Suspensi Saham Bank Salim Dibuka, Kok DCII Digembok Sebulan?

tahir saleh, CNBC Indonesia
21 July 2021 07:00
anthoni salim (Tangkapan Layar Youtube)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya akan membuka suspensi (penghentian sementara) perdagangan saham PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), bank milik Grup Salim, mulai Rabu 21 Juli hari ini.

Hanya saja, pada saham emiten data center PT DCI Indonesia tbk (DCII) yang sahamnya juga dipegang oleh bos Grup Salim, Anthoni Salim, belum juga dibuka padahal sudah lebih dari 30 hari (24 hari Bursa) saham ini 'digembok' otoritas bursa.

Sebelumnya BEI sudah menghentikan sementara alias suspensi saham bank BINA ini sejak Jumat 9 Juli lalu, atau sudah 7 hari perdagangan Bursa.

Setelah mencecar manajemen BINA, BEI pun akhirnya membuka suspensi saham ini.

"Menunjuk Pengumuman Bursa No.: Peng-SPT-00106/BEI.WAS/07-2021 tanggal 8 Juli 2021, perihal Penghentian Sementara Perdagangan (Suspensi) Saham Bank Ina Perdana, maka dengan ini diumumkan bahwa suspensi atas perdagangan saham Bank Ina Perdana di Pasar Reguler dan Pasar Tunai dibuka kembali mulai perdagangan sesi I tanggal 21 Juli 2021," tulis pengumuman BEI, Senin (19/7/2021).

Suspensi sejak 9 Juli lalu atas saham BINA seiring dengan lonjakan harga yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir.

Data BEI mencatat, saham BINA diperdagangkan terakhir di Rp 5.775/saham. Dalam sebulan terakhir sahamnya naik 88% dan 3 bulan terakhir melesat 273%. Bahkan dalam 6 bulan terakhir saham BINA meroket 737% dengan kapitalisasi pasar Rp 33 triliun.

Dalam suratnya kepada manajemen BINA, BEI pun melontarkan sejumlah pertanyaan seiring dengan suspensi tersebut.

Beberapa pertanyaan di antaranya alasan kenaikan harga saham, transaksi gadai saham atau repurchase agreement (repo), aksi korporasi, hingga rencana divestasi pemegang saham pengendali.

Manajemen BINA pun menjawab dalam suratnya terkait dengan sejumlah pertanyaan otoritas bursa itu.

Mengenai gadai saham, manajemen BINA menegaskan perseroan tidak mengetahui adanya aktivitas gadai saham (repo) yang dilakukan oleh pemegang saham perseroan.

Selain itu, manajemen perusahaan juga menyatakan tidak menerima sejumlah dana dari hasil repo tersebut.

"Perseroan tidak mengetahui perihal rencana divestasi (penjualan) saham yang dilakukan pemegang saham utama perseroan," kata Ria dalam keterangan surat tersebut, ketika bursa menanyakan apakah ada rencana divestasi dari pemegang saham utama bank ini," tulis Ria Sari Sidabutar, Sekretaris Perusahaan BINA, dalam surat penjelasannya, dikutip Senin (19/7/2021).

Manajemen BINA juga menegaskan tidak akan terjadi pergantian kepemilikan pemegang saham saat ini, yakni Anthoni Salim melalui PT Indolife Pensiontama, ke pemegang saham baru. Salim disebutkan menjadi ultimate shareholder (entitas terakhir penerima manfaat) BINA.

Per 30 Juni 2021, Grup Salim melalui kendaraan investasinya Indolife Pensiontama, yang menjadi pemegang saham pengendali BINA, menguasai 22,47% saham perusahaan.

Perusahaan meyakini kenaikan harga saham yang terjadi beberapa waktu lalu disebabkan karena kinerja perusahaan yang meningkat dan sustain dengan adanya ekosistem yang luas.

Selain itu, kenaikan harga saham juga disebabkan karena adanya rencana aksi korporasi yang akan dilakukan dalam rangka peningkatan modal dan pengembangan layanan perbankan.

Perusahaan akan melakukan aksi korporasi Penawaran Umum Terbatas (PUT) III dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD/rights issue) sebanyak 2 miliar saham dengan nominal Rp 100/saham.

Aksi korporasi ini akan dilakukan pada semester kedua tahun ini dan telah mendapatkan persetujuan pemegang saham pada 16 Juni 2021 lalu.

Dengan disetujuinya rights issue ini, Anthony Salim, selaku ultimate shareholder berpeluang menambah porsi kepemilikan sahamnya pada Bank Ina.

NEXT: Saham DCII kok Sebulan 'Digembok'?

Di sisi lain, BEI belum mau membuka suspensi perdagangan saham DCII, emiten data center milik pengusaha Toto Sugiri dan Anthoni Salim.

BEI 'menggembok' saham fenomenal DCII sejak 17 Juni lalu. Artinya, lebih dari 30 hari atau 24 hari Bursa, saham ini ini disuspensi Bursa.

Pergerakan harga yang melonjak signifikan membuat otoritas bursa menegaskan perlu ada langkah cooling down guna memberikan kesempatan kepada pelaku pasar untuk mempertimbangkan keputusan investasinya.

Menanggapi ini, BEI menyatakan saat ini masih melakukan pemeriksaan atas transaksi saham DCII. Hal ini menindaklanjuti suspensi saham yang dilakukan terhadap DCII sejak 17 Juni. Langkah suspensi ini adalah yang kali yang dilakukan setelah saham DCII naik secara signifikan.

Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Kristian Manullang menjelaskan, saham DCII mengalami volatilitas harga secara terus menerus.

"Atas kondisi ini, kami sedang melakukan pemeriksaan atas transaksi saham DCII. Tujuan pemeriksaan ini untuk memastikan ada tidaknya indikasi manipulasi transaksi," kata Kristian kepada awak media, Rabu (7/6/2021).

Saham DCII terakhir kali diperdagangkan pada level Rp 59.000 per saham pada Rabu (16/6/2021).

Perseroan baru melantai di pasar modal pada 6 Januari 2021 dengan harga penawaran umum perdana saham (IPO) Rp 420 per saham. Saham DCII tercatat meroket 14.000% dari harga IPO.

Dalam penjelasannya kepada BEI, Corporate Secretary DCI Indonesia, Gregorius Nicholas Suharsono mengatakan, kenaikan harga saham perseroan yang mencapai Rp 59.000 per saham bergantung pada mekanisme pasar dan persepsi pasar atas masa depan DCII.

Sampai dengan 30 Juni 2021, pemegang saham DCII ialah Otto Toto Sugiri dengan kepemilikan 29,90%. Marina Budiman 22,51%, Han Arming Hanafia sebesar 14,11%. Ketiganya merupakan pengendali, sedangkan Anthoni Salim menggenggam kepemilikan sebesar 11,12% dan pemegang saham publik 22,36%.

Adapun saat ini, untuk market cap atau kapitalisasi pasar, DCII berhasil merangsek ke 10 besar big cap alias saham dengan kapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun. Market cap DCII sebesar Rp 140,64 triliun, mendekati PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) di urutan 9 dengan market cap Rp 156,05 triliun.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular