Miris! Ramayana-Matahari Babak Belur, Giant Tutup Permanen

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
26 May 2021 07:40
Matahari Department Store
Foto: Matahari Department Store (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Awan mendung terus menyelimuti bisnis ritel fashion dan gerai ritel makanan. Beberapa perusahaan sudah mengeluarkan laporan keuangannya, dengan hasil yang kurang memuaskan.

Beberapa di antaranya PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk(RALS), PT Matahari Departement Store Tbk(LPPF), dan PT Mitra AdiperkasaTbk(MAPI). MAPI adalah pemegang hak waralaba Starbucks, Domino's Pizza, Lacoste, hingga pengelola Zara dan Sogo.

Pada kuartal pertama tahun 2021, ketiga perusahaan ritel tersebut kompak mengalami penurunan pendapatan dengan Ramayana mencatatkan penurunan terbesar hingga 48,21%.

Pendapatan Ramayana turun ke angka Rp 297,89 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 768,26 miliar.

Pusat perbelanjaan miliki Grup Lippo, Matahari juga mengalami penurunan pendapatan 24,10% di kuartal I-2021 menjadi Rp 741,40 miliar, turun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 976,77 miliar.

Adapun Mitra Adiperkasa mencatatkan kinerja yang paling baik dibandingkan Matahari dan Ramayana meskipun tetap mengalami penurunan pendapatan sebesar 7,04% menjadi Rp 4,10 triliun dari periode yang sama tahun lalu sejumlah Rp 4,41 triliun.

Meskipun pendapatan MAPI turun, laba bersih perusahaan yang terkenal dengan produk kupon belanjanya ini malah meningkat drastis hingga 223% menjadi Rp 26,08 miliar dari semula hanya untung Rp 8,07 miliar di periode yang sama tahun lalu.

Matahari mengalami kenaikan rugi bersih yang semula Rp 93,95 miliar pada kuartal pertama 2020, kini bengkak 1,49% menjadi Rp 95,35 miliar.

Kinerja buruk juga dicatatkan oleh Ramayana yang pada kuartal pertama tahun lalu masih memperoleh laba bersih sebesar Rp 13,29 miliar, kini pada akhir triwulan pertama 2021 malah mengalami kerugian bersih fantastis sejumlah Rp 85,66 miliar.

Aset ketiga perusahaan ini tidak mengalami perubahan signifikan, aset Matahari tercatat stabil di angka Rp 6,31 triliun dengan jumlah Kas dan setara kas turun menjadi sebesar Rp 294,55 miliar.

Aset Ramayana terkoreksi sedikit turun menjadi Rp 5,14 triliun dari posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 5,28 triliun, tercatat jumlah kas dan setara kas turun menjadi Rp 1,06 triliun.

Senada dengan Ramayana, aset MAPI juga mengalami sedikit penurunan dari yang semula Rp 11,15 triliun turun menjadi Rp 11,08 triliun. Kas dan setara kas MAPI pun ikut turun, tersisa Rp 2,18 triliun pada kuartal pertama 2021.

NEXT: Sayonara Giant

Ketika tiga raksasa ritel fashion babak belur, gerai ritel makanan pun tertekan sebagaimana dialami PT Hero Supermarket Tbk (HERO). HERO menyatakan akan menutup seluruh gerai Giant mulai akhir Juli 2021 mendatang.

Tidak hanya itu, sebagai strategi bertahan perseroan juga akan mengubah hingga lima gerai Giant menjadi IKEA sebagai langkah strategis perusahaan.

"Perseroan juga sedang mempertimbangkan untuk mengubah sejumlah gerai Giant menjadi gerai Hero Supermarket," kata Direktur HERO Hardianus Wahyu Trikusumo, dalam keterbukaan informasi di BEI, Selasa (25/5/2021).

Menurut Hardianus Wahyu, strategi ini merupakan respons perusahaan untuk beradaptasi terhadap perubahan dinamika pasar, terlebih terkait beralihnya konsumen Indonesia dari format hypermarket dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena tersebut juga terjadi di pasar global.

"Rencana ini diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap kegiatan operasional, kondisi keuangan atau kelangsungan usaha perseroan. Perubahan strategi ini merupakan respons cepat dan tepat perseroan," katanya.

Bila dilihat dari sisi fundamental, kinerja keuangan HERO pada tahun 2020 masih cukup tertekan.

Hal ini terlihat dari kerugian tahun berjalan 2020 yang lebih dalam sebesar Rp 1,21 triliun, bengkak 4.203% dibanding tahun sebelumnya rugi bersih Rp 28,21 miliar.

Anjloknya kerugian bersih ini tercermin dari pendapatan bersih HERO sepanjang tahun 2020 yang mengalami penurunan sebesar 26,98% menjadi Rp 8,89 triliun dari sebelumnya Rp 12,18 triliun.

Penurunan terbesar terjadi di segmen penjualan makanan sebesar 32,67% menjadi Rp 6,05 triliun. Sedangkan, penjualan di segmen non makanan juga turun hampir 11 persen menjadi Rp 2,84 triliun.

Sementara itu, meski beban pokok pendapatan turun menjadi Rp 6,49 triliun dari sebelumnya Rp 8,73 triliun, laba kotor perseroan tetap lebih kecil dari sebelumnya yakni Rp 2,39 triliun dari Rp 3,44 triliun.

Adapun beban usaha mengalami sedikit peningkatan menjadi Rp 3,55 triliun dari sebelumnya Rp 3,48 triliun.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor ritel masih belum bangkit dari pandemi. Penutupan Giant diproyeksikan layaknya fenomena gunung es yang bakal terus terjadi ke depannya.

"Kenyataannya kita lihat, Aprindo menghitung tahun 2020 setiap hari bahwa tutup hampir 5-6 toko, di 2021 tutup 1-2 toko," jelas Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandeydalam Closing Bell CNBC Indonesia,Selasa (25/5/21).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular