Internasional
Parahnya Krisis Listrik, Investor Asing di China Kabur ke RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas pabrik China menyusut akibat pembatasan penggunaan listrik. Hal itu terungkap dalam survei yang dikutip The Guardian yang menunjukkan terjadi penurunan signifikan atas aktivitas pabrik China di September lalu.
Kondisi ini pertama kali terjadi di China sejak pandemi Covid-19 melanda pada Februari 2020. Angka-angka menunjukkan bahwa output atau produksi turun akibat perlambatan produksi di industri yang mengkonsumsi energi tinggi, termasuk logam dan produk minyak.
Krisis listrik di China terjadi ketika permintaan energi negara itu melonjak melewati tingkat pra-pandemi. Namun, pembatasan impor batu bara dari Australia akibat pertikaian politik, juga menekan pasokan komoditas itu.
Terkait dengan krisis listrik ini, partner di Consulting Firm Asia Perspective, Johan Annell, mengatakan krisis listrik China akan mendorong para pebisnis atau investor asing di sana untuk mempertimbangkan investasinya ke negara lain.
Dalam beberapa terakhir, pemerintah lokal China juga melakukan pembatasan penggunaan listrik atau bahkan menghentikan produksi pabrik.
"Beberapa perusahaan mulai bimbang tentang investasi di China. Mereka memilih untuk tidak melanjutkan sekarang," kata Annell, dikutip CNBC International, Selasa (5/10/2021).
Dia mengatakan, kondisi ini terjadi akibat China menghadapi kurangnya pasokan batu bara untuk menghasilkan listrik. Selain itu, otoritas regional di sana juga berada di bawah tekanan guna mematuhi seruan pemerintah pusat dalam mengurangi emisi karbon.
Pemadaman listrik yang terjadi di kota-kota China, mulai dari pusat ekspor selatan Guangdong ke Shenyang, lalu ibu kota provinsi timur laut Liaoning, telah membuat pemerintah setempat memerintahkan pembatasan penggunaan listrik dengan daya rendah, atau pemutusan arus listrik tanpa pemberitahuan.
Kejadian ini juga mendorong beberapa ekonom China merevisi kembali perkiraan pertumbuhan PDB Tiongkok untuk tahun ini.
Hingga saat ini, Kementerian Perdagangan China menunda memberikan komentar berkaitan dengan konferensi pers mingguan, yang ditetapkan pada Kamis sore lalu.
"Investasi bisnis asing yang direncanakan ini mencapai puluhan juta dolar AS," kata Annell.
Asia Tenggara
Dia mengatakan, saat ini China memang masih menjadi "tujuan yang sangat kuat" untuk industri manufaktur dunia. Akan tetapi, dengan adanya krisis listrik ini, dia menilai bahwa para pebisnis saat ini mulai mencari lokasi berinvestasi di Asia Tenggara. Hanya saja, dia menilai kemungkinan besar investor melirik, salah satunya, Vietnam.
"Ketidakpastian - tidak ada yang benar-benar tahu situasi keseluruhan, bagaimana hal itu akan berkembang, bagaimana hal itu akan diterapkan [dalam] beberapa bulan mendatang di kota dan provinsi Anda," katanya, mengutip percakapan dari manajemen perusahaan setidaknya ada 100 pebisnis.
Provinsi Guangdong menghasilkan ekspor terbanyak di China, sekitar 23% dari total ekspor untuk tahun ini hingga Agustus, menurut data resmi yang diakses melalui data Wind Information, perusahaan data keuangan China.
Provinsi Liaoning menempati urutan ke-16 dalam hal nilai ekspor, yaitu 1,6% dari total ekspor nasional.
"Ketidakpastian ini dalam jangka pendek, ini adalah sesuatu yang dapat Anda tangani selama seminggu atau lebih dan mengejarnya dari waktu ke waktu," kata Annell.
"Masalah yang lebih besar adalah ketidakpastian ini. Ini mungkin akan berlanjut untuk dua kuartal mendatang," katanya.
Para pemimpin asosiasi bisnis AS dan Eropa, dilansir CNBC, memang sudah mengkonfirmasi bahwa pemadaman listrik terbaru di sana mempengaruhi keputusan investasi bisnis asing di China.
Sebelumnya krisis energi ini juga terhubung dengan ambisi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon pada 2030. Presiden China Xi Jinping berencana untuk mulai menghentikan operasional pembangkit batu bara dan menggantinya dengan energi terbarukan.
Namun untuk mencapai target itu, dibutuhkan pembangunan 100 gigawatt pembangkit tenaga surya dan 50 gigawatt tenaga angin setiap tahun untuk menyeimbangkan kenaikan konsumsi sebesar 5%. Hal ini jauh dari pertumbuhan energi terbarukan tahunan China yang baru mencapai setengah dari itu.
Sementara itu, untuk mengamankan krisis listrik agar tak semakin gawat, Gubernur Provinsi Jilin Han Jun, berjanji akan meningkatkan meningkatkan pasokan listrik lokal dengan memperbesar skala impor batu bara. China, diketahui merupakan konsumen batu bara terbesar saat ini.
Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC, The National Development and Reform Commission) juga mendesak perencana ekonomi lokal, administrasi energi dan perusahaan kereta api untuk meningkatkan transportasi batu bara.
Pasalnya China sebentar lagi mendekati musim dingin, di mana kebutuhan energi untuk pemanas juga meningkat.
"Setiap perusahaan kereta api harus memperkuat transportasi batu bara ke pembangkit listrik dengan persediaan kurang dari tujuh hari dan meluncurkan mekanisme pasokan darurat tepat waktu," kata NDRC.
[Gambas:Video CNBC]
Gawat! Eropa, China hingga India Dilanda Krisis Listrik Parah
(tas/tas)