Analisis

Royal 'Bakar Duit', Begini Gurita Bisnis Alibaba di Emiten RI

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
01 September 2021 09:55
masayoshi son & Jack Ma
Foto: AP/Shizuo Kambayashi

Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa e-commerce asal China Alibaba benar-benar menganggap serius pasar Indonesia. Ini terlihat dari gurita bisnis perusahaan besutan pengusaha Jack Ma tersebut yang berakar dan menyebar di banyak perusahaan rintisan atau startup Tanah Air lewat pendanaan-pendanaan strategisnya.

Sebut saja, di ranah e-commerce lilitan gurita bisnis Alibaba masuk ke tiga raksasa startup e-niaga sekaligus, yakni Lazada, Tokopedia, dan Bukalapak.

Bukalapak bahkan kini sudah tercatat di papan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus lalu dengan kode saham BUKA dan meraih dana hingga Rp 22 triliun dari penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO).

Menurut pemberitaan CNBC, Alibaba sudah mengakuisisi Lazada pada 2016 silam. Alibaba masuk ke Lazada dengan menyuntikkan dana sekitar US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 14,3 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Setahun kemudian, Alibaba kembali menyuntikkan dana sebesar US$ 1 miliar lagi ke Lazada.

Lalu pada Agustus 2017, Alibaba berinvestasi secara eksklusif dalam pendanaan Seri F Tokopedia senilai US$ 1,1 miliar atau setara Rp 15,73 triliun.

Kemudian, Alibaba turut memimpin putaran pendanaan Seri G senilai US$ 1,1 miliar pada November 2018 bersama investor kelas kakap asal Jepang SoftBank Vision Fund.

Pasca-sinergi antara raksasa ride-hailing Gojek dan Tokopedia di bawah panji GoTo pada Mei lalu, Alibaba Group Holding dilaporkan akan menguasai 12,6% saham perusahaan--di posisi kedua setelah SoftBank Group yang menggenggam 15,3% saham GoTo.

Ketiga, Alibaba juga menjadi investor di Bukalapak, yang baru saja melakukan debut di bursa pada 6 Agustus lalu. Alibaba masuk Bukalapak lewat anak usaha Ant Group, API (Hong Kong) Investment Limited yang menggenggam 17,40% saham BUKA sebelum masa IPO, atau sebesar 13,05% pasca-IPO.

Menurut pemberitaan CNBC Indonesia pada 19 Februari 2019, Ant Group turut menjadi investor seri D Bukalapak, bersama Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund, sampai perusahaan investasi asal Singapura, GIC, yang merupakan dana abadi Singapura (sovereign wealth fund/SWF)

Adapun pemegang saham mayoritas BUKA adalah Grup Emtek lewat PT Kreatif Media Karya (KMK) atau KMK Online yang memiliki 23,93% saham Bukalapak setelah IPO.

Tidak hanya di Bukalapak Alibaba 'berjumpa' Emtek. Pada 2018, Emtek, lewat PT Elang Andalan Nusantara (EAN), menggandeng pengelola Alipay Ant Financial (sebelum berganti nama menjadi Ant Group) meluncurkan aplikasi dompet digital Dompet Digital Indonesia (DANA).

Nah, di samping ketiga e-commerce itu, Alibaba juga masuk ke platform finansial konsumen atau financial technology (fintech) Akulaku lewat Ant Group.

Menurut data Crunchbase, Akulaku telah meraup pendanaan US$ 218 juta dalam 8 putaran, setara Rp 3,12 triliun.

Terakhir, Akulaku mendapatkan US$ 100 juta atau setara Rp 1,43 triliun pada 10 Januari 2019 di mana pada putaran tersebut Ant Group ikut terlibat.

Saat ini, selain Ant Group dan IDG Capital, Akulaku disokong oleh Sequoia Capital India, dan 10 investor lainnya.

Kemudian, Akulaku yang dibekingi Alibaba menjadi pemegang saham di atas 5% di dua emiten bursa, yakni perbankan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) dan emiten pemilik jasa kurir GED PT Trimuda Nuansa Citra Tbk (TNCA)

Akulaku (PT Akulaku Silvrr Indonesia) resmi menjadi pemegang saham pengendali BBYB, setelah mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal tersebut terungkap dalam rancangan pengambilalihan Bank Neo Commerce oleh Akulaku yang dipublikasikan pada Rabu (28/7) di situs resmi BBYB.

Pengumuman ringkasan rancangan pengambilalihan ini sehubungan dengan kepemilikan Akulaku atas 1.664.157.909 saham BBYB atau sekitar 24,98% BBYB sebagai akibat dari pelaksanaan penawaran umum terbatas III (PUT III) atau rights issue.

Sebelumnya, Akulaku pertama kali masuk di BBYB pada awal tahun 2019 dengan mengakuisisi 8,9% saham BBYB dari PT Gozco Capital pada harga Rp 338 per saham dengan nilai total Rp 158 miliar.

Sementara, di TNCA per 31 Juli 2021, melalui Akulaku Silvrr Indonesia, Akulaku menggenggam 31,62% perusahaan.

Selain lewat Akulaku Silvrr, Akulaku juga masuk ke TNCA via perusahaan afiliasi Holyhead East Limited (dulu bernama Asetku Ecommerce Limited), yang merupakan pengembang aplikasi Asetku milik Akulaku.

Holyhead East Limited menguasai 27,49% saham TNCA. Selain kedua perusahaan tersebut, PT Belanja Hitungan Detik tercatat memiliki 23,99% saham TNCA.

Informasi mengenai perusahaan ini sangat minim di internet. Namun, apabila mengacu pada pemberitaan media massa dan alamat perusahaan yang sama dengan Akulaku Silvrr, PT Belanja Hitungan Detik ini tampaknya merupakan perusahaan afiliasi Akulaku.

Dengan demikian, Akulaku, melalui ketiga perusahaan tersebut, menguasai 83,1% saham TNCA. Sementara, PT Asuransi Intra Asia memiliki 5% saham perusahaan.

Menurut keterangan di laporan keuangan kuartal I 2021 TNCA, PT Asuransi Intra Asia adalah entitas induk langsung perusahaan. Sementara, entitas induk utama TNCA adalah Kim Johanes Mulia, yang merupakan pemilik Asuransi Intra Asia.

Dus, apabila menilik pembahasan di atas, Alibaba, baik secara langsung maupun tidak langsung, tercatat masuk ke 3 emiten bursa, yakni BUKA, BBYB, dan TNCA.

Lantas, pertanyaannya, bagaimana sebenarnya fundamental ketiga emiten ini?

Di halaman selanjutnya, Tim Riset CNBC Indonesia akan menjelaskan secara ringkas kinerja keuangan ketiganya.

NEXT: Yuk Intip 'Jeroan' Emiten-emitennya

BUKA

Berdasarkan data prospektus, tercatat pendapatan neto Bukalapak di 2020 mencapai Rp 1,35 triliun naik 25,55% dari 2019 sebesar Rp 1,08 triliun.

Sementara, pada Maret 2021, pendapatan neto mencapai Rp 432,70 miliar tumbuh 32,31% dari Maret 2020 sebesar Rp 320,23 miliar.

Sebagai informasi, Bukalapak memiliki tiga segmen utama, yakni, pertama, marketplace, yang mencakup segala aktivitas di marketplace terkait jasa fitur, logistik, dan sebagainya.

Kedua, segmen mitra yang mencakup aktivitas mitra sebagai agen dengan pihak ketiga. Kemudian, ketiga, segmen BukaPengadaan, mencakup aktivitas pengadaan barang dan jasa.

Berdasarkan segmen usaha, kontribusi terbesar pendapatan neto konsolidasian untuk tahun 2020 adalah marketplace, yaitu sebesar 75,9% atau senilai Rp1,03 triliun.

Namun perusahaan yang disokong Grup Emtek ini masih mencatat rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk (selanjutnya, rugi bersih) di 2020 Rp 1,35 triliun, membaik 51,74% dari rugi bersih di 2019 Rp 2,79 triliun.

Sementara pada Maret 2021 Bukalapak kembali memangkas rugi bersih juga sebesar 17,85% menjadi Rp 323,25 miliar dari rugi bersih di periode yang sama tahun 2020 yakni Rp 393,49 miliar.

BBYB

BBYB mencatatkan kerugian Rp 132, 86 miliar pada semester pertama tahun ini. Kondisi ini memburuk dari periode yang sama tahun sebelumnya dimana perusahaan masih mampu meraup laba bersih sejumlah Rp 19,32 miliar.

Berbanding terbalik dengan kerugian bersih, pendapatan bunga perusahaan paruh pertama tahun ini malah mengalami kenaikan 27,70% menjadi Rp 300,30 miliar dari posisi Juni 2019 sebesar Rp 235,12 miliar.

Membengkaknya kerugian perusahaan diakibatkan oleh meningkatnya biaya beban operasional yang semula sebesar Rp 100,27 miliar, naik 176% menjadi Rp 277,02 miliar.

Per 30 Juni tahun ini, rasio non performing loan (NPL) terhadap total kredit bersih bank meningkat menjadi 3,42% dari posisi tahun sebelumnya sebesar 2,75%. Kemudian, Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) juga tercatat naik menjadi 141,68% pada triwulan kedua 2021 dari periode yang sama tahun 2020 sebesar 92,52%.

Rasio kecukupan modal (CAR) Bank Neo pada paruh pertama 2021 turun menjadi 24,73% dibandingkan dengan posisi tengah tahun 2020 yang berada di angka 33,76%.

TNCA

TNCA mencetak pertumbuhan laba bersih 101,51% pada triwulan I 2021 menjadi Rp 708,344 juta. Namun, lonjakan laba bersih tersebut tidak dibarengi dengan pendapatan perusahaan yang justru turun 13,17% menjadi Rp 17,14 miliar per 31 Maret 2021.

TNCA memiliki dua jenis jasa sebagai sumber pendapatan, yakni pos kurir & logistik yang menyumbang Rp 16,11 miliar dan jasa trucking yang berkontribusi sebesar Rp 1,03 miliar pada 3 bulan pertama 2021.

Menurut materi paparan publik perusahaan terbaru, sepanjang 2021, ada 5 strategi bisnis yang menjadi fokus perusahaan. Pertama, memperkuat proses bisnis dengan menggunakan perangkat digital. Kedua, masuk ke dalam pasar retail melalui e-commerce.

Ketiga, berpartisipasi aktif dalam tender project, seperti dalam Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) oleh pemerintah. Keempat, pemberdayaan 3 cabang milik perusahaan, yakni di Bandung, Surabaya, dan Balikpapan. Kelima, menjalin kerjasama dengan pihak lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular