
Rubel-nya Putin Lagi Trengginas nih, Cocok Jadi Investasi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rubel (ruble) Rusia sedang trengginas di bulan Oktober, hingga menjadi salah satu mata uang terbaik di dunia. Sebabnya bank sentral Rusia yang agresif menaikkan suku bunga. Bahkan, tren kenaikan suku bunga disebut masih bisa berlanjut.
Kalau suku bunga terus dinaikkan, maka nilai tukar mata uang cenderung akan menguat. Tetapi, dengan kenaikan suku bunga yang agresif, pemulihan ekonomi negara yang dipimpin Vladimir Putin ini berisiko melambat, dan penguatan ruble pun bisa jadi akan tertahan.
Pada perdagangan Rabu (27/10), pukul 13:53 WIB, rubel melemah 0,24% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke 69,49/US$, setelah sebelumnya sempat menguat 0,35% ke 69.08/US$ pagi tadi.
Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 26 Juni 2020. Sementara sepanjang bulan ini hingga Selasa kemarin rubel sudah menguat sekitar 4,5%, dan sepanjang tahun ini mencatat penguatan sekitar 6%.
![]() |
Pada Jumat (22/10) bank sentral Rusia menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 7,5%. Kenaikan tersebut lebih tinggi ketimbang prediksi ekonom antara 25 hingga 50 basis poin.
Dengan kenaikan tersebut, bank sentral Rusia sudah menaikkan suku bunga 5 kali beruntun, dengan total 325 basis poin. Maka wajar, ruble yang sebelumnya sempat melemah hingga ke 78,03/US$ pada 7 April lalu atau 5,75% year-to-date, akhirnya berbalik menguat dan menjadi yang terbaik kedua di dunia setelah hryvnia Ukraina yang menguat 6,9%.
Inflasi yang tinggi menjadi alasan utama bank sentral Rusia agresif dalam menaikkan suku bunga. Di bulan September, inflasi di Rusia mencapai 7,4% year-on-year (YoY), yang merupakan level tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Inflasi tersebut mengalami kenaikan signifikan dari sebelumnya 6,7% YoY.
Dengan suku bunga yang sudah di atas inflasi, pelaku pasar melihat periode kenaikan suku bunga di Rusia sudah berakhir. Tetapi, gubernur bank sentral Rusia, Elvira Nabiullina, bahkan mengatakan terlalu dini untuk mengatakan periode kenaikan suku bunga sudah berakhir.
"Masih terlalu dini mengatakan periode pengetatan moneter sudah berakhir. Peluang untuk terus menaikkan suku bunga lebih besar ketimbang proyeksi kami sebelumnya," kata Nabiullina, sebagaimana diwartakan Yahoo Finance, Jumat (22/10).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Kenaikan Harga Energi Picu Penguatan Ruble, tapi 3 Tantangan Kini Menanti
Krisis energi yang melanda beberapa negara membuat harga komoditas seperti gas alam, batu bara dan minyak mentah menguat tajam. Rusia, sebagai salah satu produsen gas alam minyak mentah terbesar menjadi salah satu yang diuntungkan.
Harga gas alam dan minyak mentah yang terus menanjak turut mengerek nilai tukar ruble. Berdasarkan catatan bank ING, gas alam berkontribusi sekitar 15% hingga 20% terhadap ekspor bahan bakar.
Harga cut-off gas alam Rusia di tahun fiskal ini sebesar US$ 147 per 1.000 kubik meter, dan dengan asumsi harga stabil di kuartal IV-2021, ING memperkirakan rusia akan memperoleh pendapatan sekitar US$ 5 miliar sampai US$ 7 miliar lebih besar ketimbang target.
Sementara untuk harga minyak Urals, rata-rata di kuartal IV-2021 diperkirakan US$ 75 per barel, maka surplus transaksi berjalan Rusia bisa mencapai US$ 27 miliar hingga US$ 30 miliar pada periode Oktober sampai Desember.
Meski sedang mendapat angin segar dari kenaikan harga komoditas, tetapi perekonomian Rusia juga mengalami ancaman. Para ekonomi memperkirakan ada 3 ancaman yang dihadapi, yakni lonjakan kasus Covid-19, kebijakan lockdown serta inflasi yang meroket.
Senin lalu. Rusia melaporkan kasus baru Covid-19 sebanyak 37.930 kasus yang menjadi rekor terbanyak sepanjang pandemi melanda Rusia. Sementara hari ini, jumlah kasus baru dilaporkan sebanyak 36.582 orang, dengan 1.123 orang meninggal dunia.
Ibukota Moskow kini akan melakukan partial lockdown selama 10 hari, yang diprediksi akan memangkas produk domestik bruto (PDB).
Mengutip The Moscow Times, ekonom dari Sova Capital memprediksi lockdown kali ini akan memangkas pertumbuhan ekonomi Rusia sebesar 0,3%.
Selain akibat lockdown, tingginya inflasi juga bisa berdampak pada pemulihan ekonomi. Hal tersebut dikatakan langsung oleh bank sentral Rusia yang menaikkan proyeksi inflasi di akhir tahun ini menjadi 7,4% sampai 7,9% dari sebelumnya 6%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article URAAAA!! Rubel Rusia Mata Uang Terbaik Dunia, Ini Penyebabnya