Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Mata uang Tanah Air pun tidak berdaya di perdagangan pasar spot.
Pada Jumat (4/6/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.316. Rupiah melemah 0,13% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di pasar spot, rupiah juga lesu. Kala penutupan pasar, US$ 1 dihargai Rp 14.290 di mana rupiah melemah 0,07%.
Rupiah tidak sendiri. Hampir seluruh mata uang utama Asia menyerah di hadapan dolar AS. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 15:03 WIB:
Halaman Selanjutnya --> Dolar AS Terlalu Kuat
Apa boleh buat, dolar AS memang terlalu kuat. Tidak cuma di Asia, tetapi di tingkat dunia.
Pada pukul 13:09 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,12%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini naik lebh dari 0,6%.
"Anda harus memberi pujian bagi dolar AS. Ekonomi di belakangnya berhasil keluar dari tekanan pandemi Covid-19 dan semakin hari indikatornya semakin jelas," kata Juan Perez, FX Strategist di Tempus Inc yang berbasis di Washington, seperti dikutip dari Reuters.
Ya, ekonomi Negeri Paman Sam memang pulih cukup xepat dari hantaman pandemi virus corona. Teranyar, sejumlah data ketenagakerjaan menunjukkan perbaikan terus terjadi.
ADP melaporkan, sektor swasta AS menciptakan 978.000 lapangan kerja baru selama Mei 2021. Ini adalah kenaikan tertinggi sejak Juni tahun lalu.
Realisasi itu lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yaitu terjadi penciptaan lapangan kerja sebanyak 654.000. Juga lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 650.000.
Data lain di bidang ketenagakerjaan adalah klaim tunjangan pengangguran. Pada pekan yang berakhir 29 Mei 2021, klaim berkurang 20.000 menjadi 385.000. Ini adalah yang terendah sejak pertengahan Maret tahun lalu dan lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 390.000.
Jumlah klaim tunjangan pengangguran semakin berkurang dan mendekati posisi yang dianggap sehat yaitu 200.000-250.000. Artinya, penciptaan lapangan kerja terus berlangsung dan mengarah ke titik maksimal (maximum employment).
Halaman Selanjutnya --> Kondisi Mulai Ideal Buat Tapering
Inflasi yang stabil di kisaran 2% dan maximum employment adalah target yang ingin dicapai oleh bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Sebelum itu terwujud, atau setidaknya sudah ada sinyal yang sangat jelas untuk mengarah ke sana, maka kebijakan moneter akan tetap ultra-longgar.
Namun kini sepertinya tanda-tanda mengarah ke inflasi 2% dan maximum employment semakin terang-benderang. Oleh karena itu, pasar memperkirakan pengetatan kebijakan alias tapering off oleh The Fed bakal terjadi dalam waktu tidak lama lagi.
Mungkin suku bunga masih akan bertahan rendah dalam waktu lama. Namun dosis gelontoran likuiditas atau quantitative easing yang sepertinya bakal mulai dikurangi.
"Kami berencana untuk mempertahankan Federal Funds Rate tetap rendah untuk jangka waktu lama. Namun mungkin sudah saatnya untuk setidaknya berpikir mengenai pengurangan pembelian surat berharga yang sekarang bernilai US$ 120 miliar per bulan," ungkap Patrick Harker, Presiden The Fed cabang Philadelphia, dikutip dari Reuters.
Bayangan akan taper tantrum 2013-2015 pun muncul lagi. Kala itu, The Fed yang baru membuka wacana akan mengetatkan kebijakan moneter sudah membuat investor bereaksi. Arus modal berkerumun di pasar obligasi pemerintah AS, karena imbal hasil (yield) sangat sensitif terhadap suku bunga. Aset-aset lain kehilangan daya tarik sehingga harganya anjlok, apalagi aset berisiko di negara berkembang.
Sentimen ini menjadi faktor utama yang membuat rupiah tidak bertenaga hari ini. Jika tanda-tanda menuju tapering off semakin kuat, maka langkah rupiah sangat berat.
TIM RISET CNBC INDONESIA