Di Hadapan Mata Uang Asia-Eropa, Mampukah Rupiah Berjaya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 June 2021 16:40
Ilustrasi pecahan uang 75.000. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi pecahan uang 75.000. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada pekan ini. Rupiah juga melemah di hadapan mata uang utama Asia dan Eropa.

Sepanjang minggu ini, rupiah melemah 0,35% di hadapan dolar AS secara point-to-point. Dolar AS sudah berada di atas Rp 14.400.

Tidak hanya di hadapan dolar AS, rupiah pun lesu saat tanding satu lawan satu dengan mata uang utama Asia. Dari 10 mata uang, rupiah hanya unggul terhadap empat di antaranya yaitu rupee India, yen Jepang, baht Thailand, dan dolar Taiwan.

Berikut perkembangan kurs mata uang Benua Kuning terhadap rupiah pada pekan ini:

Kemudian di Eropa, rupiah juga relatif melemah. Mata uang Tanah Air hanya mampu menguat terhadap euro, tetapi lesu di hadapan poundsterling Inggris dan franc Swiss.

Berikut perkembangan kurs mata uang Benua Biru terhadap rupiah pekan ini:

Halaman Selanjutnya --> Harga CPO Turun, Rupiah Ikut Menderita

Kelesuan rupiah disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah harga komoditas, terutama minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Sepanjang pekan ini, harga CPO boleh naik 2,8% secara point-to-point. Namun dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini masih anjlok 10,11%.

Bagi Indonesia, koreksi harga CPO bisa berdampak sistemik. Pasalnya, CPO adalah produk andalan ekspor Indonesia.

Pada Januari-Mei 2021, nilai ekspor lemak dan minyak hewan/nabati (yang didominasi CPO) adalah US$ 11,95 miliar. Pangsanya mencapai 15,04% dari total ekspor non-migas.

Saat harga CPO turun, maka pasokan valas di perekonomian dalam negeri akan ikut turun. Ini tentu menjadi beban bagi mata uang Ibu Pertiwi.

Halaman Selanjutnya --> Corona Menggila, Investor Asing Balik Kanan

Kedua adalah perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Per 27 Juni 2021, Kementerian Kesehatan mencatat pasien positif Covid-19 berjumlah 2.093.962 orang. Bertambah 21.095 orang, rekor penambahan kasus harian sejak pasien pertama diumumkan pada 1 Maret 2020.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 13.748 orang per hari. Melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 6.540 orang setiap harinya.

Pandemi yang semakin menjadi-jadi membuat prospek ekonomi Indonesia menjadi sangat tidak pasti. Sebab, normalisasi atau reopening akan semakin tertunda. Kini, semakin tidak ada yang tahu kapan aktivitas dan mobilitas masyarakat bisa seperti dulu lagi.

Ketika ini terjadi, maka semakin sulit untuk memperkirakan masa depan ekonomi Indonesia. Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2021 memang hampir pasti tumbuh positif, mengingat basis yang rendah pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun sulit untuk membikin proyeksi untuk kuartal-kuartal berikutnya, apalagi jika masih ada pembatasan kegiatan masyarakat.

Ketidakpastian ini membuat investor (terutama asing) ragu untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 703,34 miliar selama sepekan ini.

Di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing atas Surat Berharga Negara (SBN) per 24 Juni 2021 adalah Rp 970,76. Berkurang Rp 10,45 triliun dibandingkan posisi sepekan sebelumnya.

Arus modal keluar (capital outflow) ini membuat rupiah kekurangan 'bensin'. Akibatnya, rupiah tersalip oleh dolar AS, mata uang Asia, dan Eropa.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular