'Helikopter Uang' Biden Rp 14.268 T Terasa Sampai Indonesia?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
09 November 2021 13:50
Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden AS Joe Biden
Foto: Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden AS Joe Biden berbicara dalam pertemuan bilateral pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Inggris (1/11/2021). (REUTERS/Kevin Lamarque)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan undang-undang (RUU) infrastruktur senilai US$ 1 triliun atau setara dengan Rp 14.268 triliun akhir pekan lalu telah lolos dan disetujui Kongres Amerika Serikat (AS) dan dikirimkan kepada Presiden Joseph 'Joe' Biden untuk ditandatangani menjadi undang-undang.

RUU tersebut akan menyediakan pendanaan untuk perbaikan infrastruktur dari mulai jalan, jembatan, pelabuhan, transit kereta api, air bersih, jaringan listrik hingga internet pita lebar (broadband).

Meskipun memiliki nilai yang cukup fantastis, sejatinya lebih dari setengah dana yang diajukan merupakan bagian dari dana yang sudah dianggarkan untuk dibelanjakan oleh pemerintah AS dalam 8 tahun ke depan. Sehingga RUU tersebut akan menyediakan sekitar US$ 550 miliar dalam pendanaan baru untuk investasi federal dalam infrastruktur Amerika selama 5 hingga 8 tahun ke depan.

Gedung Putih memproyeksikan bahwa investasi akan menambah, rata-rata, sekitar 2 juta pekerjaan per tahun selama satu dekade mendatang.

Para ahli mengatakan dana tersebut sangat dibutuhkan untuk memastikan perjalanan yang aman, serta transportasi barang dan produk yang efisien di seluruh AS, mengingat awal tahun ini sistem infrastruktur AS memperoleh nilai C dari American Society of Civil Engineers.

Partai Demokrat yang saat ini merupakan partai penguasa baik di cabang eksekutif dan legislatif mengklaim RUU itu akan terbayar dengan sendirinya melalui banyak tindakan dan tanpa menaikkan pajak.

Tetapi Kantor Anggaran Kongres mengesampingkan beberapa dari ketentuan pembayaran yang dimaksud dan menemukan bahwa RUU tersebut akan menambah US$ 256 miliar pada defisit selama 10 tahun ke depan.

Dana yang disetujui kali ini sebenarnya secara signifikan lebih kecil dari proposal US$ 2,25 triliun atau setara dengan Rp 32.000 triliun yang diluncurkan Biden pada bulan Maret, yang dikenal sebagai America's Job Plan.

Halaman Selanjutnya --> Ke Mana Duit Ini Mengalir?

RUU tersebut mengalokasikan sekitar US$ 240 miliar untuk membangun atau memperbaiki jalan, jembatan, angkutan umum, bandara dan kereta api. Lebih dari US$ 150 miliar direncanakan untuk proyek-proyek yang menangani perubahan iklim, seperti membangun stasiun pengisian kendaraan listrik, meningkatkan jaringan energi agar bekerja lebih baik dengan energi terbarukan, dan membuat angkutan umum lebih ramah lingkungan.

Sisanya termasuk pendanaan lain untuk keamanan siber, sistem pengolahan air bersih dan limbah dan koneksi internet broadband.

Secara lebih rinci US$ 110 miliar dana tersebut akan diinvestasikan pada jalan, jembatan dan infrastruktur utama lain, termasuk di dalamnya untuk biaya perawatan dan perbaikan sebesar US$ 40 miliar.

Kesepakatan itu juga berisi US$ 16 miliar untuk proyek-proyek utama yang akan terlalu besar atau rumit untuk program pendanaan tradisional, menurut Gedung Putih.

Dalam paket itu dianggarkan juga US$ 11 miliar untuk keselamatan transportasi serta akan menyediakan US$ 39 miliar untuk memodernisasi transportasi umum. Selanjutnya sebesar US$ 66 miliar akan diinvestasikan untuk kereta penumpang dan barang, termasuk dalam paket tersebut adalah US$ 12 miliar dalam bentuk hibah kemitraan untuk layanan kereta api antar kota, termasuk kereta api berkecepatan tinggi.

RUU tersebut juga akan menginvestasikan US$ 65 miliar dalam meningkatkan infrastruktur broadband, US$ 17 miliar dalam infrastruktur pelabuhan dan US$ 25 miliar di bandara untuk perbaikan dan pemeliharaan. Investasi di pelabuhan dan bandara diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan emisi di dekat pelabuhan dan bandara dan mempromosikan elektrifikasi dan teknologi rendah karbon lainnya.

Selanjutnya US$ 7,5 miliar akan dianggarkan untuk bus dan feri nol dan rendah emisi, ditambah US$ 7,5 miliar lagi untuk membangun jaringan nasional pengisi daya kendaraan listrik plug-in.

Untuk bidang ketenagalistrikan, RUU itu akan menginvestasikan US$ 65 miliar untuk membangun kembali jaringan listrik.

Infrastruktur perairan akan memperoleh dana US$ 55, dengan US$ 50 miliar lainnya akan digunakan untuk membuat sistem lebih tangguh -- melindunginya dari bahaya kekeringan, banjir, dan serangan siber, ungkap Gedung Putih.

Terakhir RUU itu akan menyediakan US$ 21 miliar untuk membersihkan situs yang tercemar dan terkontaminasi serta mereklamasi lahan tambang dan sumur gas yang ditinggalkan.

Halaman Selanjutnya --> Dampak Ekonomi yang Mungkin Timbul

Secara rata-rata RUU Infrastruktur tersebut menyediakan sekitar US$ 70 miliar dalam pendanaan baru setiap tahunnya atau hanya sekitar 0,4% dari total PDB AS yang mencapai US$ 20 triliun. Angka tersebut juga hanya sekitar 1,02% dari APBN AS tahun 2021 yang angkanya mencapai US$ 6,82 triliun.

Meski membantu menggenjot perekonomian, angka tersebut tidaklah memberikan dorongan yang cukup signifikan untuk ekonomi AS secara keseluruhan. Setidaknya efek yang ditimbulkan tidak akan sehebat anggaran belanja negara yang dihabiskan untuk penyembuhan ekonomi selama pandemi dalam 18 bulan terakhir yang nilainya mencapai 26% dari PDB AS.

Meski tidak secara langsung, salah satu bagian yang dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional adalah investasi pada proyek-proyek untuk memerangi perubahan iklim termasuk di dalamnya investasi dalam kendaraan listrik dan baterai.

Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar dan juga merupakan produsen nomor satu di dunia tentu akan diuntungkan dari kebijakan tersebut. Selain itu Indonesia yang juga merupakan salah satu produsen utama tembaga dapat memperoleh manfaat ekonom akibat m=baiknya permintaan tembaga, mengingat kebutuhan yang relatif besar dalam infrastruktur energi terbarukan.

Selanjutnya ada beberapa hal lain yang malah membuat investor khawatir akan RUU ini, khususnya investor kripto AS yang secara langsung dapat merasakan efek dari kebijakan ini. Dalam siaran pers resminya, Gedung Putih menyebutkan bahwa RUU ini dibiayai melalui kombinasi pengalihan dana bantuan darurat yang tidak terpakai, biaya pengguna korporat yang ditargetkan dan juga memperkuat penegakan pajak dalam hal mata uang kripto.

Industri kripto merasa prihatin tentang persyaratan pelaporan pajak dalam RUU yang berusaha memperluas definisi broker untuk tujuan pengumpulan pajak oleh IRS. Persyaratan pelaporan akan melihat semua broker melaporkan transaksi di bawah kode pajak saat ini.

Investor khawatir definisinya akan terlalu luas tersebut mencakup berbagai entitas seperti penambang dan pihak lain yang sebenarnya tidak memfasilitasi transaksi.

Ketentuan lain yang membuat investor kripto khawatir dan juga tercantum dalam undang-undang tersebut adalah amandemen dari bagian kode Pajak 6050I.

Amandemen undang-undang yang ditulis hampir 40 tahun yang lalu, mengharuskan setiap bisnis atau orang yang menjalankan bisnis yang menerima aset digital lebih dari US$ 10.000 untuk memverifikasi informasi pribadi pengirim, termasuk nomor jaminan sosial mereka, dan menandatangani dan menyerahkan formulir IRS untuk melaporkan transaksi tersebut ke pemerintah dalam waktu 15 hari.

Tidak seperti pelanggaran kode pajak lainnya, pelanggaran 6050I adalah tindak pidana, dan beberapa pengacara telah menunjukkan bahwa, jika diterapkan pada aset kripto dan aset digital lainnya seperti token non-sepadan (NFT), aturan tersebut hampir tidak mungkin untuk dipatuhi.

Dampak lain yang mungkin muncul jika pemerintah AS tidak mampu memperoleh dana untuk membayar anggaran RUU tersebut dari penarikan pajak kripto dan kanal lainnya adalah diterbitkannya surat utang negara.

Meski peluangnya relatif kecil, penerbitan surat utang dapat menyebabkan modal asing lari dari negara berkembang dan kembali ke AS yang pada akhirnya jika terjadi tentu dapat menyebabkan pelemahan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sah! Senat Loloskan Paket Infrastruktur Raksasa Biden US$ 1 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular