
Sepekan Meroket & Cetak Rekor, Harga CPO Bakal Ngamuk Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude PalmOil/CPO) berhasil melesat dan mencetak rekor kenaikan dalam sepekan. Setelah pada awal pekan diprediksi bakal terkoreksi seiring minimnya katalis dan sentimen kasus Covid-19 di India yang semakin memburuk, harga CPO malah berhasil melonjak tinggi sampai perdagangan Jumat lalu.
Pada penutupan perdagangan Jumat (7/5/2021), harga kontrak pengiriman Juli yang aktif ditransaksikan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange melesat 5,03% ke RM 4.427/ton. Harga ini merupakan yang tertinggi setidaknya dalam 10 tahun terakhir.
Adapun dalam sepekan, harga kontrak (futures) CPO berhasil melonjak 14,45% dan kembali menembus level psikologis RM 4.000/ton.
Setelah langsung 'tancap gas' pada Senin (3/5), harga CPO tercatat satu kali melorot, yakni pada Selasa (4/5) di harga RM 4.042/ton. Setelah itu, harga minyak nabati ini terus menanjak selama 3 hari beruntun.
Kenaikan harga CPO pekan ini didorong oleh sentimen positif, sebut saja, oleh naiknya harga komoditas pertanian lain dan melesatnya harga minyak mentah.
Harga si emas hitam terutama untuk kontrak Brent semakin mendekati US$ 70/barel setelah stok minyak mentah AS dilaporkan turun 8 juta barel di akhir April.
Harga kontrak berjangka jagung di Chicago Board of Trade juga melesat tajam menyentuh level tertingginya dalam 8 tahun terakhir. Apresiasi sebesar 2% kontrak berjangka untuk komoditas jagung ini dipicu oleh kekhawatiran cuaca kering di Brazil di tengah tingginya permintaan untuk pakan ternak.
"Kenaikan harga minyak nabati substitusi mendukung permintaan dan kemungkinan akan menjaga harga CPOtetap kuat dalam waktu dekat," kata Ivy Ng, kepala penelitian perkebunan regional di CGS-CIMB Research dalam sebuah catatan sebagaimana diwartakan Reuters.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan indeks harga pangan dunia bulan Maret juga mengalami kenaikan sebesar 2,1% dibanding Februari. Indeks harga minyak nabati tercatat naik 8% dibanding bulan Februari dan menyentuh level tertingginya sejak Juni 2011.
Penguatan indeks yang terjadi secara terus-menerus didorong oleh kenaikan harga minyak sawit, kedelai, rapeseed, dan bunga matahari.
Harga minyak sawit internasional mencatatkan kenaikan10 bulan berturut-turut, karena kekhawatiran yang masih ada atas tingkat persediaan yang ketat di negara-negara pengekspor utama bertepatan dengan pemulihan bertahap dalam permintaan impor global.
"Sementara itu, harga kedelai naik tajam, terutama ditopang oleh prospek permintaan yang menguat terutama dari sektor biodiesel." tulis FAO dalam rilis resminya. Harga minyak sawit diperkirakan akan tetap kuat hingga paruh pertama tahun ini.
Selain itu, dari domestik, menurut estimasi Refinitiv, produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2020/21 meningkat menjadi 46,8 juta ton atau naik 1% dari pembaruan terakhir, meskipun baru-baru ini pertumbuhan hasil panen lebih lambat.
Produksi minyak sawit Indonesia mengalami rebound pada bulan Maret. Ini didorong oleh lebih banyak hari kerja dibandingkan Februari, akibat peristiwa cuaca buruk lokal awal tahun ini yang membatasi produksi.
Meskipun demikian, produsen minyak sawit melihat bahwa hasil panen di bulan April mungkin lebih rendah dari perkiraan dibandingkan dengan bulan Maret. Area inti sawit menampilkan kondisi cuaca yang agak beragam selama bulan April.
Di Kalimantan, sebagian besar daerah menerima curah hujan di bawah normal / normal (120-230 mm). Cuaca basah terjadi di wilayah timur, seperti Kalimantan Timur, sedangkan cuaca kering terjadi di wilayah selatan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Secara umum, tren curah hujan di sebagian besar provinsi di Kalimantan melambat dibandingkan bulan sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Bahagia Sawit dari Swiss, Cuan buat CPO RI
