Kuartal I-2021

Duh! 12 Leasing Bangkrut, Intip Kinerja 8 Emiten Multifinance

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
07 July 2021 09:55
Ilustrasi Mobil
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak tahun lalu benar-benar memukul perusahaan pembiayaan (multifinance). Dampak dari pembatasan pergerakan masyarakat akibat pagebluk yang kemudian membuat ekonomi lesu memaksa sejumlah perusahaan multifinance, termasuk leasing kendaraan bermotor, tutup operasi dan gulung tikar.

Penutupan operasional ini ditengarai lantaran perusahaan terkait tak memenuhi ketentuan ekuitas minimal yang diwajibkan regulator, selain juga karena adanya pergantian segmen usaha tak lagi menjadi perusahaan multifinance.

Mengacu data statistik Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai dengan April 2021, jumlah pelaku perusahaan pembiayaan berkurang 12 perusahaan menjadi 171 pelaku, dari periode April 2020.

Rinciannya, sebanyak 166 perusahaan pembiayaan konvensional dan 5 perusahaan pembiayaan syariah dengan total aset mencapai Rp 437,92 triliun.

Pada periode yang sama di tahun sebelumnya, pelaku di sektor perusahaan pembiayaan ada sebanyak 183 pelaku dengan rincian, 178 dari perusahaan multifinance konvensional dan 5 perusahaan multifinance syariah atau tidak mengalami perubahan dengan total aset mencapai Rp 521,73 triliun.

Vice Chairman Of Executive Board PT Indomobil Finance Indonesia, Gunawan Effendi menilai, penutupan sejumlah perusahaan leasing tersebut lantaran ada beberapa faktor.

Dia menilai, salah satu faktor berkaitan dengan ketidakmampuan perusahaan multifinance terkait dalam persyaratan mengenai kewajiban ekuitas minimal Rp 100 miliar sesuai dengan ketentuan Peraturan OJK No.35/2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan.

"Perusahaan pembiayaan yang tutup tentu memiliki pertimbangan dan alasan masing-masing. OJK sebagai pengawas industri pembiayaan tentunya akan melihat seberapa multifinance tersebut dapat memenuhi persyaratan dan mematuhi POJK yang berlaku," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/6/2021).

Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan, piutang pembiayaan masih akan terkontraksi sebesar -1% sampai dengan -5% di tahun ini.

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, masih terkontraksinya piutang pembiayaan itu disebabkan oleh kondisi perekonomian nasional yang masih belum pulih akibat pandemi.

Terlebih lagi, pemerintah juga memberlakukan kebijakan PPKM Mikro Darurat untuk mengendalikan penyebaran virus corona, mulai 3 Juli-20 Juli mendatang di Jawa-Bali.

"Piutang pembiayaan diperkirakan akan tetap terkontraksi di level - 1% s.d. - 5% (yoy), khususnya karena maraknya pembelian kendaraan bermotor secara tunai," ungkap Wimboh, dalam paparannya di acara webinar bertajuk "Economic Outlook Prospek Ekonomi Pasca-Stimulus dan Vaksinasi, Selasa (6/7/2021), Selasa (6/7/2021).

Wimboh menjelaskan, maraknya pembelian kendaraan secara tunai ini disebabkan oleh sejumlah faktor seperti diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan banyaknya pembelian kendaraan bekas.

Namun, ia juga meyakini ke depannya minat pembelian kendaraan bermotor secara kredit akan tetap tumbuh seiring dengan kebutuhan generasi milenial yang memiliki tabungan yang cukup untuk membeli kendaraan bermotor.

Wimboh melanjutkan, kinerja di sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) masih akan mencatatkan perlambatan. "Kita sadar ini sangat tergantung dari aktivitas ekonomi dan penyaluran kredit," ujarnya.

Oleh sebab itu, kata Wimboh, pemulihan aktivitas ekonomi akan tergantung pada keberhasilan penanganan pandemi melalui akselerasi vaksinasi dan kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan.

Leasing atau multifinance memang menjadi salah satu dari INKB, selain asuransi, industri investasi (reksa dana), dan dana pensiun. Secara definisi, bisnis multifinance memiliki empat lini bisnis yakni pembiayaan konsumen, leasing (sewa guna usaha), anjak piutang dan kartu kredit. Tapi istilah di pasar menyebutkan "leasing" sebagai nama lain dari perusahaan pembiayaan.

Kemudian, pertanyaannya, di tengah kabar yang tidak menggembirakan ini, bagaimana sebenarnya kinerja keuangan emiten-emiten multifinance sepanjang kuartal I tahun ini?

Pada halaman selanjutnya, Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara singkat kinerja fundamental 8 emiten multifinance sepanjang triwulan pertama 2021.

NEXT: Begini Kinerja Multifinance di Bursa

Adapun, emiten-emiten yang akan dimaksud adalah emiten pembiayaan kendaraan roda empat baru dan bekas, yang dikendalikan Grup TPG dan Northstar milik Patrick Walujo dan Glenn Sugita PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN), PT Verena Multi Finance Tbk (VRNA), Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOMF), emiten yang dikuasai PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) PT Adira Dinamika Multi Finance (ADMF).

Kemudian, induk Indomobil Finance Indonesia milik Grup Salim PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS), emiten yang sahamnya dimiliki investor kawakan Lo Kheng Hong PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN), PT Radana Bhaskara Finance (HDFA), dan PT KDB Tifa Finance Tbk (TIFA).

Dari 8 emiten yang diamati, hanya IMJS yang mencatatkan rugi bersih selama kuartal I tahun ini.

Secara umum, sepanjang 3 bulan pertama tahun ini 8 emiten tersebut cenderung mengalami tekanan pada kinerja fundamental. Adapun catatan khusus, HDFA berhasil membalik rugi bersih menjadi laba bersih dan TIFA mencetak kenaikan laba bersih sepanjang kuartal I 2021.

Mari kita bahas satu per satu.

Menurut laporan keuangan perusahaan, BFIN mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 30% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal I-2021 menjadi Rp 229,54 miliar, dari periode yang sama tahun lalu Rp 327,86 miliar.

Penurunan laba bersih ini seiring dengan koreksi pendapatan sebesar 28% menjadi Rp 990,85 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp 1,37 triliun.

Kedua, VRNA yang mengalami koreksi pendapatan 16,84% menjadi Rp 75,97 miliar pada triwulan pertama tahun ini. Seiring dengan itu, laba bersih perusahaan juga anjlok 40,68% menjadi Rp 10,13 miliar pada 3 bulan pertama 2021.

Setali tiga uang, WOMF juga membukukan penurunan laba bersih 44,91% secara yoy dari Rp 44,21 miliar pada kuartal pertama 2020 menjadi Rp 24,35 miliar pada periode yang sama tahun ini. Pendapatan usaha WOMF juga tergerus 39,68% menjadi Rp 382,15 miliar per 31 Maret 2021.

Kemudian, laba bersih ADMF juga ambles 59,41% menjadi Rp 211,11 miliar pada kuartal I tahun ini dari Rp 520,11 milar pada periode yang sama tahun lalu. Per akhir Maret 2021, pendapatan usaha perseroan juga turun 27,77% menjadi Rp 2,05 triliun.

Kelima, IMJS mengalami rugi bersih Rp 22,21 miliar pada kuartal I 2021 dari sebelumnya laba bersih Rp 24,04 miliar pada akhir Maret 2020. Pendapatan perusahaan juga turun 15,39% menjadi Rp 978,68 miliar.

Selanjutnya, laba bersih CFIN terpangkas 56,48% dari Rp 93,23 miliar pada 3 bulan pertama 2020 menjadi Rp 40,58 miliar pada kuartal I tahun ini. Penurunan laba bersih dibarengi dengan merosotnya pendapatan sepanjang triwulan pertama 2021 sebesar 26,66% menjadi Rp 407,11 miliar.

Ketujuh, HDFA berhasil membalik rugi bersih Rp 13,25 miliar pada periode Januari-Maret 2020 menjadi laba bersih Rp 7,18 miliar pada triwulan-I tahun ini. Namun, pendapatan HDFA turun 17,02% menjadi Rp 31,98 miliar sepanjang 3 bulan awal 2021.

Terakhir, TIFA membukukan koreksi pendapatan usaha sebesar 29,42% dari Rp 41,06 miliar pada kuartal I 2020 menjadi Rp 28,98 miliar pada periode yang sama tahun ini. Kendati pendapatan usaha menurun, TIFA berhasil meraup kenaikan laba bersih 13,18% menjadi Rp 7,55 miliar pada periode Januari-Maret tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular