Analisis

Saham Tech Banyak 'Dibuang' Investor? Cek Fakta 27 Sahamnya!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
15 October 2021 14:40
Bukalapak (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham yang terhimpun di dalam indeks sektor teknologi (IDXTECHNO), yang sering disebut saham ekonomi baru (new economy), seolah kehilangan daya akhir-akhir ini.

Tren pelemahan tersebut berbarengan dengan melesatnya saham komoditas--yang dianggap sebagai bagian dari ekonomi lama (old economy)--di tengah melonjaknya harga komoditas, seperti batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Saham emiten batu bara 'pelat merah' PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan Grup Bakrie PT Bumi Resources Tbk (BUMI), misalnya, masing-masing melejit 21,98% dan 58,18%, hingga perdagangan sesi I, Jumat ini (15/1).

Contoh lain, saham CPO Grup Salim PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) masing-masing melejit 16,34% dan 33,95% dalam 30 hari terakhir.

Saham-saham old economy lainnya, seperti perbankan, juga turut naik akhir-akhir ini dan berperan mengangkat performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga sempat menembus level 6.600--sebelum terkoreksi 0,67% ke 6.581,90 per Jumat ini (15/10) pukul 11.15 WIB.

Ambil contoh lagi, dua saham emiten dengan nilai kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di bursa PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) masing-masing melonjak 15,03% dan 18,28% dalam sebulan.

Adapun, saham e-commerce PT Bukalapak.com (BUKA) yang digadang-gadang akan memimpin indeks sektor teknologi pun malah loyo. Saat ini, harga saham BUKA malah berada di Rp 735/saham, di bawah harga saat awal melantai di bursa pada 6 Agustus 2021 sebesar Rp 850/saham.

Melihat tren tersebut, manajemen BUKA turut mengungkapkan alasan mengapa saham perusahaan mengalami penurunan dalam sebulan terakhir.

President Bukalapak Teddy Oetomo mengatakan penurunan saham yang terjadi karena adanya peningkatan harga komoditas belakangan ini, dan menyebabkan terjadinya rotasi portofolio dari para investor pasar saham di BEI.

"Kalau dari feedback dari analis di capital market peningkatan harga komoditas dan terjadi rotasi dari portofolio investor dari kepemilikan di sektor tersebut berkurang, karena mereka masuk ke perusahaan yang lebih mengarah ke komoditas," kata Teddy, Kamis kemarin (14/10/2021).

Perubahan portofolio dari perusahaan teknologi, jelas Teddy, ke yang mengarah ke saham-saham emiten komoditas tidak hanya terjadi pada Bukalapak, melainkan juga perusahaan yang lainnya.

Nah, apakah tren koreksi saham BUKA dalam sebulan tersebut diikuti oleh saham teknologi lainnya?

Untuk melihat gambar yang lebih luas, di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia menyajikan tabel kinerja saham teknologi dalam sebulan terakhir.

Kinerja Saham-Saham IDXTECHNO Selama Sebulan Terakhir

No

Kode Ticker

Harga Terakhir

% Sebulan

1

KIOS

710

-36.89

2

RUNS

356

-32.83

3

KREN

114

-29.19

4

DMMX

2,480

-20.7

5

TFAS

5,050

-18.88

6

UVCR

570

-16.67

7

MLPT

2,940

-16.00

8

HDIT

316

-14.59

9

BUKA

735

-14.53

10

EMTK

1,665

-13.99

11

ATIC

625

-13.19

12

LUCK

226

-10.94

13

PTSN

264

-10.14

14

EDGE

24,250

-9.61

15

LMAS

101

-9.01

16

ZYRX

565

-6.61

17

DCII

46,000

-5.93

18

GLVA

270

-5.59

19

NFCX

9,950

-3.63

20

ENVY

50

0.00

21

SKYB

51

0.00

22

MCAS

12,700

5.63

23

DIVA

2,260

7.04

24

CASH

166

9.21

25

MTDL

3,180

9.28

26

PGJO

83

10.67

27

TECH

8,075

20.53

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) | Harga terakhir per 15 Oktober 2021, pukul 10.54 WIB

NEXT: Cek! 19 Saham Teknologi Anjlok

Berdasarkan tabel di halaman sebelumnya, dari 27 saham teknologi yang tercatat di bursa, 19 di antaranya ambles, 2 stagnan, dan hanya 6 saham yang berhasil menguat dalam sebulan belakangan.

Kemudian, 3 saham teknologi dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di antara yang lainnya, BUKA, Grup Emtek--yang juga pemilik BUKA--PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), dan emiten data center Toto Sugiri PT DCI Indonesia Tbk (DCII) ikut terpuruk.

Saham BUKA anjlok 14,53%, EMTK ambles 13,99%, dan DCII turun 5,93% dalam sebulan.

Asal tahu saja, market cap saham BUKA saat ini sebesar Rp 75,75 triliun, sementara EMTK dan DCII masing-masing sebesar Rp 101,89 triliun dan Rp 109,65 triliun.

Praktis, amblesnya ketiga saham tersebut turut memperburuk kinerja IDXTECHNO. Berdasarkan data BEI, indeks sektor teknologi ambles 9,41% ke posisi 9.063,22 selama sebulan terakhir.

Adapun, saham emiten yang bergerak di bidang e-commerce dan telekomunikasi keuangan, PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS) menjadi yang paling ambles dalam sebulan, yakni sebesar 36,89% ke Rp 710/saham.

Kabar terbaru, KIOS telah memperoleh persetujuan untuk melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.

Hal ini diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dilaksanakan 24 Agustus lalu.

"KIOS menargetkan untuk menerbitkan sebanyak-banyaknya 365,79 juta saham baru dengan nilai nominal Rp 100 per saham," kata Direktur Utama Kioson, Reginald Trisna, dikutip CNBC Indonesia dari keterbukaan informasi, Rabu (25/8).

Terkait dengan harga pelaksanaan rights Issue, pihak manajemen mengatakan angka tersebut masih dalam pembahasan, akan tetapi perusahaan mengharapkan akan memperoleh dana segar hasil penerbitan saham baru di kisaran Rp 250 hingga 300 miliar.

Adapun tujuan pelaksanaan rights issue ini, diharapkan dapat mendukung pertumbuhan bisnis perseroan sehingga akan berpengaruh positif terhadap kondisi keuangan perseroan dan dapat memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham.

Rotasi Sektor & Window Dressing

Fenomena perubahan tren akhir-akhir ini dari saham new economy, yang sempat menjadi primadona pada pertengahan tahun ini, ke saham 'generasi lawas' tampaknya mengindikasikan adanya rotasi sektoral menyambut prospek ekonomi yang lebih cerah seiring dengan membaiknya kondisi pandemi Covid-19.

Di sisi lain, penghujung tahun biasanya ada fenomena ketika para fund manager cenderung berupaya untuk mempercantik kinerja portofolionya melalui window dressing.

Window dressing sendiri merupakan fenomena yang mana para fund manager masuk secara besar-besaran di penghujung tahun ke saham-saham top holdings-nya agar harganya naik sehingga portofolio sang fund manager terlihat memiliki kinerja yang apik.

Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, saat ini porsi saham old economy yang tergolong besar masih mendominasi portofolio para fund manager sehingga wajar saja jika saham-saham kategori ini yang sebelumnya menjadi pemberat (lagging), kini mulai bangkit karena arus dana masuk secara besar-besaran.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tersengat Sentimen BUKA, Saham-Saham Teknologi Ikut Ngacir!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular