Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak awal tahun ini Grup Salim terus gencar melakukan ekspansi usaha, mulai masuk ke saham bank sampai membeli saham emiten data center.
Dalam aksi borong sahamnya, Grup Salim masuk baik menggunakan kendaraan investasi perusahaan atau kepemilikan langsung oleh sang big boss Anthoni Salim.
Mari kita bahas secara singkat sejumlah aksi Grup Salim yang terbaru.
Pertama, melalui anak usahanya yang bergerak di bisnis asuransi, PT Indolife Pensiontama, Grup Salim memborong saham bank milik pengusaha dan pendiri CT Corp Chairul Tanjung yakni PT Bank Mega Tbk (MEGA) di awal tahun ini.
Grup Salim tercatat membeli sebanyak 422.807.744 saham saham Bank Mega.
Pembelian saham ini terjadi dalam tiga kali transaksi atau setara 6,07% kepemilikan saham bank bersandi saham MEGA tersebut yang nilainya diproyeksikan mencapai Rp 2,95 triliun sampai dengan Rp 3,04% bila merujuk pada harga penutupan perdagangan saham MEGA pada 29-30 Desember 2020 di rentang harga Rp 7.000 dan Rp 7.200 per saham.
Berikutnya, emiten produsen mie instan dengan merek dagang Indomie,PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) memborong sebanyak 49% saham atau senilai Rp 494 miliar PT Indofood Fritolay Makmur (IFL) yang dimiliki Fritolay Netherlands BV Februari lalu.
Aksi ini sebetulnya menjadi bagian dari upaya IFL mengakhiri perjanjian dengan PepsiCo Inc.
Selanjutnya, sang Direktur Utama dan CEO Grup Indofood Anthoni Salim baru-baru ini menambah kepemilikan atas saham emiten data center milik pengusaha Toto Sugiri,P T DCI Indonesia Tbk (DCII) dari semula 3,03% kini menjadi 11,12%.
Menurut daftar pemegang saham di atas 5% yang dipublikasikan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 2 Juni 2021, transaksi pembelian ini dilakukan pada 31 Mei 2021 dengan harga Rp 5.277/saham.
Total jumlah saham baru yang dibeli oleh Anthony Salim adalah sejumlah 192,74 juta, sehingga nilai transaksi ini mencapai Rp 1,01 triliun.
Sebelumnya, Anthoni Salim telah menguasai 72,29 juta saham DCII atau 3,03% dari total saham, dan setelah pembelian baru ini kepemilikan saham Anthoni ini mencapai 265 juta saham.
Sebagaimana diketahui, bidang usaha yang dimiliki Grup Salim merentang mulai dari bisnis mie instan, snack, perkebunan sawit dan produk turunannya, perbankan, kendaraan bermotor, sampai industri ritel.
Lantas, bagaimana dengan kinerja saham-saham emiten yang terhimpun ke dalam Grup Salim?
Pada halaman selanjutnya Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara ringkas mengenai gerak saham emiten milik Grup Salim, plus saham DCII yang dimiliki secara pribadi oleh Anthoni Salim.
NEXT: Gerak Laju Saham-saham Grup Salim
Menurut data di atas, mengacu harga penutupan Selasa (22/6), dari 10 saham yang tertera, ada 2 saham yang menarik perhatian lantaran lonjakan harganya 'gila-gilaan', yakni saham perbankan BINA dan saham emiten data center DCII. Sementara sisanya, cenderung ambles di zona merah baik dalam sepakan maupun sebulan terakhir.
Saham BINA sudah melaju selama 8 hari terakhir. Adapun sejak Kamis (17/6) pekan lalu saham bank yang dibeli oleh Grup Salim pada 2017 ini sudah menyentuh auto rejection atas (ARA) 25% selama 4 hari beruntun.
Lonjakan saham BINA hingga ARA tersebut tampaknya berkaitan dengan kemungkinan Anthoni Salim menambah saham di BINA lewat skema rights issue.
Menurut Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Ina Perdana untuk tahun buku 2020, perseroan akan melepas sebanyak-banyaknya 2 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Dengan disetujuinya rights issue ini, Anthoni Salim, selaku ultimate shareholder berpeluang menambah porsi kepemilikan sahamnya pada Bank Ina.
Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu, mengatakan, para pemegang saham perseroan yang saat itu tercatat besar kemungkinan menyerap rights issue tersebut.
Komposisi kepemilikan saham perseroan saat ini ialah PT Indolife Pensiontama memegang 22,47 persen, PT Gaya Hidup Masa Kini mengempit 9,98 persen, PT Philadel Terra Lestari menguasai 7,53 persen, PT Samudera Biru, 16,51 persen.
Selanjutnya, Trustee Of NS Financial Fund yang dikelola DBS Bank Ltd 10,49 persen, Asean Financial yang dikelola Liontrust 18,29 persen, dan sisanya oleh masyarakat. Pemegang saham pengendali penerima manfaat terakhir atau ultimate shareholder adalah Anthoni Salim.
Sama seperti saham BINA, sentuhan magis Anthoni Salim juga ikut melemparkan saham DCII ke angkasa. Saham emiten teknologi ini memang sensasional dengan kenaikan luar biasa sejak awal IPO 6 Januari 2021.
Lonjakan saham DCII semakin 'menggila' setelah Anthoni Salim masuk ke saham tersebut awal Juni ini. Sejak saat itu saham DCII berkali-kali menjebol ARA sampai akhirnya bisa menyalip dua saham paling mahal di bursa, emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan bank raksasa PT Bank Central Indonesia (BBCA).
Kejadiannya pada 8 Juni, ketika saham DCII menembus Rp 34.200, sedangkan saham GGRM berada di Rp 33.025/saham, dan saham BBCA di Rp 32.150/saham.
Adapun, dengan harga Rp 59.000/saham per 16 Juni (karena per 17 Juni saham ini masih disuspensi), kedua saham tersebut masih belum bisa mengejar saham DCII. Per penutupan pasar pada Selasa (22/6), saham GGRM berada di posisi Rp 37.500/saham, sementara BBCA di Rp 31.700/saham.
Sejurus dengan itu, hanya butuh waktu sekitar 6 bulan untuk saham ini bisa masuk ke ke jajaran big cap alias saham dengan nilai market cap di atas Rp 100 triliun. Saat ini market cap saham DCII tercatat sebesar Rp 140,64 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA