Terbang 5.500%! Ini 6 Fakta Saham yang Diborong Anthoni Salim

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
04 June 2021 14:45
Anthoni Salim
Foto: CNN Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten penyedia layanan pusat data atau data center, PT DCI Indonesia Tbk (DCII), baru saja diborong oleh pengusaha kesohor Indonesia, Anthoni Salim, Direktur Utama dan CEO Grup Indofood.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Anthoni Salim kini tercatat memiliki 11,12% saham perusahaan teknologi ini.

Generasi kedua Grup Salim ini membeli 192,74 juta saham DCII dengan nilai transaksi mencapai Rp 1,01 triliun. Transaksi pembelian ini dilakukan pada 31 Mei 2021 dengan harga Rp 5.277/saham dengan total jumlah saham baru yang dibeli sejumlah 192,74 juta.

Sebelumnya Anthoni Salim telah menguasai 72,29 juta saham DCII atau 3,03% dari total saham, dan setelah pembelian baru ini kepemilikan saham Bos Indofood ini mencapai 265 juta saham.

Anthoni Salim menjelaskan bahwa tujuan transaksi ini adalah untuk investasi di bidang teknologi dengan status kepemilikan saham secara langsung.

Pada hari yang sama ketika Anthoni Salim menambah kepemilikan sahamnya di DCII, tiga investor DCII melepas kepemilikan saham mereka dengan tujuan yang sama yakni untuk melakukan divestasi kepada strategic partner (investor).

Total saham yang dilepas oleh ketiga investor tersebut mencapai 164,43 juta saham dengan nominal angka penjualan sama dengan angka pembelian yang dilakukan oleh Anthoni Salim di Harga Rp 5.277/saham.

Ketiga pemegang saham tersebut adalah Djarot Subiarto yang melepas seluruh kepemilikan sahamnya sebanyak 18,66 juta saham, Marina Budiman yang melepaskan 89,58 juta saham dan Han Arming Hanafia yang melepas 56,18 juta saham miliknya.

Lantas bagaimana sebetulnya fakta-fakta emiten DCII ini?

1. Saham Meroket Ribuan Persen

Data BEI mencatat, saham DCII langsung ditutup meroket 20% di Rp 19.800/saham pada perdagangan Kamis kemarin (3/6/2021). Nilai transaksi mencapai Rp 1,06 miliar dengan volume perdagangan masih rendah, 54.000 saham. Namun kapitalisasi pasar emiten milik pengusaha tech Toto Sugiri ini mencapai Rp 47,20 triliun.

Dalam 3 hari perdagangan terakhir saham ini terus melesat. Pada Jumat lalu (28/5), saham DCII ditutup di level Rp 11.475/saham, kemudian pada Senin (31/5), saham DCII juga melesat dan ditutup di Rp 13.750/saham, lalu pada Rabu (2/6), sahamnya melesat lagi menjadi Rp 16.500/saham dan berlanjut pada Kamis kemarin naik di Rp 19.800/saham.

Pergerakan saham DCII sebetulnya sudah mendapatkan 'peringatan' BEI sejak perusahaan ini tercatat di papan bursa. BEI bahkan sempat menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham emiten data center ini pada Selasa (19/1/2021).

Suspensi saham ini sehubungan dengan terjadinya peningkatan harga kumulatif yang signifikan pada saham DCII, sehingga perlu dilakukan suspensi dalam rangka cooling down.

Saham DCII tercatat di BEI pada pada Rabu 6 Januari 2021, menjadi emiten kedua tahun ini saat itu.

DCII melepas sebanyak 357,56 juta saham baru yang setara dengan 15% dari modal disetor dan ditempatkan perseroan, dengan harga penawaran sebesar Rp 420/saham.

Dengan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) ini, perseroan meraih dana sebesar Rp 150,17 miliar. Saham DCII dicatatkan di papan pengembangan.

Saat debut perdana melantai di pasar modal di Rabu itu, saham DCII terpantau naik 25% atau 105 poin ke level Rp 525/saham alias tembus batas atas auto rejection (ARA).

Saat itu nilai kapitalisasi pasarnya baru Rp 1,25 triliun dengan price to earnings ratio (PER) sebesar 11,75 kali, sementara saat ini PER-nya tembus 68,6 kali. PT Buana Capital Sekuritas bertindak selaku penjamin pelaksana emisi efek.

Kini, per Kamis kemarin (3/6), kapitalisasi pasarnya Rp 47,20 triliun, dengan PER 257 kali. Dengan kenaikan ini, maka saham DCII sudah meroket 4.614%. Ditambah dengan kenaikan saham DCII pada Jumat ini (4/6) sebesar 19,85% di posisi Rp 23.750/saham (pukul 14.02 WIB), maka saham DCII sudah melesat 5.554% sejak Januari. Dahsyat.

2. Fokus Data Center

CEO DCI Indonesia, Toto Sugiri, dalam konferensi pers saat IPO di Januari mengatakan, langkah perusahaan masuk BEI melalui IPO merupakan bagian dari strategi perseroan.

Ia optimistis, prospek bisnis data center yang digeluti perseroan di tengah pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang sedang melesat, ditambah teknologi cloud yang tumbuh secara eksponensial, yang telah mendorong permintaan terhadap fasilitas data center hyperscale di Indonesia akhir-akhir ini.

"Pasar data center ini diperkirakan memiliki total kapasitas 72,5 MW sampai akhir tahun 2020 dan menurut proyeksi Structure Research akan terus bertumbuh dengan CAGR sebesar 22,3% selama lima tahun ke depan," ujarnya, dalam keterangan pers, Rabu (6/1/2021).

Di kuartal pertama 2021, perseroan akan mengoperasikan empat gedung data center dengan total kapasitas 37 MegaWatt (MW) untuk memenuhi permintaan pasar di Indonesia.

Tidak hanya itu, perseroan, lanjut dia, merupakan data center Tier IV pertama di Asia Tenggara yang mulai beroperasi sejak tahun 2013 dengan uptime availability 100%.

NEXT: Fakta Selanjutnya

3. Sejarah Perusahaan

Pada 2011, DCI Indonesia resmi didirikan dan mulai membangun pusat data pertama dengan kapasitas 3 MW pada tahun 2012. Bisnis utama DCII adalah penyediaan pusat data dengan layanan infrastruktur yang aman.

Pada 2014, DCI Indonesia menjadi pusat data pertama dari Asia Tenggara yang memiliki sertifikat Tier IV Design, yang merupakan kelas terbaik, dari Uptime Institute.

DCII resmi melantai di bursa pada 6 Januari 2021 lalu, sebanyak 357,56 juta saham atau setara 15% saham perusahaan dilepas ke publik dengan harga penawaran Rp 420.

4. Sosok Toto Sugiri, Pendiri Sigma

DCII didirikan oleh Toto Sugiri, sosok yang sudah malang melintang di dunia teknologi. Toto merupakan alumni dari RWTH Aachen, salah satu kampus teknik terbaik dunia yang berlokasi di Jerman.

Sebelum mendirikan DCII, berdasarkan profil di situs perusahaan, Toto pernah berkiprah sebagai VP Information Technology di Bank Bali kemudian ikut mendirikan perusahaan software khusus perbankan, Sigma Cipta Caraka pada 1989 sebelum akhirnya diakuisisi oleh Telkom dan berganti nama menjadi Telkomsigma.

Ia juga sempat mendirikan Indonet, penyedia layanan Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia sebelum akhirnya mendirikan DCII dan kini juga bertindak sebagai CEO.

Tulang punggung e-commerce dengan klien yang majemuk dari berbagai sektor

Berdasarkan laporan tahunan perusahaan, DCII mengatakan bahwa mereka melayani tujuh platform e-commerce terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, dengan salah satu diantaranya adalah Tokopedia.

Selain e-commerce DCII juga melayani 124 pelanggan dari industri keuangan, lebih dari 30 perusahaan telekomunikasi dan lebih dari 100 pelanggan dari industri lainnya.

5. Kinerja Keuangan Naik Terus

Pendapatan, laba dan aset yang terus meningkat sejak 2017. Mengacu laporan keuangann, pada tahun 2017 DCII mencatatkan pendapatan sebesar Rp 127,47 miliar dan terus naik setiap tahun hingga terakhir di 2020 pendapatan perusahaan terus naik menjadi Rp 759,36 miliar dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) berada di angka 81%. Aset perusahaan meningkat 3,5 kali lipat dari 2017 ke akhir tahun 2020.

Selain pendapatan dan aset, laba bersih perusahaan juga ikut meningkat setiap tahunnya, pada 2020 laba DCII tercatat meningkat 71,7% menjadi Rp 183,14 miliar dari tahun sebelumnya di angka Rp 106,63 miliar. Sejak tahun 2017 laba bersih perusahaan mengalami pertumbuhan dengan CAGR 57%.

6. Bidik Pusat Data Asia Pasifik

Perseroan menyatakan ingin menangkap pasar pusat data Indonesia dan Asia Pasifik. Pusat data memang jadi 'mutiara' bisnis baru. Seperti yang dikatakan oleh matematikawan dan pengusaha asal Inggris Clive Humbly "data is the new oil", pasar pusat data semakin berkembang setiap tahun.

Meskipun begitu, pasar di Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan pemain-pemain lain di regional Asia Pasifik.

Misalnya, kapasitas pasar data Tokyo mencapai 718 MW, Singapura berada di angka 357, Sydney mendekati 300 MW dan Hong Kong memiliki kapasitas data 283 MW.

Indonesia jauh tertinggal dengan besaran pasar diperkirakan sebesar 50 MW dan diperkiran tumbuh signifikan menjadi 120 MW di 2021, berdasarkan hasil riset Structure Apex.

Pendapatan dari pasar data ini diperkiran mencapai US$ 70-90 juta menurut perkiraan Frost & Sullivan.

Selain itu jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta orang dengan internet economy gross merchandise value (GMV) mencapai US$ 44 miliar merupakan pasar yang belum tersentuh sempurna dan yang ingin diambil oleh DCII.

Selain itu CEO dan Pendiri DCII Toto Sugiri, melalui video yang diunggah di kanal YouTube resmi perusahaan, mengatakan bahwa seharusnya kapasitas pusat data Indonesia lebih besar. Hal ini mengingat jumlah penduduk yang lebih banyak harusnya memiliki korelasi yang positif.

Ini karena jumlah pengguna internet dan sosial media yang sangat banyak di Indonesia. Ia berasumsi bahwa saat ini pemain internasional seperti Facebook dan Google menyimpan data di Singapura yang berhasil menempatkan diri menjadi regional center.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular