Buka-bukaan Bos OJK-Presdir BCA soal Nasib Kredit saat PPKM

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
07 July 2021 07:50
Pertemuan OJK dan pimpinan perbankan, 17 Februari 2021/Dok OJK
Foto: Pertemuan OJK dan pimpinan perbankan, 17 Februari 2021/Dok OJK

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingginya kasus Covid-19 di Indonesia yang membuat pemerintah mulai menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat mulai 3 Juli hingga 20 Juli mendatang di Jawa-Bali ternyata punya dampak serius bagi sektor perbankan nasional, terutama laju kredit.

Hal itu disampaikan oleh langsung oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dan Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja dalam webinar bertajuk "Economic Outlook Prospek Ekonomi Pasca-Stimulus dan Vaksinasi, Selasa kemarin (6/7/2021).

Wimboh menilai, kebijakan PPKM Mikro Darurat akan berimbas terhadap perekonomian nasional, salah satunya adalah penyaluran kredit yang tak seoptimal biasanya.

Saat ini OJK menargetkan, penyaluran kredit di tahun ini akan tumbuh pada kisaran 6% plus minus 1% dari sebelumnya 7% plus minus 1%. Sedangkan, Dana Pihak Ketiga (DPK) diproyeksikan akan tumbuh di kisaran 11% plus minus 1%.

"Fungsi intermedasi ke depannya berpotensi kembali mengalami tekanan seiring dengan pemberlakuan kebijakan pengendalian penyebaran Covid-19 melalui PPKM Mikro Darurat," kata Wimboh.

Sampai dengan April ini, pertumbuhan kredit perbankan nasional masih melambat di April sebesar -0,26% mtm (month to month) dan -2,28% yoy (year on year). Sedangkan, pada Mei kondisinya mulai menunjukkan perbaikan menjadi 0,59% mtm dan -1,28% yoy.

Kontraksi kredit tersebut terjadi pada saat suku bunga kredit perbankan telah menunjukkan tren penurunan.

Pada kondisi normal, tingkat suku bunga berpengaruh cukup signifikan mendorong permintaan kredit. Namun, pada kondisi pandemi, permintaan kredit menjadi inelastis dan perubahan suku bunga kredit tidak berpengaruh besar terhadap permintaan kredit.

Di sisi lain, perlambatan kredit masih sulit terutama pada kelompok debitur skala besar atau korporasi terutama di sektor terdampak langsung pandemi Covid-19, yaitu transportasi, hotel, restoran, cafe dan di sektor hilir yang menjadi dampak ikutan lainnya.

Namun, terdapat beberapa sektor yang tumbuh positif, terutama industri telekomunikasi dan komoditi berbasis ekspor.

"Pertumbuhan kredit bergantung pada pemulihan confidence pelaku usaha dan normalisasi aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang bermuara pada keberhasilan penanganan pandemi melalui akselerasi vaksinasi dan kedisiplinan mematuhi protokol kesehatan," katanya.

Sementara itu, dari sisi risiko kredit, sampai dengan Mei 2021, nilai kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 781,9 triliun atau 14,17% dari total kredit yang diberikan kepada 5,12 juta debitur.

Dalam kesempatan itu, Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menyampaikan, BCA turut mencatatkan penurunan penyaluran kredit modal kerja baru karena banyak perusahaan yang masih menahan ekspansi bisnis.

"Penggunaan kredit modal kerja sebelumnya 70% sekarang 60-65%. Bahkan mereka gunakan modal pribadi," kata Jahja.

Sampai dengan periode kuartal pertama di tahun ini, emiten bersandi BBCA ini tercatat menyalurkan kredit sebesar Rp 586,8 triliun.

Sedangkan, penyaluran kredit untuk korporasi mencapai Rp 262,6 triliun. Porsi penyaluran kredit terbesar selanjutnya disalurkan ke kredit komersial dan UKM sebesar Rp 178,9 triliun.

Jahja menilai, di masa yang sulit akibat pandemi ini, pengusaha cenderung menahan diri untuk mengambil pinjaman baru untuk ekspansi. Mereka cenderung menggunakan ekuitas dari internal perusahaan.

"Mereka tombokin equity, belum ambil pinjaman," kata Jahja.

Secara kinerja, per kuartal I-2021, BCA dan entitas anak mencatatkan kinerja keuangan solid, serta posisi permodalan dan likuiditas berada pada posisi yang sehat melewati setahun pandemi Covid-19.

BCA mencatatkan laba bersih sebesar Rp 7,04 triliun pada 3 bulan pertama tahun ini, tumbuh 7% secara tahunan (YoY) dari periode yang sama tahun lalu Rp 6,58 triliun.

Sejalan dengan perekonomian yang berangsur pulih dari pandemi, portofolio total kredit dan obligasi korporasi telah relatif stabil sejak Desember 2020, mencapai Rp 610 triliun per 31 Maret 2021.

Sementara itu, BCA membukukan pertumbuhan kredit yang positif pada segmen korporasi, ditopang permintaan pada industri telekomunikasi, minyak nabati dan hewani, serta perkebunan.

Meski demikian, aktivitas bisnis yang belum pulih sepenuhnya menyebabkan fasilitas tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga total kredit BCA terkoreksi di kuartal I lalu menjadi Rp 586,8 triliun.

Kredit korporasi mencapai Rp 262,6 triliun di Maret 2021, naik 0,9% YoY (year on year). Sementara itu, kredit komersial dan UKM turun 6,4% YoY menjadi Rp178,9 triliun.

Total kredit konsumer terkontraksi 10% YoY menjadi Rp139,5 triliun. Pada portofolio kredit konsumer, KPR (kredit pemilikan rumah) turun 3,4% YoY menjadi Rp89,4 triliun, serta KKB (kredit kendaraan bemotor) berkurang 23,7% YoY menjadi Rp36,0 triliun.

Adapun dari perkembangan terbaru data Covid-19, pemerintah kembali mengumumkan pertambahan kasus Covid-19 yang pada Selasa (6/7/2021) yang mencetak rekor tertinggi, yakni 31.189 kasus dalam sehari. Rekor ini memecahkan rekor yang tercipta sehari sebelumnya, yakni 29.745 kasus.

Dengan pertambahan kasus tersebut maka total konfirmasi positif sejak pandemi hingga hari ini menembus 2.345.018 kasus.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Corona 'Meledak', Bos BCA Blak-blakan Nasib Kredit Perbankan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular