Neraca Dagang RI Cuan Gede, Kok Rupiah Tetap Lemah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 June 2021 15:17
Ilustrasi pecahan uang 75.000. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga merah di perdagangan pasar spot.

Pada Selasa (15/6/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.244. Rupiah melemah 0,15% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Mata uang Tanah Air juga melemah di pasar spot. Kala penutupan pasar, rupiah terdepresiasi 0,14% sehingga dolar AS berada di Rp 14.220.

Mata uang utama Asia lainnya juga mayoritas tidak berdaya di hadapan dolar AS. Namun depresiasi rupiah adalah salah satu yang terdalam, hanya lebih baik dari peso Filipina.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 15:03 WIB:

Halaman Selanjutnya --> Neraca Dagang Untung Besar Tak Cukup Topang Rupiah

Sejatinya ada sentimen positif yang bisa dimanfaatkan oleh rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor sebesar US$ 16,6 miliar, melonjak 58,76% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau year-on-year/yoy. Ini menjadi pertumbuhan tertinggi sejak Januari 2010.

Sementara impor tumbuh lebih tinggi, mencapai 66,68% yoy. Namun karena nilainya lebih kecil dari ekspor, neraca perdagangan Indonesia masih bisa membukukan surplus US$ 2,37 miliar.

Surplus neraca perdagagan yang terus terjadi selama lebih dari setahun terakhir menandakan pasokan devisa dari sisi perdagangan tetap memadai. Ini bisa menjadi modal untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Namun, sepertinya ada sentimen lain yang lebih mendominasi benak pelaku pasar. Sentimen itu adalah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Kementerian Kesehatan melaporkan total pasien corona di Indonesia per 14 Juni 2021 berjumlah 1.919.547 orang. Bertambah 8.189 orang dibandingkan hari sebelumnya.

Dalam dua pekan terakhir, pasien positif bertambah rata-rata 6.989 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 5.547 orang per hari.

Secara persentase, rata-rata laju pertumbuhan kasus harian dalam dua pekan terakhir adalah 0,37% per hari. Lebih cepat ketimbang rata-rata 14 hari sebelumnya yakni 0,31% per hari.

Halaman Selanjutnya --> Corona Ganas Lagi, Ekonomi Indonesia Terancam 'Mati Suri'

Mari kita tengok para tetangga. Singapura, yang sempat mengalami lonjakan kasus positif sampai terpaksa mengetatkan pembatasan sosial, kini terlihat mulai berhasil mengendalikan pandemi.

Selama 14 hari terakhir, laju penambahan pasien positif corona di Negeri Singa adalah 0,03% per hari. Melambat dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 0,05% saban harinya.

Di Malaysia, situasi mulai membaik meski masih lumayan rawan. Dalam 14 hari terakhir, laju pertumbuhan kasus baru di Negeri Harimau Malaya adalah 1,08% per hari. Masih cukup tinggi tetapi membaik ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yaitu 1,33%.

Dinamika ini membuat pemerintah kembali mengetatkan pembatasan sosial walau tidak ketat-ketat amat. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) MIkro kembali diperpanjang hingga 28 Juni 2021. Karyawan yang masuk ke kantor diharapkan hanya 25%, sisanya bekerja dari rumah (work from home/WfH)) untuk daerah zona merah. Untuk daerah zona kuning dan hijau, karyawan yang WfH tetap 50%.

Kemudian rumah ibadah didaerah zona merah ditutup untuk sementara sementara dua minggu. Restoran dan pusat perbelanjaan boleh tetap buka dengan pembatasan kapasitas maksimal 50% dan harus tutup pukul 21:00.

Apabila pandemi memburuk, maka bukan tidak mungkin pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan lebih memperketat pembatasan sosial. Ketika ini betul-betul terjadi, maka bersiaplah ekonomi Ibu Pertiwi akan kembali 'mati suri' seperti tahun lalu.

"Sepertinya yang terburuk malah belum selesai. Lonjakan kasus selepas Idul Fitri membuat pembukaan aktivitas masyarakat yang lebih luas menjadi tertunda. Ini akan membuat kebangkitan ekonomi Indonesia sedikit tertahan," sebut riset Societe Generale.

"Pembatasan mobilitas, baik itu sebagian maupun sepenuhnya, bisa membuat pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 lebih rendah dari perkiraan," tambah Nicholas Mapa, Ekonom Senior ING, seperti dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular