
The Fed Mau Main Agresif, tapi Taper Tantrum Tak Akan Horor!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pernyataan pelaku pasar mengenai tapering bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan The Fed selama ini akhirnya terjawab meski tidak secara gamblang. Selain tapering, proyeksi suku bunga kini semakin terang benderang.
Yang menarik, memang terjadi penurunan di pasar saham global, dimulai dari bursa saham AS (Wall Street) pada perdagangan Rabu waktu setempat, dan berlanjut ke bursa Asia pagi ini, termasuk IHSG. Tetapi, penurunan tersebut biasa-biasa saja, tidak terjadi gejolak yang berlebihan.
Wall Street misalnya, indeks Dow Jones mengalami penurunan paling dalam, tetapi 0,77% saja. Kemudian IHSG sempat jeblok 0,72%, kemudian sempat berbalik menguat ke 6.802,292, sebelum kembali melemah 0,22% di akhir perdagangan sesi I.
Investor asing juga melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 63,94 miliar. Artinya, sentimen pelaku pasar sebenarnya cukup bagus.
Mata uang emerging market juga mengalami tekanan, rupiah memang merosot cukup dalam hingga 0,95% ke Rp 14.370/US$ pagi tadi. Tetapi perlahan juga mulai pulih, dan pelemahnya menjadi 0,81% pada pukul 12:00 WIB. Padahal, indeks dolar AS melesat nyaris 1% kemarin, yang tentunya bisa memberikan tekanan hebat. Tetapi nyatanya rupiah tidak mengalami pelemahan yang berlebihan.
Melihat pergerakan tersebut, ada indikasi tapering yang akan dilakukan The Fed tidak akan memicu taper tantrum, ataupun kalo terjadi tidak akan memicu gejolak yang berlebihan seperti pada tahun 2013 lalu.
Ketika The Fed melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE), maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Amerika Serikat. Hal tersebut berisiko memicu gejolak di pasar finansial global
Di tahun 2013, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke mulai mengumumkan tapering pada pertengahan tahun, dan baru dieksekusi pada bulan Desember. QE The Fed saat itu akhirnya resmi berakhir pada pada Oktober 2014.
Setelahnya, muncul spekulasi kenaikan suku bunga The Fed di pasar finansial hingga di tahun 2015.
Sejak Bernanke mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.
Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%. IHSG saat awal taper tantrum juga mengalami aksi jual. Pada periode Mei-September 2013 IHSG jeblok hingga 23%.
Itu dulu, tapering kali ini kemungkinan tidak akan se-seram tahun 2013. Indikasi awalnya sudah terlihat dari pergerakan bursa saham hingga mata uang emerging market yang tidak merosot berlebihan pada hari ini. Apalagi, dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari tadi, The Fed terlihat menjadi hawkish atau lebih agresif dalam mengetatkan kebijakan moneter.
Tetapi berkaca dari 2013, Powell dan kolega kali ini akan berusaha menghindari taper tantrum. Salah satu pemicu taper tantrum pada 2013 adalah pengumuman tapering yang mengejutkan pasar. Artinya pasar belum mengantisipasi hal tersebut.
Kali ini, The Fed akan berusaha terus memberikan update mengenai kebijakan moneter yang akan diambil, sehingga pasar lebih siap menghadapi tapering.
Satu-satunya aset yang paling terpukul akibat pengumuman kebijakan The Fed dini hari tadi adalah harga emas yang ambrol hingga 2,5% pada perdagangan Rabu waktu setempat. Maklum saja, kenaikan suku bunga serta penguatan dolar AS menjadi kombinasi yang "mematikan" bagi logam mulia.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Proyeksikan Suku Bunga Naik Dua Kali di 2023, Bisa Naik Tahun Depan
Dalam pengumuman kebijakan moneter dini hari tadi, The Fed mempertahankan suku bunga acuan 0% - 0,25%, dan program QE senilai US$ 120 miliar per bulan. Tetapi bank sentral paling powerful di dunia ini mengejutkan pasar dengan memproyeksikan suku bunga naik di tahun 2023. Tidak hanya sekali, bahkan dua kali kenaikan masing-masing 25 basis poin menjadi 0,5% -0,75%.
Hal tersebut terlihat dari Fed Dot Plot, dimana 13 dari 18 anggota melihat suku bunga akan dinaikkan pada tahun 2023. 11 diantaranya memproyeksikan dua kali kenaikan.
Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, dimana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.
![]() |
Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022.
Artinya, jika perekonomian AS semakin membaik, ada kemungkinan suku bunga akan naik tahun depan, jauh lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.
Sementara itu tapering, The Fed tidak menyebutkan menyatakan secara langsung, tetapi menyiratkan sudah mendiskusikan hal tersebut.
Namun, jika suku bunga akan dinaikkan lebih cepat dari sebelumnya, artinya tapering juga kemungkinan besar akan lebih cepat, terjadi di semester II tahun ini. Apalagi The Fed juga menaikkan proyeksi inflasi tahun ini menjadi 3,4% dari sebelumnya 2,4%.
"Jika The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun 2023, mereka harus mulai melakukan tapering lebih cepat untuk mencapai target tersebut. Tapering dalam laju yang moderat kemungkinan akan memerlukan waktu selama 10 bulan, sehingga perlu dilakukan di tahun ini, dan jika perekonomian menjadi sedikit panas, maka suku bunga bisa dinaikkan lebih cepat lagi," kata Kathy Jones, kepala fixed income di Charlers Schwab, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (17/6/2021).
Jika dilihat kemungkinan tapering dan kenaikan suku bunga tersebut, tentunya jauh lebih agresif ketimbang tahun 2013 lalu. Tetapi reaksi pasar tidak berlebihan, yang menjadi sinyal taper tantrum tidak akan se-horor yang dibayangkan.
The Fed menilai, vaksinasi yang dilakukan pemerintah AS mampu membuat pemulihan ekonomi berjalan lebih cepat. Di tahun ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi pun dinaikkan menjadi 7% dari sebelumnya 6,5%, dengan tingkat pengangguran tetap sebesar 4,5%.
Sementara itu, inflasi saat ini sedang tinggi, tetapi semua anggota dewan sepakat melihat inflasi dalam jangka panjang berada di 2%, suku bunga berada di level 2,5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Ekonomi AS Oke Terus, Yakin Tak akan Ada Taper Tantrum?