
'Helikopter Uang' Biden Rp 14.268 T Terasa Sampai Indonesia?

Secara rata-rata RUU Infrastruktur tersebut menyediakan sekitar US$ 70 miliar dalam pendanaan baru setiap tahunnya atau hanya sekitar 0,4% dari total PDB AS yang mencapai US$ 20 triliun. Angka tersebut juga hanya sekitar 1,02% dari APBN AS tahun 2021 yang angkanya mencapai US$ 6,82 triliun.
Meski membantu menggenjot perekonomian, angka tersebut tidaklah memberikan dorongan yang cukup signifikan untuk ekonomi AS secara keseluruhan. Setidaknya efek yang ditimbulkan tidak akan sehebat anggaran belanja negara yang dihabiskan untuk penyembuhan ekonomi selama pandemi dalam 18 bulan terakhir yang nilainya mencapai 26% dari PDB AS.
Meski tidak secara langsung, salah satu bagian yang dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional adalah investasi pada proyek-proyek untuk memerangi perubahan iklim termasuk di dalamnya investasi dalam kendaraan listrik dan baterai.
Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar dan juga merupakan produsen nomor satu di dunia tentu akan diuntungkan dari kebijakan tersebut. Selain itu Indonesia yang juga merupakan salah satu produsen utama tembaga dapat memperoleh manfaat ekonom akibat m=baiknya permintaan tembaga, mengingat kebutuhan yang relatif besar dalam infrastruktur energi terbarukan.
Selanjutnya ada beberapa hal lain yang malah membuat investor khawatir akan RUU ini, khususnya investor kripto AS yang secara langsung dapat merasakan efek dari kebijakan ini. Dalam siaran pers resminya, Gedung Putih menyebutkan bahwa RUU ini dibiayai melalui kombinasi pengalihan dana bantuan darurat yang tidak terpakai, biaya pengguna korporat yang ditargetkan dan juga memperkuat penegakan pajak dalam hal mata uang kripto.
Industri kripto merasa prihatin tentang persyaratan pelaporan pajak dalam RUU yang berusaha memperluas definisi broker untuk tujuan pengumpulan pajak oleh IRS. Persyaratan pelaporan akan melihat semua broker melaporkan transaksi di bawah kode pajak saat ini.
Investor khawatir definisinya akan terlalu luas tersebut mencakup berbagai entitas seperti penambang dan pihak lain yang sebenarnya tidak memfasilitasi transaksi.
Ketentuan lain yang membuat investor kripto khawatir dan juga tercantum dalam undang-undang tersebut adalah amandemen dari bagian kode Pajak 6050I.
Amandemen undang-undang yang ditulis hampir 40 tahun yang lalu, mengharuskan setiap bisnis atau orang yang menjalankan bisnis yang menerima aset digital lebih dari US$ 10.000 untuk memverifikasi informasi pribadi pengirim, termasuk nomor jaminan sosial mereka, dan menandatangani dan menyerahkan formulir IRS untuk melaporkan transaksi tersebut ke pemerintah dalam waktu 15 hari.
Tidak seperti pelanggaran kode pajak lainnya, pelanggaran 6050I adalah tindak pidana, dan beberapa pengacara telah menunjukkan bahwa, jika diterapkan pada aset kripto dan aset digital lainnya seperti token non-sepadan (NFT), aturan tersebut hampir tidak mungkin untuk dipatuhi.
Dampak lain yang mungkin muncul jika pemerintah AS tidak mampu memperoleh dana untuk membayar anggaran RUU tersebut dari penarikan pajak kripto dan kanal lainnya adalah diterbitkannya surat utang negara.
Meski peluangnya relatif kecil, penerbitan surat utang dapat menyebabkan modal asing lari dari negara berkembang dan kembali ke AS yang pada akhirnya jika terjadi tentu dapat menyebabkan pelemahan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
