FYI, Tapering 2013-2015 Bikin Dolar Rp9.700 Jadi Rp14.700...

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 August 2021 16:25
Dollar-Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu tapering sedang mengemuka lagi sejak pekan lalu, bukan sekedar spekulasi, tetapi diungkapkan sendiri oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed).

Risalah rapat kebijakan moneter The Fed edisi Juli menunjukkan peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini.

Inflasi di AS yang dikatakan sudah mencapai target dan pemulihan pasar tenaga kerja juga hampir sesuai ekspektasi, membuat mayoritas anggota dewan memilih tapering di tahun ini.

"Melihat ke depan, sebagian besar partisipan (Federal Open Market Committee/FOMC) mencatat bahwa selama pemulihan ekonomi secara luas sesuai dengan ekspektasi mereka, maka akan tepat untuk melakukan pengurangan nilai pembelian aset di tahun ini," tulis risalah tersebut yang dirilis Kamis (19/8/2021) dini hari waktu Indonesia.

Dolar AS langsung melesat, sepanjang pekan lalu membukukan penguatan lebih dari 1% dan menyentuh level tertinggi sejak November tahun lalu. Rupiah pada pekan lalu akhirnya membukukan pelemahan 0,45%.

Pelemahan yang tipis, tetapi jika berkaca pada 2013 hingga 2015, saat pengumuman tapering, kemudian tapering dilakukan, dan pasca tapering, rupiah merosot hingga 50%.

Pada Juni 2013 The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke mengeluarkan wacana tapering QE.

Pengumuman mengejutkan tersebut membuat aliran modal keluar dari negara emerging market seperti Indonesia dan kembali ke Amerika Serikat yang membuat dolar AS menguat dan rupiah terpuruk. Pasar finansial global juga bergejolak, yang dikenal dengan istilah taper tantrum.

The Fed akhirnya mulai mengurangi QE sebesar US$ 10 miliar per bulan dimulai pada Desember 2013, hingga akhirnya dihentikan pada Oktober 2014. Akibatnya, sepanjang 2014, indeks dolar melesat lebih dari 12%.

Tidak sampai di situ, setelah QE berakhir muncul wacana normalisasi alias kenaikan suku bunga The Fed, yang membuat dolar AS terus berjaya hingga akhir 2015 saat suku bunga acuan akhirnya dinaikkan 25 basis poin menjadi 0,5%.

Setelahnya, The Fed mempertahankan suku bunga tersebut selama 1 tahun, penguatan indeks dolar pun mereda.

idr

Rupiah menjadi salah satu korban keganasan taper tantrum kala itu. Sejak Bernanke mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.

Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Tapering Tanpa Taper Tantrum

Pemicu utama taper tantrum pada tahun 2013 yakni kurangnya komunikasi antara The Fed dan pelaku pasar. Pengumuman tapering pada Juni 2013 terbilang mengejutkan pelaku pasar, sehingga pasar bergejolak, dan taper tantrum terjadi.

Patut diingat, cepat atau lambat tapering pasti akan dilakukan oleh The Fed ketika perekomian AS sudah membaik, inflasi dan pasar tenaga kerja sudah memuaskan bagi bank sentral paling powerful di dunia ini.

Saat ini kondisi tersebut sudah tercapai, maka melanjutkan QE senilai US$ 120 miliar per bulan berisiko membuat perekonomian AS overheating, inflasi juga bisa makin tinggi lagi, sehingga tapering perlu dilakukan, hingga akhirnya QE berakhir.

The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell saat ini sudah terus berkomunikasi dengan pasar terkait dengan tapering. Yang teranyar tentu rilis risalah yang membuka peluang tapering dilakukan tahun ini.

Secara tidak langsung, pelaku pasar diminta untuk bersiap jika tapering terjadi di tahun ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, juga menyatakan komunikasi The Fed kali ini jelas sehingga bisa menghindari terjadinya taper tantrum.

"The Fed komunikasinya jelas, kerangka kerjanya kayak apa, inflasi dan pengangguran dan rencana tapering-nya. Tentu saja dengan demikian, pasar semakin memahami pola kerja, kerangka kerja Fed," papar Perry usai Rapat Dewan Gubernur tengah pekan lalu.

"Bahwa kebijakan tapering fed dampaknya tidak akan sebesar taper tantrum pada 2013. Fed tapering yang dilakukan dampaknya ke global dan emerging market khususnya Indonesia Insya Allah tidak sebesar seperti taper tantrum 2013," jelasnya.

Selain mengenai kemungkinan waktu tapering yang sudah diungkapkan, The Fed juga menegaskan tapering tidak ada kaitannya dengan suku bunga The Fed. Artinya, ketika QE sudah berakhir, tidak serta merta suku bunga akan langsung dinaikkan.

Meski kemungkinan tidak akan separah taper tantrum, tapering yang akan dilakukan The Fed pasti akan berdampak pada pergerakan rupiah, dan kemungkinan akan tertekan. Meski, sekali lagi tidak akan mengalami gejolak seperti 2013.

BI juga sudah bersiap menghadapi tapering dengan triple intervention yang meliputi Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), di pasar spot, sampai ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).

"Kerjasama BI dan Kemenkeu, bagaimana perbedaan yield SBN dalam dan luar negeri. Itu akan menarik investor asing," terang Perry.

Selain itu, cadangan devisa Indonesia juga cukup besar guna menstabilkan rupiah. Pada akhir Juli lalu, cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 137,3 miliar setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Posisi cadangan devisa tersebut tidak jauh dari rekor rekor tertinggi sepanjang masa US$ 138,8 miliar yang dicapai pada bulan April.

"Jadi jauh lebih cukup untuk stabilisasi," tegas Perry.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis Teknikal

Jika melihat sedikit ke belakang, sejak mengalami gejolak pada Maret 2020 lalu, rupiah sebenarnya bergerak sideways alias mendatar. Hal tersebut terlihat dari indikator rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50), MA 100 dan MA 200 yang cenderung mendatar.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Selain itu, jika dilihat dari Fibonacci Retracement yang ditarik dari level terkuat 2020 di Rp 13.565/US$ yang dicapai pada 24 Januari 2020, dan terlemah Rp 16.620/US$ pada 23 Maret 2020, rupiah yang disimbolkan USD/IDR bergerak di atas Retracement 78,6% di kisaran Rp 14.220/US$ dan di bawah 61,8% Rp 14.730/US$.

Penembusan salah satu level tersebut akan menentukan arah rupiah lebih jelas. Ketika tapering terjadi, Fib. Retracement 61,8% di kisaran Rp 14.730/US$ akan menjadi penahan pertama pelemahan rupiah. Jika dilewati, rupiah berisiko ke level psikologis Rp 15.000 hingga Rp 15.100/US$ yang berada di kisaran Fib. Retracement 50%, dan menjadi resisten kuat penahan pelemahan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular