
Anthoni Salim Jorjoran Beli Saham, Ini Kinerja 10 Sahamnya!

Menurut data di atas, mengacu harga penutupan Selasa (22/6), dari 10 saham yang tertera, ada 2 saham yang menarik perhatian lantaran lonjakan harganya 'gila-gilaan', yakni saham perbankan BINA dan saham emiten data center DCII. Sementara sisanya, cenderung ambles di zona merah baik dalam sepakan maupun sebulan terakhir.
Saham BINA sudah melaju selama 8 hari terakhir. Adapun sejak Kamis (17/6) pekan lalu saham bank yang dibeli oleh Grup Salim pada 2017 ini sudah menyentuh auto rejection atas (ARA) 25% selama 4 hari beruntun.
Lonjakan saham BINA hingga ARA tersebut tampaknya berkaitan dengan kemungkinan Anthoni Salim menambah saham di BINA lewat skema rights issue.
Menurut Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Ina Perdana untuk tahun buku 2020, perseroan akan melepas sebanyak-banyaknya 2 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Dengan disetujuinya rights issue ini, Anthoni Salim, selaku ultimate shareholder berpeluang menambah porsi kepemilikan sahamnya pada Bank Ina.
Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu, mengatakan, para pemegang saham perseroan yang saat itu tercatat besar kemungkinan menyerap rights issue tersebut.
Komposisi kepemilikan saham perseroan saat ini ialah PT Indolife Pensiontama memegang 22,47 persen, PT Gaya Hidup Masa Kini mengempit 9,98 persen, PT Philadel Terra Lestari menguasai 7,53 persen, PT Samudera Biru, 16,51 persen.
Selanjutnya, Trustee Of NS Financial Fund yang dikelola DBS Bank Ltd 10,49 persen, Asean Financial yang dikelola Liontrust 18,29 persen, dan sisanya oleh masyarakat. Pemegang saham pengendali penerima manfaat terakhir atau ultimate shareholder adalah Anthoni Salim.
Sama seperti saham BINA, sentuhan magis Anthoni Salim juga ikut melemparkan saham DCII ke angkasa. Saham emiten teknologi ini memang sensasional dengan kenaikan luar biasa sejak awal IPO 6 Januari 2021.
Lonjakan saham DCII semakin 'menggila' setelah Anthoni Salim masuk ke saham tersebut awal Juni ini. Sejak saat itu saham DCII berkali-kali menjebol ARA sampai akhirnya bisa menyalip dua saham paling mahal di bursa, emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan bank raksasa PT Bank Central Indonesia (BBCA).
Kejadiannya pada 8 Juni, ketika saham DCII menembus Rp 34.200, sedangkan saham GGRM berada di Rp 33.025/saham, dan saham BBCA di Rp 32.150/saham.
Adapun, dengan harga Rp 59.000/saham per 16 Juni (karena per 17 Juni saham ini masih disuspensi), kedua saham tersebut masih belum bisa mengejar saham DCII. Per penutupan pasar pada Selasa (22/6), saham GGRM berada di posisi Rp 37.500/saham, sementara BBCA di Rp 31.700/saham.
Sejurus dengan itu, hanya butuh waktu sekitar 6 bulan untuk saham ini bisa masuk ke ke jajaran big cap alias saham dengan nilai market cap di atas Rp 100 triliun. Saat ini market cap saham DCII tercatat sebesar Rp 140,64 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]