Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah 'badai' pandemi Covid-19 yang belum usai, kabar baik data dari industri ritel Tanah Air. Kinerja keuangan yang tertekan parah sejak tahun lalu perlahan mulai dapat diperbaiki.
Pemulihan ini terlihat dari perbaikan kinerja keuangan beberapa emiten ritel yang telah merilis laporan keuangan kuartal II tahun 2021 atau semester I tahun ini dari semester I-2020.
Perbaikan kinerja keuangan emiten ritel dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya 'periode relaksasi' pembatasan sosial yang sempat diberlakukan pemerintah. Hal itu terlihat dari kebijakan pembukaan kembali tempat perbelanjaan dan bioskop yang sempat diberlakukan secara singkat.
Faktor lainnya dipengaruhi keuletan emiten ritel untuk memperlebar sayap ke pasar online dan digital. Selain itu perbaikan kinerja juga oleh tingginya permintaan pada periode Lebaran, sehingga perusahaan mampu menggenjot penjualan.
Berikut ini kinerja lima emiten ritel yang telah menerbitkan laporan keuangan interim untuk kuartal kedua tahun ini.
Kelima perusahaan tersebut adalah PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA), PT Hero Supermarket Tbk (HERO), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS)
Pendapatan Semester I
Sepanjang semester I-2021, total agregat pendapatan kelima emiten tersebut tumbuh 19% dari semula sebesar total Rp 17,62 triliun pada Juni 2020, kini meningkat menjadi Rp 20,95 triliun.
Meskipun demikian terdapat satu emiten yang pendapatannya masih mengalami koreksi.
 Foto: Pendapatan Emiten Ritel Juni 2021 Pendapatan Emiten Ritel Juni 2021 |
Sepanjang semester I-2021, emiten ritel milik Grup Lippo yakni LPPF mencatatkan pertumbuhan pendapatan paling besar, meningkat lebih dari separuh pendapatan tengah tahun sebelumnya.
Selanjutnya disusul oleh dua emiten yang tergabung dalam MAP Group yang pendapatannya meningkat lebih dari sepertiga pendapatan Juni tahun lalu.
Pendapatan terbesar dicatatkan oleh MAPI dengan total pendapatan bersih sebesar 9,13 triliun. Pendapatan emiten pengelola gerai Starbucks, Soho dan Genki Sushi ini meningkat 34% dari pendapatan enam bulan awal tahun lalu sebesar Rp 6,82 triliun.
Emiten satunya lagi yang berada dalam satu naungan Grup MAP yakni MAPA, mencatatkan kenaikan pendapatan hingga 35%, pendapatan ini naik dari semula Rp 2,12 triliun menjadi Rp 2,87 triliun.
Perbaikan kinerja pendapatan yang signifikan kedua perusahaan tersebut salah satunya karena perusahaan yang mulai mengimplementasikan transaksi online dengan cukup serius.
NEXT: Kunci Pemulihan Kinerja Emiten Ritel
VP Investor Relations MAP Group, Ratih D. Gianda, menilai bahwa penjualan online MAPI sangat luar biasa pada kuartal ke-2, karena konsumen merasa lebih nyaman untuk berbelanja di berbagai kanal online.
Ratih juga mengatakan bahwa MAPA akan tetap berinvestasi dalam merek-merek atau konsep ritel baru, yang dapat dimanfaatkan di seluruh platform Unified Retail baik dari penjualan online maupun offline.
Sedangkan emiten Grup Lippo yang baru-baru ini telah saham terbesarnya dipegang Auric Digital Retail, Matahari Department Store (LPPF) mencatatkan kenaikan pendapatan 58,66% menjadi Rp 3,57 triliun dari periode Juni 2020 sebesar Rp 2,25 triliun.
Selanjutnya emiten pengelola pusat perbelanjaan Ramayana yang sepanjang tahun lalu babak belur dan terpaksa memangkas ribuan tenaga kerja juga berhasil meningkatkan pendapatannya sebesar 16% menjadi Rp 1,71 triliun dari semula Rp 1,47 triliun.
Terakhir terdapat satu emiten pengelola supermarket yang mengalami nasib berbeda dari empat lainnya. Pendapatan HERO tercatat menyusut 26% dari semula mencapai Rp 4,95 triliun, kini menjadi Rp 3,66 triliun.
Turunnya pendapatan perusahaan salah satunya dikarenakan akibat restrukturisasi bisnis yang sedang berjalan.
Perubahan strategi ini merupakan respons yang menentukan dan diperlukan guna menghadapi dinamika pasar yang berubah, sehingga pada Mei perusahaan memutuskan untuk menutup seluruh gerai Giant dan fokus untuk meningkatkan investasi pada bisnis IKEA, Guardian dan Hero Supermarket.
Mulai Cetak Laba
Meski satu emiten masih mengalami kerugian bersih (HERO), empat emiten lain menunjukkan kinerja yang cukup impresif.
Tiga emiten mampu membalikkan keadaan dari semula mengalami kerugian bersih yang cukup besar. Secara total agregat kelima emiten tersebut berhasil membukukan laba Rp 486,36 miliar meski dibebani oleh kerugian fantastis HERO. Angka ini mengalami perbaikan signifikan dari total agregat kerugian Rp 1,04 triliun Juni tahun lalu.
Perbaikan kinerja laba tidak hanya ditopang oleh tumbuhnya pendapatan, perusahaan melakukan berbagai cara untuk supaya neraca keuangan tetap positif.
Langkah yang diambil pun bermacam-macam mulai dari menekan beban usaha sekeras-kerasnya hingga merestrukturisasi jumlah karyawan agar perusahaan tetap ramping.
 Foto: Laba Emiten Ritel Juni 2021 Laba Emiten Ritel Juni 2021 |
Perbaikan paling signifikan terjadi pada pusat perbelanjaan Matahari yang semula membukukan kerugian Rp 357,87 miliar kini malah mencetak laba bersih hingga Rp 523,48 miliar.
Pihak manajemen LPPF percaya Matahari dapat tampil jauh lebih baik setelah PPKM seiring dengan semakin cepatnya pelaksanaan inisiatif dan tantangan terkait Covid-19 semakin terlampaui.
Selanjutnya ada emiten pengelola Starbucks (MAPI) yang pada akhir kuartal kedua tahun lalu mengalami kerugian senilai Rp 407,94 miliar.
Akan tetapi pada semester pertama tahun ini MAPI mampu bangkit dan membalikkan keadaan dan kini mencatatkan laba bersih sebesar Rp 271,71 miliar.
Perbaikan kinerja MAPI salah satunya dikarenakan perusahaan mampu menekan beban usaha, tercatat pada semester pertama tahun ini beban usaha malah MAPI turun tipis padahal pendapatan perusahaan mengalami peningkatan 34% secara tahunan.
NEXT: Sinyal Ritel Pulih?
Masih dari kelompok usaha yang sama, MAP Aktif juga mampu membalikkan keadaan dari semula rugi kini menjadi untung.
Pada akhir kuartal kedua tahun lalu, kinerja keuangan MAPA sempat tertekan dan terpaksa mengalami kerugian Rp 80,23 miliar.
Akan tetapi dengan semakin giatnya perusahaan mendorong peningkatan transaksi online yang terlihat dari meningkatnya pendapatan, alhasil pada paruh pertama tahun ini MAPA mampu menorehkan laba Rp 104,24 miliar.
Selanjutnya terdapat RALS yang laba bersihnya meningkat dari semula Rp 5,45 miliar menjadi Rp 137,82 miliar.
Laba yang bertambah Rp 132,37 miliar ini memang terlihat kecil, akan tetapi jika dihitung dari persentase perubahan, laba bersih RALS tercatat naik secara fantastis sebesar 2.424%.
Kinerja posistif RALS salah satunya dikarenakan perusahaan mampu menekan beban umum dan administrasi yang mengalami penurunan menjadi Rp 647,12 miliar dari semula Rp 665,24 miliar, dengan pengurangan terbesar terjadi pada gaji dan tunjangan lainnya yang berkurang menjadi Rp 202,55 miliar dari semula mencapai Rp 254,03 miliar.
Hal ini tentu disebabkan pula oleh kebijakan manajemen RALS yang secara aktif memangkas jumlah karyawan dari tahun ke tahun.
Tercatat secara tiga tahun beruntun jumlah karyawan operator pusat perbelanjaan baju ini terus berkurang, dari total 7.734 karyawan di akhir tahun 2018 berkurang menjadi 6.659 karyawan pada akhir tahun 2019, dan terus mengalami penurunan hingga tersisa 4.603 karyawan pada akhir tahun 2020.
Artinya dalam tempo 2 tahun jumlah karyawan RALS berkurang 3.131 karyawan atau terpangkas hampir setengah, tepatnya 40,48%. RALS tidak merinci jumlah karyawan dalam laporan interim.
Sedangkan emiten terakhir adalah HERO yang karena pendapatannya turun, kerugian bersihnya juga bertambah signifikan dari semula rugi Rp 202,08 miliar angka tersebut kini membengkak 173% menjadi Rp 550,89 miliar.
Kinerja keuangan HERO pada semester pertama terus terkena dampak negatif dikarenakan pandemi dan restrukturisasi yang telah diumumkan.
Pembatasan sosial yang ketat, larangan perjalanan domestik dan penutupan atau pemberlakuan pembatasan perdagangan yang ketat di pusat perbelanjaan/mal telah mengubah pola belanja pelanggan secara substansial dan mengurangi jumlah kunjungan pelanggan ke lokasi-lokasi ini.
Namun secara umum, kinerja positif emiten ritel pada paruh pertama tahun ini merupakan kabar baik bagi pemulihan ekonomi Indonesia yang masih terdampak krisis pandemi.
Akan tetapi ini bukan jaminan bahwa ke depannya kelima emiten tersebut terus berada di jalur positif.
Dalam iklim ekonomi yang tidak pasti karena pandemi, bisa saja pada kuartal selanjutnya emiten yang semester ini memperoleh laba malah jadi merugi.
Apalagi mengingat bahwa sampai saat ini pemerintah masih belum mencabut sepenuhnya atau melonggarkan secara besar-besaran aturan pembatasan sosial di berbagai wilayah, dan pula periode lebaran idul fitri yang merupakan cawan suci industri ritel juga telah lewat.
TIM RISET CNBC INDONESIA