
Di Hadapan Mata Uang Asia-Eropa, Mampukah Rupiah Berjaya?

Kedua adalah perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Per 27 Juni 2021, Kementerian Kesehatan mencatat pasien positif Covid-19 berjumlah 2.093.962 orang. Bertambah 21.095 orang, rekor penambahan kasus harian sejak pasien pertama diumumkan pada 1 Maret 2020.
Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 13.748 orang per hari. Melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 6.540 orang setiap harinya.
Pandemi yang semakin menjadi-jadi membuat prospek ekonomi Indonesia menjadi sangat tidak pasti. Sebab, normalisasi atau reopening akan semakin tertunda. Kini, semakin tidak ada yang tahu kapan aktivitas dan mobilitas masyarakat bisa seperti dulu lagi.
Ketika ini terjadi, maka semakin sulit untuk memperkirakan masa depan ekonomi Indonesia. Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2021 memang hampir pasti tumbuh positif, mengingat basis yang rendah pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun sulit untuk membikin proyeksi untuk kuartal-kuartal berikutnya, apalagi jika masih ada pembatasan kegiatan masyarakat.
Ketidakpastian ini membuat investor (terutama asing) ragu untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 703,34 miliar selama sepekan ini.
Di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing atas Surat Berharga Negara (SBN) per 24 Juni 2021 adalah Rp 970,76. Berkurang Rp 10,45 triliun dibandingkan posisi sepekan sebelumnya.
Arus modal keluar (capital outflow) ini membuat rupiah kekurangan 'bensin'. Akibatnya, rupiah tersalip oleh dolar AS, mata uang Asia, dan Eropa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)