Jakarta, CNBC Indonesia - Awal pekan depan mungkin akan menjadi waktu 'istirahat' bagi pelaku pasar, karena minim agenda atau rilis data. Namun jelang akhir pekan, saatnya kembali meningkatkan kewaspadaan.
Sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil membukukan kenaikan tipis 0,25% secara point-to-point. Investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 703,34 miliar selama sepekan ini. Namun demikian, di pasar tunai dan negosiasi terdapat aksi beli besar-besaran dengan nilai total Rp 2,03 triliun.
Arus modal keluar ini membuat rupiah melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Minggu ini, rupiah terdepresiasi 0,35% secara point-to-point. Dolar AS sudah berada di atas Rp 14.400.
Untuk pekan ini, rilis data terbaru agak sepi pada awal minggu. Baru pada Kamis, 1 Juli 2021, akan ada rilis data yang perlu menjadi perhatian pasar.
Pertama adalah rilis data inflasi periode Juni 2021. Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan keempat memperkirakan inflasi bulan ini sebesar -0,11% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ada deflasi, yang jika terwujud akan menjadi yang pertama sejak September tahun lalu.
Sementara inflasi tahunan (year-on-year/yoy) diperkirakan 1,38%. Kemudian inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) adalah 0,79%.
"Penyumbang utama deflasi Juni 2021 sampai dengan minggu keempat yaitu komoditas cabai merah -0,10% (mtm), daging ayam ras -0,08% (mtm), tarif angkutan antarkota -0,06% (mtm), cabai rawit -0,04% (mtm), bawang merah -0,02% (mtm), daging sapi, kelapa, tomat, udang basah dan tarif angkutan udara masing-masing sebesar -0,01% (mtm). Sementara itu, beberapa komoditas mengalami inflasi, antara lain telur ayam ras sebesar 0,03% (mtm) emas perhiasan sebesar 0,02% (mtm) minyak goreng, sawi hijau, kacang panjang, nasi dengan lauk dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01% (mtm)," jelas laporan BI.
Inflasi yang rendah akan membuat BI nyaman untuk mempertahankan suku bunga acuan. Agak sulit untuk berharap suku bunga turun, karena tekanan yang dihadapi rupiah akhir-akhir ini. Namun dengan inflasi yang rendah, MH Thamrin belum perlu untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate.
Kemudian pada hari yang sama akan dirilis data aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI). Ada kemungkinan PMI manufaktur Indonesia akan kembali naik dan menyentuh rekor tertinggi baru.
"Pemesanan terhadap produk manufaktur akan tetap tinggi. Penyaluran gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada bulan ini akan menjadi bantalan peningkatan konsumsi masyarakat," sebut Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset.
Halaman Selanjutnya --> Pandemi Makin Ngeri!
Meski rilis data ekonomi relatif sepi, tetapi ada data lain yang harus terus dipantau setiap hari. Itu adalah data pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Per 27 Juni 2021, Kementerian Kesehatan mencatat pasien positif corona berjumlah 2.093.962 orang. Bertambah 21.095 orang, rekor penambahan kasus harian sejak pasien pertama diumumkan pada 1 Maret 2020.
Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 13.748 orang per hari. Melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 6.540 orang setiap harinya.
Hal yang juga mengerikan adalah angka kasus aktif, yaitu pasien yang masih dalam perawatan, baik di fasilitas kesehatan maupun karantina mandiri. Data ini menggambarkan seberapa berat beban yang ditanggung sistem pelayanan kesehatan.
Per 26 Juni 2021, jumlah kasus aktif hampir mencapai 200.000 tepatnya 194.776 orang. Ini adalah rekor tertinggi.
Kasus aktif kemarin bertambah 13.341 orang. Lagi-lagi, rekor penambahan kasus aktif dalam sehari.
Halaman Selanjutnya --> Beban Nakes Sudah Kelewat Berat!
Data ini memberi konfirmasi bahwa sistem pelayanan kesehatan di Indonesia menanggung beban yang sangat berat. Di sejumlah rumah sakit, kamar sudah tidak mampu lagi menampung pasien sehingga yang baru datang terpaksa menjalani perawatan di tenda darurat.
Tenaga kesehatan pun pontang-panting merawat pasien yang jumlahnya semakin bertambah. Mengutip catatan Bank Dunia, rasio dokter per 1.000 penduduk di Indonesia pada 2018 hanya 0,43. Ini adalah yang terendah di antara negara-negara tetangga.
Beban berat yang ditanggung oleh pekerja medis dan sistem pelayanan kesehatan, plus penularan virus yang semakin cepat akibat kehadiran varian baru, membuat desakan untuk memperketat pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat semakin mengemuka. Wacana karantina wilayah (lockdown) atau kebijakan yang lebih ketat dari sekarang kembali muncul, bahkan semakin kencang.
"Sebenarnya di luar negeri juga tidak ada, (lockdown) hanya istilah. Kita lakukan pengetatan saja, do something. Tidak usah ribut dengan istilah," tegas Pandu Riono, Epidemiolog dari Universitas Indonesia.
Apabila pandemi Covid-19 semakin tidak terkendali, maka masa depan ekonomi Indonesia bakal sangat tidak pasti. Soalnya, pengetatan aktivitas dan mobilitas publik akan membuat 'roda' ekonomi tidak bisa berputar cepat.
"(Kasus Covid-19) Jakarta cukup tinggi dan beberapa daerah. Ini akan mempengaruhi kuartal II karena sampai Juni.
"Jadi Covid-19 harus dikendalikan. Kalau tidak, maka kita tidak akan bisa menormalisasi apapun, pendidikan, kegiatan keagamaan, dan lain-lain," papar Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, baru-baru ini.
Oleh karena itu, pagebluk Covid-19 bukan krisis kesehatan dan kemanusiaan. Virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini juga bakal menghancurkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
TIM RISET CNBC INDONESIA