Ketimbang Inflasi, 'Sabda' Powell Lebih Berarti bagi Dolar AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Data inflasi Amerika Serikat (AS) yang melambat membuat dolar AS kemarin goyah. Tetapi hanya sesaat saja, hari ini indeks dolar AS kembali bangkit.
Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan inflasi inti pada Agustus 2021 adalah 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Melambat dibandingkan Juli 2021 yang sebesar 0,3% dan menjadi yang terendah dalam enam bulan terakhir.
Selain itu, inflasi inti tersebut lebih rendah dari hasil survei Reuters terhadap para ekonom sebesar 0,3%.
Dibandingkan dengan Agustus 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi inti adalah 4%. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 4,3% dan menjadi yang terendah dalam tiga bulan terakhir, dan lebih rendah dari ekspektasi 4,2%.
![]() |
Pasca rilis tersebut, indeks dolar AS sempat merosot 0,38%, sebelum memangkas pelemahan dan mencatat pelemahan tipis 0,06%. Sementara pada hari ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini menguat tipis kurang dari 0,1%.
Pergerakan tersebut menunjukkan data inflasi yang lebih rendah dari prediksi hanya berdampak sesaat ke dolar AS.
Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menentukan kapan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan dilakukan. Namun, inflasi yang dirilis tersebut berdasarkan consumer price index (CPI), sementara inflasi yang menjadi preferensi The Fed adalah berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang dirilis akhir bulan ini.
Data inflasi CPI biasanya dijadikan gambaran data PCE. Meski demikian, melambatnya inflasi PCE pun sepertinya tidak akan berdampak signifikan ke proyeksi tapering, selama pelambatannya tidak signifikan.
Sebab, ketua The Fed, Jerome Powell sebelumnya sudah berulang kali menyatakan tingginya inflasi saat ini hanya bersifat sementara. Artinya pelambatan inflasi sudah diprediksi jauh-jauh hari oleh The Fed.
Di sisi lain, Powell sebelumnya juga menyatakan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset akan tepat dilakukan di tahun ini. Tetapi, dolar AS tidak serta merta perkasa, seperti tahun 2013.
Saat itu, yield obligasi AS (Treasury) melonjak, aliran modal keluar dari negara emerging market dan kembali ke negeri Paman Saham, dolar AS menjadi sangat perkasa, dan pasar finansial global bergejolak, yang disebut taper tantrum.
Dolar AS lebih kalem saat ini, sebab komunikasi The Fed saat ini ke pasar lebih baik ketimbang tahun 2013. Selain itu, Powell juga menyatakan ketika tapering berakhir, bukan berarti suku bunga akan dinaikkan setelahnya.
"Waktu mengurangi pembelian aset tidak berarti menjadi pertanda waktu kenaikan suku bunga. Keduanya merupakan hal yang berbesar secara substansial," kata Powell dalam pertemuan Jackson Hole.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rapat Kebijakan Moneter The Fed September Jadi Perhatian