick), tugasnya adalah membuat harapan meraih trofi menjadi nyata. Sungguh bukan tugas yang ringan karena Liga Primer kini berisi klub-klub terbaik di dunia. Mungkin ini yang membuat investor ragu dengan masa depan United.
TIM RISET CNBC INDONESIA