
Tapering AS Diramal Awal 2022, Begini Proyeksi Pasar SBN RI

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) menyebutkan salah satu tantangan yang akan dihadapi pasar keuangan Indonesia adalah risiko kenaikan inflasi Amerika Serikat (AS) dan penerapan tapering (pengurangan pembelian aset oleh bank sentral AS) yang lebih cepat dari apa yang diprediksi oleh pasar.
Bahkan Bahana memprediksi bank sentral AS, the Fed, akan memulai tapering pada awal 2022 meskipun informasi tentang penerapan ini akan bergulir di pasar dimulai tahun ini.
Tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) oleh the Fed, merupakan isu utama yang ditakutkan pelaku pasar karena dapat menimbulkan gejolak yang disebut taper tantrum. Saat itu terjadi, secara historis, dolar AS akan sangat kuat, dan rupiah terpukul.
Direktur Investasi dan Kepala Makroekonomi Bahana TCW Budi Hikmat mengatakan sentimen ini juga akan berdampak pada pasar surat berharga negara (SBN).
"Kondisi pasar keuangan domestik sangat dipengaruhi oleh faktor sentimen eksternal di pasar keuangan global seperti potensi pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat, kenaikan inflasi Amerika Serikat dan penerapan taper tantrum yang lebih cepat dari apa yang diprediksi oleh pasar. Namun, Bahana TCW memperkirakan AS akan memulai taper pada awal 2022 meskipun informasi ini akan bergulir di pasar dimulai tahun ini," kata Budi dalam siaran persnya, Kamis (10/6/2021).
Namun demikian, pasar SBN tahun ini diperkirakan menjadi daya tarik investor, setidaknya hingga akhir tahun ini.
Daya tarik ini didorong oleh fundamental perekonomian Indonesia yang kuat dan didorong oleh tren tingkat suku bunga global yang rendah.
Dia menjelaskan, the Fed masih akan tetap menjaga suku bunganya di level 0% sampai 0,25% yang akan menjadi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga.
BI diprediksi akan mempertahankan suku bunga di 3,5% hingga akhir tahun ini. Hal ini akan membawa stabilitas bagi pasar SBN hingga akhir tahun.
Selain itu, dari sisi nilai tukar, prospek rupiah terhadap dolar AS diprediksi akan stabil bahkan menguat ke depan. Penguatan Rupiah akan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Selain itu, penguatan Rupiah ini berdasar pada fundamental perekonomian domestik yang masih terjaga, tercermin dari defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang menipis, inflasi yang terkendali, serta cadangan devisa yang mumpuni.
"Pemerintah mampu mengendalikan tingkat inflasi. Tercatat, inflasi tahunan periode Mei sebesar 1,68% masih sesuai dengan ekspektasi pasar."
"Bahana TCW pun memperkirakan tingkat inflasi akan berada di kisaran 2% hingga 2,5% hingga akhir tahun, angka ini sangat aman karena berada di batas bawah target inflasi BI dan juga masih jauh di bawah bond yield yang berada di level 6,4%," jelasnya.
Sentimen lainnya adalah defisit neraca transaksi berjalan yang hingga saat ini lebih rendah dibanding pada saat menjelang taper tantrum 2013, di mana kala itu terjadi koreksi cukup dalam di pasar SBN.
Bahana TCW memprediksi pasar SBN akan mampu bertahan dari gempuran kondisi ekonomi global sehingga aliran dana masuk (capital inflow) ke pasar SBN akan masih akan terus terjadi secara gradual hingga akhir tahun.
Dari segi supply, menurut dia pasar SBN akan menguat ke depan karena penerbitan SBN dapat dijaga sesuai rencana, bahkan pemerintah dapat mengurangi penerbitan SBN jika penerimaan negara positif.
Hingga akhir April 2021 realisasi pendapatan negara hingga 30 April 2021 telah terealisasi sebesar 33,5%. Capaian ini terbilang positif karena angka ini berada di atas tren penerimaan di tahun-tahun sebelumnya bahkan sebelum pandemi.
Capaian ini dikontribusikan oleh harga komoditas ekspor seperti batubara, minyak sawit dan gas yang sangat bagus selama empat bulan terakhir sehingga mendorong pendapatan negara.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Ekonomi AS Oke Terus, Yakin Tak akan Ada Taper Tantrum?
